Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Semarang, Demak, Pekalongan Bakal Tenggelam. Sawah Jadi Laut

Dalam waktu beberapa tahun lagi, Kota Semarang, Demak dan Pekalingan diprediksi bakal tenggelam tergerus rob. Sudah banyak warga yang pindah.

Editor: cecep burdansyah
zoom-in Semarang, Demak, Pekalongan Bakal Tenggelam. Sawah Jadi Laut
Tribun Banyumas
Nanang Hasyim dan keluarga menerobos rob sambil bertelanjang kaki saat bersilaturahim ke rumah saudara dan tengga di Dukuh Clumprit, Kelurahan Degayu, Kecamatan Pekalongan Utara, Kota Pekalongan, Kamis (13/5/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Sejumlah kota di Pantura termasuk Pekalongan, Semarang dan Demak diprediksi oleh ilmuwan mengalami penurunan dan beberapa tahun ke depan akan 'tenggelam', genangan rob meluas.

Ahli Geodesi ITB menyebut permukaan tanah di Semarang, Pekalongan, Demak dan kota-kota di pesisir mengalami penurunan 15-20 cm per tahun.

Tribunjateng.com melakukan penelusuran menemui orang tua atau warga yang tinggal di pesisir Pantura di Semarang, Demak dan Pekalongan. Karno (76) seperti tidak kaget ketika diberitahu bahwa wilayah pesisir Pantura akan tenggelam puluhan tahun mendatang, sebagaimana prediksi para ahli.

Kepada tim Liputan Khusus Tribun Jateng, ia bercerita, pada 20 tahun silam tinggal di Tambaklorok Semarang. Pada saat itu, jarak rumah dengan pantai masih berkisar satu kilometer, namun terus termakan air hingga sekarang berada persis di tepi pantai.

"TPI yang dibangun pak Sukawi sudah hilang sekarang. Dulu juga ada lapangan sekarang sudah hilang. Saya tadinya tinggal di Tambak Lorok, kemudian 20 tahunan yang lalu memutuskan pindah. Saya jual murah karena tiap hari terendam air asin," terangnya.

18 Rumah roboh

Kini Karno berserta keluarga tinggal di daerah Cilosari Kota Semarang. Menurutnya abrasi terus terjadi sepanjang tahun secara perlahan-perlahan yang membuat beberapa daerah termakan air. Bahkan beberapa hari lalu ada 18 rumah roboh akibat diterjang ombak.

Berita Rekomendasi

"Sudah banyak rumah yang hilang tenggelam. Dulunya rumah yang ada sekarang ini jaraknya dari bibir pantai masih sekitar satu kilometer, sekarang sudah mepet laut," imbuhnya.

Menurut Karno, banyak rumah-rumah warga yang ditinggal begitu saja oleh pemiliknya karena setiap hari terendam air rob. Rumah tersebut susah dijual karena tergenang air setiap hari dan terpaksa harus ditinggalkan begitu saja.

Turun 12 Sentimeter

Selain pengambilan air tanah yang berlebihan, fakta penurunan muka tanah di Kota Semarang maupun Kabupaten Demak juga dipengaruhi transgresi (pergeseran garis pantai ke arah daratan yang lebih tinggi) di masa geologi saat ini.

Hal itu merupakan sebuah proses geologi yang dibuktikan dengan adanya sedimentasi di pantai utara.

Kepala Dinas ESDM Jawa Tengah, Sujarwanto, mengatakan pernah melakukan pengetesan pengeboran di kedalaman 125 meter di halaman kantornya, yang berlokasi di Jalan Madukoro, Tawangmas, Semarang Barat.

Dari hasil pengeboran tersebut, ia mendapati bahwa terdapat lapisan sedimen yang saling mengisi.

"Sedimennya saling berkaitan dan itu masih belum solid. Sampai saat ini masih terjadi proses konsolidasi sedimen. Maka akan semakin cepat penurunannya, apabila ditambah dengan beban bangunan di permukaannya," ujarnya.

