Walikota Surabaya Ingin Makam Orangtuanya Terang dengan Menjadikan Jabatan Ladang Amal (1)
Walikota Surabaya, Eri Cahyadi langsung ngebut dengan program-programnya yang pro-rakyat. Ia menjadikan jabatan sebagai ladang amal.
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Eri Cahyadi tak bisa menahan air mata saat ditanya impiannya setelah menjadi wali kota Surabaya. Tangis Eri pecah ketika menjawab pertanyaan itu dalam wawancara eksklusif dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network sekaligus Pemimpin Redaksi Harian Surya, Febby Mahendra Putra, pekan lalu, menandai peringatan ulang tahun ke-728 Kota Surabaya, Senin 31 Mei 2021.
Eri berjanji menjadikan jabatan sebagai ladang amal jariyah, seperti pesan ibu kandungnya. Ia ingin membanggakan orangtua, bahkan menerangi alam kubur bapak ibunya kelak dengan menjadi pemimpin yang amanah. Berikut wawancara selengkapnya.
Peringatan HUT Surabaya tahun ini bersamaan dengan tahun pertama Anda menjabat. Bagaimana perasaan Anda?
Ada perasaan ndredek (berdebar). Sebab, saya harus melanjutkan perjuangan wali kota (Tri Rismaharini) yang hebat sebelum saya. Kedua, saya juga harus bisa menunjukkan, di masa pandemi Covid-19, masyarakat Surabaya harus bahagia, sejahtera. Bagaimana Surabaya bisa lepas (Covid-19) dari zona merah, oranye, kuning, dan menjadi hijau.
Tentu sudah ada sejumlah kejutan untuk Surabaya. Apa saja?
Setelah dilantik, ada yang sudah dilakukan. Misalnya untuk sekarang, warga Surabaya yang tidak bekerja pada perusahaan, bisa masuk program jaminan kesehatan semesta dari Pemkot (UHC).
Kepesertaannya sudah mencapai 95 persen dari total penduduk. Sehingga, Alhamdulillah, hanya dengan KTP bisa mendapatkan pelayanan BPJS.
Kedua, saya katakan bahwa pemimpin sejati bukan wali kota. Namun, RT, RW, LPMK yang merupakan pemimpin, yang terdekat dengan masyarakat. Sehingga, mereka lah yang bisa mendata masyarakat MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah), gizi buruk kalau ada dan pendataan lainnya. Oleh karenanya, kami naikkan pendapatan mereka.
Insya Allah, kejutannya ada lagi. Ini bukan kejutan, tapi kewajiban. Warga Surabaya harus mendapatkan penghasilan UMK Surabaya. Bukan hanya UMK, setiap keluarga total kami harapkan mendapatkan Rp 7 juta. Kami lakukan dengan pemanfaatan aset, pemberdayaan UMKM, dan peran serta ASN memberikan contoh menggerakkan ekonomi.
Anda terpilih jadi pemimpin di kota sebesar Surabaya di usia yang relatif muda. Bagaimana rasanya?
Saya tertantang. Sejak di (Kepala) Bappeko, saya sudah merencanakan banyak hal. Misalnya, semua warga tercover BPJS. Ketua RT/RW menjadi garda terdepan. Pelayanan administrasi kependudukan, termasuk perizinan berhenti di kelurahan. Ketika saya diamanahin, itu semua saya jalankan.
Apabila dihitung skala 1-10, seberapa enaknya duduk di kursi wali kota?
Di poin ke-4. Nggak enak. Sebab, saya ada kekhawatiran, kebijakan yang saya ambil salah. Misalnya, ada yang salah sasaran terkait pendataan, contohnya data Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Sehingga, saya perbarui semua. Kami melibatkan RT hingga lurah. Bisa jadi jumlah MBR naik, saya harus hadapi. Juga akan ada pelatihan (UMKM), bagaimana pemasarannya? Insya Allah, ada perputaran uang di UMKM senilai Rp 30 miliar dalam satu bulan.
Bagaimana cara Anda mengantisipasi agar tidak terjerat kasus korupsi?
Kami sampaikan, ayo semuanya dijalankan dengan transparansi. Alhamdulillah, di Surabaya ada e-government, ada e-bujeting, e-document, e-projecteplanning, dan beberapa lainnya. Itu semua kalau dilihat hak ciptanya, masih atas nama saya dan Bu Risma (Wali Kota Surabaya sebelumnya Tri Rismaharini). Saya kali pertama jadi PNS, kami sampaikan, semangat kerja ASN harus seperti pekerja swasta.
Lantas bagaimana strategi ke depannya?
Selalu ada pesan yang saya ingat. Sebenarnya, saya tidak mau jadi wali kota. Bahkan, pada suatu siang saat pengumuman saya akan diusung sebagai wali kota, saya nggak langsung mengiyakan. Sebab, saya harus melapor kepada Umi (Ibu). Kalau Umi sudah bilang terjang, saya terjang. Saya pamit kepada kedua orangtua. Mereka berdua duduk. Saya pamit kalau saya maju wali kota, saya harus keluar dari ASN. Dulu yang minta saya jadi PNS adalah Bapak.
Saya ditanya (Umi), niat saya apa (maju wali kota). Niat saya satu, ingin membahagiakan orang tua. Umi saya bilang, saya harus memperbaiki niat. Umi saya bernasihat, "Kalau kamu saya izinkan, ketika jadi wali kota, jangan membuat makam orang tuamu gelap. Umi ingin makam Umi terang dengan kelakuanmu,"..... (Mengusap air mata). Mereka semua sudah sepuh semua. Abah saya sudah sakit (mengusap air mata).
Bagaimana cara Anda menjalankan nasihatnya?
Saya ingin membuat bangga. Memberikan makam yang terang, bukan makam yang gelap. Kalau Umi yang memberikan ridho, saya jalan. Beliau bilang, "kalau kamu bisa menjalankan niat ini, maka kamu bisa jadi wali kota,". Ketika saya jadi wali kota kenapa saya tidak punya beban, karena saya masih ingat pesan Umi saya. Saya nggak mau durhaka. Saya ingin memberikan amal jariyah yang banyak. Abah bilang, abah sudah tua. Kalau bisa niatnya gitu, maka jadi.
Apa pesan Anda kepada warga yang tengah memperingati HUT Surabaya?
Saat ini pandemi, tidak tahu berakhir kapan. Hari ini kita berjuang mati-matian. Termasuk dengan vaksin. Namun, ekonomi tidak boleh berhenti. Sehingga, kami berharap ekonomi dan protokol kesehatan bisa bergerak bersama.
Saya titip. Sehebat apapun pemerintah kota, tidak akan bisa mencapai tujuan tanpa dukungan masyarakat semua. Termasuk kepada nakes hingga satgas. Mari berjuang. Insya Allah Surabaya menjadi kota yang Baldatun Thoyibatun Warobbun Ghofur. (bobby koloway)
Baca juga: Pengacara di Surabaya Jadi Tersangka Kasus Penganiayaan ART