Ratusan Warga di Majene Terisolir, Stok Makanan Terbatas Usai Gempa, Tersenyum Saat Bantuan Datang
Dua desa berpenduduk 610 kepala keluarga di dua desa di Majene terisolir. Warga bertahan hidup dengan makanan yang ada.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM, MAMUJU - Gempa bermagnitudo 6,2 yang berpusat di Kabupaten Majene mengguncang Tana Maleqbi Sulawesi Barat.
Gempa itu mengakibatkan 90 orang meninggal dunia, dan ratusan luka-luka akibat terkena reruntuhan bangunan.
Korban terbanyak di Kabupaten Mamuju sebanyak 79 orang dan 11 orang di Kabupaten Majene.
Tidak hanya meruntuhkan sejumlah bangunan rumah dan perkantoran. Guncangan gempa juga mengakibatkan akses jalan terputus dan tertimbun material longsor.
Dua desa berpenduduk 610 kepala keluarga (Desa Popenga 290 Kepala Keluarga dan 320 di Desa Ulumanda).
Warga di desa itu, pun harus bertahan dengan stok pangan yang ada.
Baca juga: Pegadaian Salurkan Bantuan Untuk Korban Gempa di Wilayah Mamuju dan Majene
Baca juga: BNPB Tidak Bangun Hunian Sementara untuk Pengungsi Gempa Sulbar
Pasalnya, untuk menuju pasar di pusat pemerintahan Kecamatan Ulumanda, mereka tidak dapat menjangkau.
Selain akses jalan yang rusak, warga Desa Popenga dan Desa Ulumanda juga dirundung kegelapan malam hari.
Jaringan kabel listrik yang baru enam bulan mengaliri desa mereka, terputus saat gempa terjadi.
Itu karena, tiang listrik menuju desa rebah akibat longsor.
Secara geografis, posisi ke dua desa ini tergolong daerah terpencil di Kabupaten Majene.
Pasalnya, sebelum gempa terjadi, warga desa yang hendak ke Kecamatan Ulumanda harus menempu perjalanan darat menggunakan motor dengan waktu tempu dua hingga tiga jam.
Sudah sepekan, mereka bertahan dengan stok pangan seadanya.
Dalam kondisi seperti ini tentu bantuan sangat diharapkan.
Penantian warga terjawan pada Jumat, (23/1/2021) pagi, TNI Angkatan Laut menerbangkan heli tempur jenis panther dari KRI dr Soeharso yang sandar di Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Mamuju.
Pemberangkatan itu untuk memenuhi kebutuhan pangan warga Desa Ulumanda dan Desa Popenga.
Heli diterbangkan Pilot Lettu Laut (P) Baron dan Co-pilot Lettu Laut (P) Rayendra.
Lebih kurang 30 menit mengudara, bantuan bahan makanan yang diangkut dari KRI dr Soeharso itu pun tiba.
Warga yang mengetahui kedatangan burung besi TNI AL itu, pun berkerumun di lapangan tempat heli mendarat.
Saat roda heli menyentuh rumput lapangan, warga kian dekat sambil berteriak riuh.
Selain karena membutuhkan pasokan bahan makanan, kebanyakan dari mereka juga mengaku baru kali pertama melihat heli dari dekat.
Meski antusias, warga yang 100 persen penduduk muslim yang juga masih memegang teguh adat istiadat itu tetap tertib.
Terlebih kehadiran Komandan Lanal Mamuju, Letkol Marinir Laode Jimmy yang lebih dahulu tiba di lokasi juga menggunakan jalur udara.
Dengan tertib, proses penyaluran bahan makanan itu pun berlangsung tanpa ada saling dorong ataupun desak-desakan.
"Alhamdulillah hari ini dengan sorting ke tiga penerbangan kita, kita sudah membawa kurang lebih hampir dua ton berupa bahan makanan," kata Letkol Laode Jimmy.
Bantuan makanan yang disalurkan itu, berupa beras, minyak goreng, mie instan, dan obat-obatan.
Seusai melakukan penyaluran bahan makanan, Letkol Marinir Laode Jimmy yang memboyong satu dokter dari KRI dr Soeharso, bergerak melakukan pengobatan geratis.
