Bimba di Mojolegi Boyolali, Energi Melawan Ketertinggalan Kemampuan Membaca Anak Akibat Pandemi
Begitulah aktifitas belajar di Taman Baca Kampung Cerdas di Weden Rt 10 RW 02, Desa Mojolegi, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
Penulis: Daryono
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
Gayung bersambut, Pertamina Boyolali kembali menawari program CSR.
Isti kemudian menjadikan program belajar membaca ini sebagai program kerjasama dengan Pertamina.
Hanya saja pesertanya diperluas, tidak lagi hanya anak-anak di Desa Mojolegi, tetapi juga berasal dari desa-desa lainnya.
“Jadi, sebagian biaya program ini kemudian dibantu lagi oleh Pertamina dengan peserta lebih luas dari beberapa wilayah. Sekarang anak-anak hanya membayar administrasi Rp 1.000 atau membawa satu botol bekas setiap kali datang,” terang perempuan 36 tahun ini.
Pilihan untuk membantu siswa belajar membaca ini bukan tanpa alasan.
Menurut Isti, sekolah daring dan penutupan sekolah membuat kemampuan siswa untuk membaca menurun.
Hal ini karena tak jarang siswa tidak ada yang mendampingi saat sekolah daring.
Frekuensi belajar pun siswa menurun sehingga ingatan membaca juga menurun.
“Di rumah, anak hanya bersama neneknya. Neneknya tidak bisa membaca. Ada yang ikut ibunya, ibunya juga tidak bisa membaca. Banyak anak yang kondisinya seperti itu. Karena itulah akhirnya kita tergerak memberi bimbingan membaca,” jelasnya.
Adanya penurunan kemampuan membaca anak-anak selama Pandemi Covid-19 bukanlah isapan jempol semata.
Dikutip dari laman resmi PBB, un.org, penelitian terbaru yang dilakukan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) mengungkapkan lebih dari 100 juta anak di dunia saat ini sedang mengalami ketertinggalan pada kemampuan membaca dasar.
Diakes Tribunnews.com, Jumat (15/10/2021), penelitian tersebut dirilis UNESCO pada Maret 2021 atau setelah setahun Pandemi berlangsung.
Menurut penelitian tersebut, penurunan kemampuan membaca anak-anak disebabkan adanya penutupan sekolah-sekolah karena adanya Covid-19.
Alih-alih berkurang, jumlah anak dengan kemampuan membaca yang rendah justru bertambah dari 460 juta anak menjadi 584 juta anak.
Kenaikan lebih dari 20 persen ini menghilangkan pencapaian pendidikan selama dua dekade terakhir.
Menurut salah satu sumber penelitian itu, sejak awal pandemi virus Corona, penutupan sekolah secara sebagian atau penutupan menyeluruh telah mengganggu sekolah selama rata-rata 25 minggu dengan kerugian belajar tertinggi terjadi di Amerika Latin dan wilayah Karibia, serta Asia Tengah dan Asia Tenggara.
Siap Mandiri
Saat ini, bimbingan belajar membaca (bimba) di Taman Baca Kampung Cerdas Mojolegi diikuti oleh 42 siswa.
Mereka berasal dari enam desa di Kecamatan Teras.
Pembelajarannya menggunakan metode AISM.
Dimulai dari jilid 1, anak akan dinyatakan lulus membaca setelah tamat jilid 5.
Bimba berlangsung setiap hari kecuali hari Jumat dan Minggu.
Dimulai pukul 11.00 hingga pukul 16.00 WIB, pembelajaran dibagi dalam lima sesi untuk setiap harinya.
Setiap sesi berlangsung selama 1 jam.
Awalnya setiap sesi dibatasi 4-5 anak. Namun seiring waktu ada penambahan jumlah anak di setiap sesinya.
Hal ini karena pengelola juga tidak sampai hati untuk menolak saat ada siswa yang mendaftar.
Adapun pengajarnya, Isti dibantu seorang guru yang merangkap sebagai tenaga admin.
Selain itu ada beberapa relawan guru yang membantu mengajar secara fleksibel.
Disampaikan Isti, program bimba kerjasama dengan pertamina ini ditarget selesai sampai Desember mendatang.
Meski demikian, apabila nanti sudah tidak dibiayai oleh Pertamina, Isti memastikan program ini akan terus berjalan
“Kita juga sudah siap mandiri. Kita sudah pakai sistem, siapapun nanti juga bisa ikut,” ujarnya.
