Perjuangan Wali Kota Bima Arya Kembalikan Citra Bogor Sebagai Kota Toleran
Secara kultural, secara historis, postur kota Bogor itu adalah kota yang sarat dengan tradisi bersama dalam keberagaman
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satu mimpi besarnya Wali Kota Bogor Bima Arya ketika dilantik menjadi Wali Kota Bogor pada 2014 lalu adalah mengembalikan citra Bogor yang sesuai dari akar dan sejarahnya, sebagai Kota toleran.
Tradisi bersama dalam keberagaman itu, Bima Arya tegaskan, sudah ada di kota Bogor kota sejak didirikan.
Bukti sejaranya sangat nyata, kata Bima Arya, rumah-rumah ibadah dibangun berdampingan di pusat Kota Bogor.
Bukan itu saja, imbuh dia, setiap hari-hari besar keagamaan, masyarakat Kota Bogor saling mengunjungi dan saling merayakan perbedaan.
“Jadi secara kultural, secara historis, postur kota Bogor itu adalah kota yang sarat dengan tradisi bersama dalam keberagaman.
Baca juga: Video Arya Saloka Goda Amanda Manopo saat Joget TikTok Viral hingga Ditonton Lebih dari 29 Juta Kali
Namun diakui karena ada beberapa kasus dan beberapa cerita yang belum selesai, maka image itu jadi tercoreng,” ujar Bima Arya dalam Webinar Setara Inistitute: Promosi Toleransi dan Penghormatan terhadap Keberagaman di Tingkat Kota,” Kamis (8/4/2021).
“Laporan Setara Institute, membuat saya galau dan gundah gulana. Seolah-olah, kalau kemana-mana di dahi saya itu dicap intoleran. Kemana-mana, Wali Kota intoleran,” ucapnya.
Hal itu melecut Bima Arya untuk mengembalikan citra Kota Bogor sejak dilantik sebagai Wali Kota.
Sejak dilantik 2014, hal utama yang Bima Arya lakukan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak bahwa pemerintahannya ingin mengangkat kembali semangat kebersamaan dalam keberagaman di Kota Bogor.
Caranya bagaimana? Dia menjelaskan antara lain, mengangkat ikon atau simbol keberpihakan dengan mendorong berbagai acara yang menunjukkan keberpihakan.
Dia mengatakan mulai dari mendukung perayaan Cap Go Meh, perayaan Natal dan perayaan-perayaan keagamaan lainnya.
“Bagi kami itu merupakan panggung untuk menunjukkan keberpihakan itu.
Lebih lanjut Bima Arya mengatakan beberapa tahun yang lalu, saat Majelis Ulama Indonesia (MUI) memgeluarkan fatwa mengharamkan perayaan Cap Go Meh, pihaknya bersama-sama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) menunjukkan keberpihakan dengan mendukung penuh acara tersebut yang digelar di Kota Bogor.
“Di situ kita melihat pesan kuat harus disampaikan bahwa mayoritas tidak boleh diam saja dan harus menunjukkan dukungan kepada minoritas. Itu nggak boleh terjadi,” tegasnya.
“Harus kita akui bahwa yang membuat persoalan itu bukan orang-orang yang memiliki DNA kota Bogor. DNA kota Bogor ini luar biasa, ada Wihara tertua di Indonesia yang kegiatannya bercampur dengan tawasulan, Maghrib bersama, berbagi dengan dhuafa.”
Baca juga: Fraksi PKS DPR Potong Gaji Untuk Bantu Korban Banjir dan Longsor di Flores Timur dan Bima
“Jadi itu yang kita sampaikan bahwa DNA kota Bogor itu adalah kebersamaan dalam keberagaman,” tambahnya.
Bima Arya pun menunjukkan keberpihakan lainnya melalui komitmen kuat Forkopimda Kota Bogor yang masuk ke Gereja pada setiap malam Natal untuk menyampaikan selamat dan menjamin keamanan bagi semua orang yang beribadah.
“Jaminan keamanan itu bukan hanya dalam dimensi keamanan, tetapi lebih kepada keberpihakan, komitmen keberpihakan kepada minoritas dengan menepis segala isu,” ujarnya.
Dia mengku awalnya tidak mudah memutuskan untuk masuk ke dalam gereja, karena pasti akan mengundang pro dan kontra.
“Tetapi lagi-lagi ini adalah komitmen kita yang harus didemonstrasikan agar tersampaikan pesannya,” ucapnya.
Selain itu Bima Arya juga mewujudkan semangat kebersamaan dalam keberagaman pada rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) yang harus dijabarkan oleh setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Kota Bogor.
Baca juga: Seorang Wanita Tewas Dibakar Mantan Suami di Klapanunggal Bogor, Pelakunya Ikut Terbakar
Hal itu harus tampak dalam program kerja masing-masing.
“Saya sampaikan kepada seluruh Dinas bahwa semangat kebersamaan keberagaman ini tidak hanya retorika dan tidak cukup dalam hal seremoni tetapi harus ada dalam framework kerangka kerja yang menjadi dasar dari setiap dinas menyusun semua program,” jelasnya.
Tradisi kebersamaan dalam keberagaman yang sudah dibangun sejak 2014, diharapkan bukan hanya berada di level elite, tetapi sudah mentradisi di kelurahan, kecamatan hingga level terkecil di masyarakat.
Bima Arya menyadari masih banyak pekerjaan rumah terkait masalah intoleran yang harus segera diselesaikan termasuk kasus Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin, yang rumah ibadahnya disegel sehingga jemaatnya tidak bisa beribadah.
Namun dia memberi sinyal positif penyelesaian kasus GKI Yasmin tidak akan lama lagi.