Dokter itu, Letkol Laut (K) dr Feddy Manurung. Keduanya berjalan menyusuri tiap rumah warga yang membutuhkan pengobatan.
Melihat misi kemanusiaan keduanya harus melalui jalan terjal dan curam, aparat desa setempat memusatkan pengobatan di rumah Kepala Desa Popenga, Muslimin.
Di halaman rumah pak desa, dr Feddy pun beraksi. Ia sibuk meladeni puluhan warga yang datang untuk memeriksakan kondisi kesehatannya.
Mulai dari sakit kepala, lambung hingga hipertensi dikeluhkan warga setempat.
"Umumnya kebanyakan warga mengaku ada yang sakit kepala semacam pusing, ada yang sakit lambung sama hipertensi," kata dr Feddy.
Saat jadwal pengobatan berakhir tepat pukul 12.30 Wita, muncul seorang warga bernama Juhadil (35) asal Dusun Batang Nato, tiga kilometer dari rumah pak Desa Muslimin.
Juhadil mengeluh patah pada lengan tangannya akibat terjatuh saat lari dari dalam rumah akibat guncangan gempa.
Juhadil pun diberi obat oleh dr Feddy, tangannya diperban layaknya perawatan pada orang patah pada umumnya.
Seusai melayani Juhadil, dr Feddy dan Letkol Marinir Laode Jimmy pun menuju lapangan tempat heli mendarat.
Jadwal penerbangan menuju KRI dr Soeharso telah disampaikan oleh pilot Lettu Laut (P) Baron, tepatnya sekitar pukul 14.00 Wita.
Namun, saat hendak menyalakan mesin heli. Tiba-tiba awan tebal menyelimuti langit desa yang dikelilingi bukti terjal itu.
Sang pilot memilih mengurunkan waktu untuk terban pukul 14.00 Wita.
Sembari menunggu cuaca kembali bersahabat, Letkol Laode dan tiga pilot heli memilih berbincang santai dengan warga setempat.
Kurang sejam berbincang, warga dari Dusun Lemo-lemo Desa Ulumanda menghampiri.
Mereka meminta jasa dr Feddy untuk melakukan pengobatan di dusun mereka.
Melihat cuaca belum juga bersahabat, Letkol Laode akhirnya memutuskan untuk mendatangi rumah warga itu.
Letkol Laode, dr Feddy dan pilot Baron pun menyambangi rumah warga yang berjarak dua kilometer dari lokasi landas heli.
Tiba di dusun Lemo-lemo, rupanya kehadiran dr Feddi telah ditunggu puluhan warga yang juga antri memeriksakan kesehatannya.
Dua jam pengobatan berlangsung, antrean warga tidak kunjung habis.
Di saat yang sama, cuaca sore di langi Popenga sudah mendukung untuk dilakukan penerbangan.
Saat pilot lain mengisyaratkan cuaca sudah kondusif untuk dilakukan penerbangan, Letkol Laode memilih untuk tidak meninggalkan lokasi penangobatan warga.
Pasalnya, masih tersisa belasan warga yang belum diperiksa oleh dr Feddy.
Penerbangan pun kembali tertunda hingga pukul 17.30 Wita.
Jelang adzan magrib berkumandan, Letkol Laode, dr Feddy dan pilot Baron tiba kembali ke tempat Landa heli.
Rencana penerbangan kembali diurungkan lantaran cuaca yang kembali tidak bersahabat..
Ditambah lagi dengan langit yang mulai gelap.
Akhirnya, orang nomor satu di jajaran Lanal Mamuju itu berkordinasi dengan pihak KRI dr Soeharso untuk tidak melakukan penerbangan di malam hari.
Sang Letkol memutuskan untuk menginap di lapangan perbatasan desa Popenga dan Desa Ulumanda.
Sebelum membangun tenda, Letkol Laode mengajak para pilot dan beberapa wartawan yang hendak ikut dalam penerbangan itu, untuk salat magrib berjamaah.
