Pengamat Sebut Tidak Ada Pengalihan Aset dalam Skema BOT Bandara Kualanamu
Skema ini dipilih karena justru dapat meringankan AP II dari beban investasi pembangunan infrastruktur yang berbiaya besar.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kemitraan strategis dengan skema Build Operate Transfer (BOT) terkait pengelolaan Bandar Udara Internasional Kualanamu antara PT Angkasa Pura (AP) II dengan GMR Airports Consortium sama sekali tidak ada pengalihan aset seperti jual-beli.
Skema ini dipilih karena justru dapat meringankan AP II dari beban investasi pembangunan infrastruktur yang berbiaya besar.
"Tidak ada unsur penjualan aset sama sekali dalam skema BOT ini, bandara masih tetap milik AP II. Hanya pengelolaannya saja yang diserahkan ke perusahaan patungan antara AP II dan GMR Airports," kata pengamat penerbangan dari Jaringan Penerbangan Indonesia Gerry Soedjatman, kepada media di Jakarta, Kamis (2/12/2021).
Untuk mengelola Bandara Kualanamu dibentuklah perusahaan patungan atau joint venture company (JVCo) bernama PT Angkasa Pura Aviasi (APA), dengan porsi saham 51% milik AP II dan GMR Airports sebesar 49%.
Baca juga: Bandara Kualanamu Dijual ke Investor India? Berikut Jawaban Kementerian BUMN
Namun adanya persentase kepemilikan saham tersebut bukan berarti menyatakan sebagai kepemilikan aset di Bandara Kualanamu.
Menurut Gerry, perusahaan patungan yang dibentuk pun hanya akan berperan sebagai pengelola Bandara Kualanamu.
Ia mengibaratkan kerja sama ini seperti pemilik hotel yang menunjuk perusahaan lain untuk mengelola hotelnya.
"Hotelnya masih milik pemilik, bukan pemilik pengelola. Jadi jangan sampai salah mengartikan. Pemahaman publik yang beredar bahwa ada penjualan aset dalam skema BOT ini jelas salah besar," ujar dia.
Melalui skema BOT ini, AP II juga tidak perlu bersusah payah mencari pembiayaan pembangunan dan pengembangan infrastruktur Bandara Kualanamu dalam rangka peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan.
Dalam skema ini, perusahaan pengelola lah yang akan menanggung pembangunan tersebut dan itu pun menjadi aset milik AP II.
Langkah ini dipilih agar pemerintah tidak perlu lagi menyuntikkan dana terus-menerus ke AP II terkait pengelolaan bandara.
Sehingga AP II harus mencari langkah-langkah yang menguntungkan dalam ranah bidangnya, sambil mengadopsi cara-cara terbaik yang sudah dilakukan di bandara-bandara lain di dunia untuk diterapkan di Bandara Kualanamu.
"Bahkan, nantinya Bandara Kualanamu akan menjadi contoh peningkatan mutu pelayanan bagi bandara-bandara AP II yang lainnya," kata Gerry.
GMR Airports sendiri memiliki pengalaman pengelolaan bandara di beberapa negara untuk meningkatkan trafik penumpang dengan cara menerapkan strategi insentif bagi maskapai-maskapai agar mau meningkatkan penerbangan dari/ke bandara kelolaan mereka.
Baik terhadap maskapai dalam negeri bandara tersebut, maupun maskapai dari luar negeri.
GMR Airports Consortium adalah milik GMR Group asal India dan Aéroports de Paris Group (ADP) asal Prancis, yang dikenal sebagai jaringan operator bandara yang melayani penumpang terbanyak di dunia.
Saat ini GMR Airport mengelola New Delhi’s Indira Gandhi International Airport (Best Airport in India and Central Asia by Skytrax 2019-2021), lalu Hyderabad International Airport di India, Bidar Airport di India, Mactan Cebu International Airport di Filipina, serta tengah mengembangkan Goa International Airport di India, Visakhapatnam International Airport di India, dan Crete International Airport di Yunani.
Menurut dia rekam jejak tersebut diharapkan mampu membantu mewujudkan keinginan AP II untuk mengembangkan Bandara Internasional Kualanamu dengan taarget peningkatan trafik penumpang hingga 54 juta orang pada tahun ke 25 kemitraan, atau setara Bandara Internasional Soekarno-Hatta saat ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.