Meskipun sedimen yang terbentuk cukup tebal, namun karena tidak begitu solid maka membuat permukaan tanah mudah turun. Hal itu ditambah dengan banyaknya industri yang menggunakan air tanah di wilayah pesisir.

"Sudah kondisi tanahnya seperti itu, ditambah pengambilan air tanah sebagai penopang permukaan hilang diambil oleh industri. Maka ini akan mempercepat penurunan muka tanah," tegasnya.

Air bawah tanah

Pihaknya mengaku sudah melakukan koordinasi dengan dinas terkait untuk lebih mengawasi penataan kota. Ia berharap, industri-industri besar tidak terlalu mendekati pesisir Kota Semarang.

 "Industri yang cenderung eksploitatif terhadap air bawah tanah juga musti digeser. Tidak boleh ada di pesisir. Pesisir hanya bisa untuk kantor jasa atau perniagaan," paparnya.

Berdasarkan catatannya, penurunan muka tanah di Kota Semarang berkisar antara 6 hingga 12 cm per tahun. Maka pihaknya sangat mengontrol penggunaan air bawah tanah untuk komersil.

"Jujur banyak pengusaha yang marah kepada saya. Tapi tidak apa-apa. Lebih baik kan saya menyelamatkan lingkungan. Kalau nekat ya saya sadarkan. Berarti mereka ikut andil dalam penurunan muka tanah," tambahnya.

Tak hanya upaya itu saja, ia juga mendorong PDAM untuk mempercepat pembangunan SPAM Semarang Barat yang diambil dari Waduk Jatibarang. Karena dengan adanya itu, bisa memenuhi kebutuhan air bersih untuk warga Kota Semarang.

"Kalau itu sudah jalan. Kebutuhan air di kota ini bisa terpenuhi. Sehingga tidak perlu lagi menggunakan air bawah tanah," tegasnya.

Adapun pembangunan tanggul laut yang jadi satu dengan tol Semarang-Demak sejatinya tidak mengatasi land subsidence. Tanggul laut tersebut hanya untuk mencegah masuknya air laut ke daratan.

"Tidak bisa mencegah penurunan muka tanah. Hanya mengatasi masuknya air laut ke daratan. Konsepnya bagus," tuturnya.

Sawah jadi laut

Rodi, satu di antara warga Desa Sidogemah, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak mengenang masa lalu. Pasalnya, tanah miliknya sudah lenyap ditelan oleh ganasnya air laut yang menjorok ke daratan.

Sejak lahir pada tahun 1966, Rodi kecil mengaku kerap bermain di pematang sawah bersama teman-temannya sebaya.

"Daerah sini dulu bagus. Masih banyak rumput. Masih ada tanaman padi. Saya dulu punya sawah di sini. Beberapa kali juga kerap main di sini dengan teman-teman," ujarnya.

Sejak dia lahir hingga memiliki anak, Rodi mengaku sering mengalami yang namanya rob. Namun itu hanya terjadi di hari tertentu. Hal itu ibarat sudah menjadi makanannya sehari-hari bersama ratusan warga yang tinggal di sana.

"Sejak dulu sudah rob. Tapi kan hanya sementara. Selisih bentar surut lagi. Tapi kalau sekarang kena rob, enggak surut-surut airnya," ucapnya.

Menurutnya, air rob yang masuk ke desanya semakin parah ketika ada pembangunan pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Ia menganggap, pembangunan tersebut membuat ombak laut tidak menuju ke barat, dan akhirnya melimpas ke daratan di Desa Sidogemah.

"Itu semakin diperparah ketika pengembangan perumahan dan bandara. Jadi yang kena dampak lingkungannya ya kami-kami ini," aku Rodi.

Dan dia sudah pindah dari kawasan yang tergenang rob. Dia mendapat ganti untung dari pemerintah terkait proyek Tol Semarang-Demak. Kemudian Rodi pindah ke Desa Wringinjajar, Kecamatan Mranggen, Demak.

Sebagian warga lain yang juga terdampak pembangunan tol ada yang pindah ke Desa Tambakroto, Sayung, Demak dan Kelurahan Kudu, Genuk, Kota Semarang. (tim)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas