6 Hari Hilang di Gunung Guntur, Pendaki Ditemukan Selamat Ungkap Cerita Mistis, Ini Kata Psikolog
Selama hilang di Gunung Guntur, seorang pendaki bernama Gibran Arrasyid mengaku mengalami hal aneh. Ia sama sekali tak merasakan adanya malam.
Editor: Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM - Pendaki Gunung Guntur bernama Muhammad Gibran Arrasyid sempat hilang selama enam hari. Sebelum hilang, ia semula berada di tenda.
Gibran dinyatakan hilang 19 September 2021. Polisi dan TNI berhasil menemukannya pada 24 September 2021.
Selama kurun waktu tersebut, ia mengaku mengalami hal aneh.
"Tiba-tiba bangun ada di sungai, sungainya warna kuning, airnya jernih," ujar Muhammad Gibran Arrasyid kepada Tribunjabar.id di Puskesmas Tarogong, Jumat (24/9/2021).
Gibran juga menceritakan bahwa selama enam hari hilang dirinya tidak merasakan adanya malam hari. Ia merasakan kondisi terang seperti siang hari.
Baca juga: Jumlah Pendaki Gunung Fuji di Jepang Hanya 65.519 Orang
"Enggak ada malam, siang hari terang," ungkapnya.
Gibran menjelaskan dirinya bertahan hidup dengan minum air putih di sungai dan daun-daun selama berada di Gunung Guntur.
Ia mengaku ada sosok mistis yang menyuguhkan makanan namun ia tidak memakannya dan memilih untuk minum air sungai. Sosok mistis tersebut menurutnya berjumlah lima orang dengan pakaian yang serba putih.
Baca juga: Pendaki Berusia 12 Tahun Hilang di Gunung Guntur Garut, Begini Kronologinya
"Ditawarin nasi sama ada ikan, orangnya putih, perempuan tiga, laki-laki dua," ungkapnya.
Gibran kemudian ditemukan oleh seorang warga saat dirinya terjatuh dari tebing. Ia mendengar teriakan warga yang tidak jauh dari tempatnya yakni di kawasan Curug koneng (sungai kuning).
"Pas jatuh saya mendengar ada bapak-bapak teriak nama," ungkapnya.
Gibran ditemukan di kawasan Curug Koneng atau sekira 750 meter dari pos 3 pendakian Gunung Guntur.
Proses pencarian kali ini menerjunkan lebih dari seratus orang dibantu Kompi 4 Batalyon Pelopor A Sat Brimob Polda Jabar dan Dalmas Polres Garut.
Pertanyaannya, apakah ada kajian ilmiah terkait yang dialami leh Gibran selama hilang di Gunung Guntur?
Psikolog Unpad Aulia Iskandarsyah menjelaskan yang dialami gibran dari perspektif ilmiah.
Menurut Aulia, kejadian yang menimpa Gibran ini dapat menjelaskan beberapa hal.
Pertama, penuturan yang disampaikan Gibran setelah dievakuasi bisa saja merupakan pengalaman dan penghayatan pribadinya yang dihasilkan dari proses mengingat kembali.
"Jika seseorang baru saja mengalami kejadian atau peristiwa yang dahsyat, menakutkan, dan traumatik, bisa saja dia mengalami yang namanya post traumatic stress yang sangat memungkinkan proses mengingat peristiwa menjadi tak utuh, kabur, atau urutan dan kejelasan kejadian bisa saja salah," katanya saat dihubungi, Minggu (26/9/2021).
Biasanya, lanjut dia, seseorang akan berusaha merangkaikan fragmen ingatan-ingatan yang dia ingat menjadi suatu uraian cerita yang bisa dia mengerti dan pahami.
"Meskipun secara aktual tak seperti itu," kata dia. Kemudian hal kedua, pada orang-orang tertentu, ada yang memiliki kecenderungan atau hypersensitive untuk melihat hal-hal yang samar menjadi suatu bentuk tertentu, sosok tertentu atau gambaran tertentu.
"Fenomena ini disebut sebagai Pareidolia. Inilah yang kemudian menerangkan hal-hal yang dilihat pada orang-orang yang melaporkan telah alami pengalaman paranormal. Dari segi psikologi, hal yang jadi prioritas adalah melakukan penanganan yang intensif baik secara fisik maupun psikologis pada Gibran agar dapat pulih kembali kondisi fisik juga psikologisnya," katanya.
Dia menegaskan bukan hal prioritas untuk memvalidasi ingatan dari pengalaman Gibran. Jikapun akan melakukan identifikasi atau pencatatan pengalaman yang lebih menyeluruh, Aulia menyebut sebaiknya dilakukan setelah kondisi fisik dan psikologisnya pulih.
Status Gunung Guntur cagar alam, butuh syarat ketat untuk masuk
Sejak tahun 1979, Gunung Guntur sudah ditetapkan statusnya menjadi cagar alam oleh Kementrian Pertanian dengan SK 170/KptsUm/3/1979.
Lalu, pada tahun 1990, diadakan perluasan cagar alam dengan SK 110/Kpts-II/1990. Terakhir, pada tahun 1994, penetapan ini diperbaharui lagi oleh Kementrian Kehutanan dengan SK 433/Kpts-II/1994. Walau begitu, Gunung Guntur tetap menjadi bagian dari Cagar Alam Kamojang hingga saat ini.
Karena statusnya cagar alam, maka tidak bisa semua orang bebas masuk ke area ini.
Hal itu diatur di Undang-undang tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan PP Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Kawasan Suaka Alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu.
Kawasan suaka alam terdiri dari cagar alam dan suaka margasatwa. Cagar Alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan jenis tumbuhan dan atau keanekragaman tumbuhan, beserta gejala alam dan ekosistemnya.
Bahwa hal itu memerlukan upaya perlindungan dan pelestarian agar keberadaan dan perkembangannya dapat berlangsung secara alami.
Fungsi pokok kawasan suaka alam yakni sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem peyangga kehidupan, sedangkan Cagar Alam dapat dimanfaatkan untuk sejumlah kegiatan.
Sehingga cagar alam hanya bisa diakses untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam, penyerapan dan/atau penyimpanan karbon dan pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya.
Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Bukan Mistis, Gibran yang Hilang di Gunung Guntur Alami Post Traumatic Stress dan Pareidolia