Suasana desa begitu kentel. Letkol Laode dan lainnya mengambil air wudhu di aliran sungai yang jaraknya tidak jauh dari lapangan.
Seusai bersuci, salat jamaah pun dimulai. Akmil TNI AL lulusan tahun 2000 itu memimpin dengan menjadi imam.
Dengan menjamak Isya-Magrib, delapan menit menghadap Tuhan pun usai.
Warga sekitar yang mengetahui keputusan menginap di lapangan itu, berbondong-bondong datang.
Mereka membawa terpal untuk dijadikan tenda. Tidak hanya itu, juga disediakan alas berupa karpet dan selimut.
Saat tenda sementara dibangun, kaum perempuan sibuk memasak untuk santap malam.
Tenda terbangun, menu santap malam pun tiba.
"Mirip suasana saat pendidikan ya, lama juga saya baru dapat suasana seperti ini," ucap Laode Jimmy yang kini berpangkat dua bunga melati.
Seusai santap malam, Laode Jimmy pun mengajak semua pilot heli dan dokter Feddy serta lima jurnalis yang meliput untuk beristirahat.
Namun, sebelum merebahkan badan, Letkol Laode mengintruksikan agar yang melakukan penjagaan di luar warga yang juga bergaya di sekitar tenda.
"Tetap harus ada yang jaga ya, nanti giliran saya bangunkan jam 2 malam untuk gantian," kata Letkol Laode disahuti kata siap oleh pilot.
Pukul 06.00 Wita, sang komandan Lanal pun terbangun, diikuti pilot dan dokter Feddy serta lima jurnalis yang meliput.
Ia tidak dibangunkan oleh pilot yang berjaga lantaran tertidur pulas.
"Kenapa kamu tidak bangunkan saya, padahal kan say sudah bilang jam dua giliran saya," ucap Laode ke pilot yan berjaga di heli dan memantau sekitar tenda di malam hari.
"Siap ndan, tidak apa-apa, terlalu pulas saya lihat tidurnya ndan, tidak enak,' ucap sang pilot sembari melempar senyum.
Belum lama terbangun dengan udara sejuk perbukitan desa Popenga, kaum ibu-ibu di kampung setempat berdatangan.
Ada yang membawa kopi, teh, air hangat, gorengan dan biskuit untuk sarapan pagi.
"Wah... Bu, kami tidak enak ini. Repotin ibu semua, padahal kami kesini mau membantu," kata Letkol Laode menyambut kedatangan kaum ibu-ibu desa.
Sarapan usai, penumpang heli pun bersiap beranjak menuju KRI dr Soeharso di Lanal Mamuju.
Sebelum berangkat, warga setempat menyempatkan berswa foto di dekat heli.
Begitu juga dengan kehadiran Letkol Laode dan pilot Heli.
Mereka antri berswa foto bersama Letkol Marinir Laode dan para pilot.
Pukul 08.40 Wita, pilot Baron pun mengarahkan para penumpang untuk bersiap.
Letkol Laode Jimmy pun menghampiri warga yang hadir sembari berucap terima kasih.
"Makasih ya.. semua bapak ibu. Keberadaan kami di Popenga ini tidak akan pernah saya lupa. Saya sudah bagian dari warga sini, sekali lagi terima kasih," ujarnya.
Tata tertib penerbangan disampaikan sebelum menaiki heli jenis Anti Kapal Selam (AKS) AS 565 MBe Panther tersebut.
"Berdoa dimulai," ucap pilot Baron sebelum menaiki heli.
Saat heli mulai lepas landas dari lapangan desa Popenga, warga setempat yang berjejer di sekitar lapangan melambaikan tangan perpisahan yang disambut lambaian tangan dari Letkol Marinir Laode Jimmy.
Lebih kurang 25-30 menit mengudara di atas perbukitan Majene dan laut Mamuju, heli tiba dengan selamat di landasan KRI dr Soeharsono.(Tribun-Timur/Muslimin Emba).
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Suka Duka Penyaluran Bantuan ke dua Desa Terisolir Majene, Batal Terbang Balik karena Cuaca Buruk,
Penulis: Muslimin Emba