Terkait kendala yang dihadapi, Isti mengatakan kesadaran orang tua untuk mendampingi anak belajar dirasa masih kurang.
Kebanyakan orang tua masih mengandalkan Taman Baca yang sebetulnya merupakan lembaga bantuan kedua setelah sekolah.
“Jadi masyarakat itu juga kadang tidak menyadari di sini ini belajarnya cuma sebentar. Ada orang tua yang menginginkan anaknya agar cepat bisa membaca. Padahal kemampuan anak-anak itu beda-beda. Kadang orang tua tidak memahami sampai situ,” jelasnya.
Baca juga: Noicebook, Cara Baru Menambah Ilmu bagi yang Tak Punya Waktu Membaca
Manfaat adanya bimba di Mojolegi dirasakan oleh Agus Supriyanto (36), orang tua dari Muhammad Alqila Wijaya (10).
Ia mengatakan sebelum ikut bimbel, anaknya belum bisa membaca.
“Dulunya susah, pihak sekolah sampai bilang itu mas Jaya susah sekali, suruh belajar malah nangis. Itu saat kelas 1 dan 2. Bukunya saja masih utuh, tidak ada tulisannya. Semenjak ada les ini, bukunya mulai ada tulisannya. Ada perkembangannya,” terangnya.
Ia sendiri tidak bisa mendampingi sang anak belajar di rumah karena harus bekerja di luar kota.
Begitu juga dengan sang istri yang bekerja di Singapura.
Sang anak yang saat ini duduk di kelas 4 SD hanya tinggal di rumah bersama dengan neneknya.
“Yang di rumah hanya ada neneknya. Saya sendiri juga jarang di rumah karena kerja. Ini kebetulan pas pulang,” jelasnya.
Ia bersyukur ada les tambahan seperti yang diadakan Taman Baca karena sangat membantu anak dalam belajar di tengah pembelajaran dari sekolah yang belum normal akibat Pandemi Covid-19.
“Saya senang ada les ini karena anak juga ada perkembangan. Dulu sempat saya ikutkan les di tempat lain tapi anaknya juga nggak mau. Kalau di sini mau karena banyak temannya yang berasal dari satu RT,” ujar dia.
Terpisah, Area Manager Communication, Relations, & CSR PT Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah Sub Holding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero), Brasto Galih Nugroho mengatakan pihaknya memberikan CSR di Mojolegi setelah melihat adanya dampak dari Pandemi Covid-19 di Mojolegi sebagai salah satu wilayah yang berada di sekitar Fuel Terminal Boyolali.
“Khususnya dampak terkait pendidikan di mana aktivitas belajar mengajar di sekolah menjadi terhenti,” katanya saat dihubungi, Kamis (14/10/2021).
CSR di bidang pendidikan merupakan salah satu pilar CSR yang dijalankan oleh Pertamina, di samping pilar yang lainnya yaitu kesehatan, lingkungan, dan pemberdayaan ekonomi.
Pilar program CSR dijalankan sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang ada di suatu wilayah tersebut.
“Kami melihat salah satu masalah yang dialami di desa Mojolegi pada saat itu adalah isu pendidikan,” terangnya.
Terkait besaran CSR yang diberikan, Brasto enggan mengungkap nominalnya. Namun demikian, besaran CSR diberikan sesuai dengan kebutuhan dan ketersediaan anggaran Pertamina.
Baca juga: Tularkan Kegemaran Membaca Anak-anak Labuan Bajo Lewat Mobil Pintar
CSR diberikan tidak hanya dalam bentuk materi, namun juga berupa pendampingan dan pembinaan yang berkelanjutan.
“Setiap program CSR Pertamina dijalankan secara berkelanjutan dengan pendampingan dan evaluasi pada setiap program. Hal itu untuk melihat kebermanfaatan dan pengembangan program CSR sesuai dengan potensi dan masalah yang ada di tengah masyarakat,” ujar dia.
Brasto berharap CSR yang diberikan Pertamina mampu memberikan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat di tengah Pandemi Covid-19.
“Pertamina berharap dari setiap program CSR yang dijalankan mampu memberikan peningkatan kesejahteraan masyarakat, baik dari aspek ekonomi, pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan aspek kehidupan lainnya,” tutupnya.
(Tribunnews.com/Daryono)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.