Bukan Kleptomania, Ini yang Memicu Bocah di Nunukan Puluhan Kali Mencuri
Yang terjadi pada B, lebih karena kenakalan remaja yang tidak lazim, perbuatan tersebut tanpa dia sadari menjurus ke arah kriminal
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, NUNUKAN - Ulah seorang anak delapan tahun berinisial B di Nunukan, Kalimantan Utara (Kaltara), yang puluhan kali ditangkap karena mencuri uang, ternyata tidak mengalami gangguan kepribadian kleptomania.
Ketua Forum Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA) Kaltara Fanny Sumajow menjelaskan, stigmatisasi kleptomania untuk B sama sekali tidak tepat.
Kleptomania merupakan hambatan psikologis yang membuat alam bawah sadar naik ke alam sadar sehingga membuat pengidapnya melakukan hal tertentu tanpa disadari.
"Klepto itu mengambil barang barang yang tidak penting, misalnya batu dalam pot bunga, jepit rambut, pita, pensil, balpoint dan barang remeh temeh lain, tapi beberapa saat kemudian dia bingung kenapa benda-benda ini ada di tangan saya?" ujar Fanny sebagai psikolog yang diutus Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kaltara saat mengunjungi B di Mapolsek Nunukan Kota, Rabu (25/11/2020) sore.
Kleptomania bisa juga dikategorikan sebagai gangguan kepribadian atau gangguan psikologis yang biasanya disebabkan adanya tekanan yang muncul dari masa lalu.
Yang terjadi pada B, lebih karena kenakalan remaja yang tidak lazim, perbuatan tersebut tanpa dia sadari menjurus ke arah kriminal.
Baca juga: Kementan Pacu Kaltara Penuhi Target Tanam Tahun 2021
"Dari asesmen yang kami lakukan, kasus ini murni kenakalan remaja. Bahasa psikologisnya juvenile delinquency, sehingga berakibat ABH atau anak berhadapan dengan hukum," jelasnya.
Perbuatan B muncul karena adanya dorongan secara psikologis yang membuatnya seakan tersentak untuk melakukan perbuatan.
Sebenarnya B sendiri tidak sadar kalau itu bisa menjadikannya seorang kriminal.
Ini lazim terjadi ketika pelaku mengalami trauma di masa lalu, terlebih B sudah merasakan zat adiktif dan minuman dengan kandungan alkohol sejak bayi, yang membuat sarafnya tidak bermain.
Akhirnya kognitifnya mengalami kehancuran perlahan, ditambah perlakuan keluarganya yang seakan menolaknya sebagai bagian keluarga.
"Ada SR (stimulus respons), stimulus itu ketika orang memberi dan kita menerima, take and give, kalau dia selalu dibentuk dengan kekerasan. Apa yang dia lakukan? Yang terjadi dia akan membalas dengan kekerasan karena dia ada role model, karena ada contoh. Tapi ketika dia diberi kelembutan maka dia juga akan membalas sedemikian juga," jelas Fanny.
Saat mengobrol dan mengamati perilaku B, Fanny menemukan sejumlah gejala yang muncul akibat efek zat adiktif.
Hal ini wajar karena berdasar asesmen Pekerja Sosial (Peksos) Nunukan, dijelaskan B dicekoki narkoba sejak bayi agar tidak rewel.