Kisah Lansia di Panti Jompo, Ada yang Senang, Ada yang Merasa Dibuang (2)
Memilih panti jompo untuk menitipkan lansia tidak mudah. Ada yang merasa senang, ada yang merasa dibuang.
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Sebagian orang memilih panti jompo untuk menghabiskan masa tuanya karena memiliki berbagai fasilitas penunjang mulai dari perawatan hingga kehidupan sehari-hari seperti makan, mandi hingga pakaian yang dikenakan.
Tentu ada pilihan panti jomponya. Di Kota Bekasi, misalnya, terdapat dua tipe panti jompo diantaranya yang dikelola oleh Pemerintah dan juga ada pula yang dikelola pihak swasta atau biasa disebut panti jompo eksklusif. Perbedaannya yaitu terkait penanggung biaya selama di panti jompo.
"Memang kalo untuk panti jompo atau panti werdha kalau untuk yang dikelola oleh Kementerian Sosial itu kita punya di Bulak Kapal 'Budi Dharma. Nah kalo untuk swasta di Kota Bekasi juga ada beberapa," kata Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial, Dinas Sosial Kota Bekasi, Epih Hanafih, Kamis (11/11).
Epih menyebut, panti jompo atau panti yang dikelola oleh Pemerintah tentunya Dinas Sosial ikut terlibat penaganannya. Hanya saja, biasanya panti jompo yang dikelola oleh Pemerintah ini biasanya diisi oleh para lansia yang sudah tidak lagi memiliki keluarga.
"Jadi kebanyakan begitu. Kalau di Panti Jompo yang dikelola pemerintah itu banyak yang tidak punya keluarga lagi. Artinya dia sebatang kara. Berbeda dengan yang eksklusif biasanya masih ada keluarganya, dan itu pun ditanggung biayanya," ujarnya.
Untuk memilih panti jompo yang diinginkan, Epih menyebut pihak keluarga perlu mempertimbangkan untuk menempatkan orangtua lansia ke panti jompo yang tepat.
Misalnya harus memilih panti jompo yang sudah direkomendasi. Keduanya juga harus diketahui secara jelas fasilitas yang ada di sana, apalagi terkait pelayanannya apakah para staf berjaga selama 24 jam untuk para lansia di panti jompo itu.
Koordinasi Dinsos
Dalam proses menentukan lansia yang akan tinggal di Panti Jompo, Epih mengatakan akan melakukan asesmen terlebih dahulu jika berkoordinasi dengan Dinas Sosial. Hal ini bertujuan agar sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pihak keluarga lansia tersebut.
"Yang jelas gini kalo tidak ada yang mengurus itu sudah menjadi tanggung jawab kami. Kalau punya keluarga itu sesuai dengan kesepakatan keluarga, apakah mau yang berbayar supaya terjamin atau diserahkan ke kami. Tapi biasanya kalau masih punya keluarga itu tanggung jawab keluarga," kata Epih.
Bukan pembuangan
Psikolog anak dan keluarga Tika Bisono juga menilai bahwa para lansia membutuhkan asesmen sebelum keluarga memutuskan untuk menitipkan orangtuanya ke panti jompo.
Pasalnya, bertambahnya usia justru berbanding terbalik dengan tingkat kedewasaan seseorang yang malah mengalami penurunan. Oleh sebab itu, diperlukan pertimbangan yang matang sebelum bisa menitipkan orang tua ke panti jompo.
"Memang harus ada asesmen ketika usia lanjut. Dalam umur sekian, kita berada dalam kondisi psikologis yang seperti apa. Ada indikator-indikator yang bisa menentukan seorang lansia harus diperlakukan seperti apa," ucap Tika saat dikonfirmasi.
Asesmen tersebut juga dilakukan guna mencari solusi atas permasalahan yang terjadi dalam sebuah keluarga sehingga tidak ada kesan bahwa lansia tersebut seperti dipaksakan saat ditempatkan di panti jompo.
"Tentunya rumah jompo bukan tempat pembuangan meski persepsi ini selalu ada di benak lansia yang dipaksakan masuk. Dalam beberapa case ada yang enggak mau dan dipaksain, tapi ada juga orangtua yang mau memang masuk ke sana," katanya.
Oleh sebab itu, pihak panti jompo diharuskan untuk menjembatani keinginan antara lansia dan keluarga apabila terjadi permasalahan internal. (jos/abs)
Baca juga: KIsah Lansia di Panti Jompo, dari yang Kerasan Sampai yang Terkatung-katung (1)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.