Ketahuan Punya Bayi, 2 Santri Korban Rudapaksa di Bandung Dikeluarkan Usai 2 Minggu Kembali Sekolah
Dua orang santri korban rudapaksa Guru Pesantren bernama Herry Wirawan diketahui ssempat kembali ke sekolah.
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Dua orang santri korban rudapaksa Guru Pesantren bernama Herry Wirawan diketahui sempat kembali ke sekolah.
Namun mirisnya, mereka malah dikeluarkan dari sekolah setelah ketahuan telah memiliki bayi.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut, Diah Kurniasari Gunawan.
“Sekolah swasta dekat rumahnya, dikeluarkan dengan alasan sudah punya anak,” kata Diah dilansir Kompas.com, Sabtu (11/12/2021).
Diah menambahkan, selama melakukan pendampingan pihaknya memang berupaya untuk korban bisa kembali bersekolah.
Sejak bulan Agustus lalu, sudah tiga korban yang siap sekolah, untuk itu pihaknya mencarikan sekolah untuk mereka.
Baca juga: PBNU Kecam Kasus Rudapaksa Belasan Santri di Bandung, Minta Pelaku Dihukum Kebiri
Mirisnya, dua dari tiga santri tersebut malah dikeluarkan dari sekolah.
Pasalnya pihak sekolah mengatahui bahwa mereka berdua telah memiliki bayi.
Diah mengaku sudah melakukan koordinasi dengan pihak provinsi agar para korban bisa kembali bersekolah, bagaimanapun caranya.
Karena para korban masih sangat kuat keinginannya untuk kembali bersekolah.
“Tadi saya sudah koordinasi dengan Ibu Gubernur, provinsi siap bantu agar mereka bisa sekolah kembali bagaimana caranya nanti dibahas,” terangnya.
Baca juga: Kejaksaan Pastikan Istri Herry Wirawan Tidak Terlibat Terkait Kasus Rudapaksa Belasan Santri
Sekolah Menolak Menerima Korban
Diah mengakui memang ada beberapa kesulitan yang dihadapi untuk membuat korban bisa kembali sekolah.
Salah satunya karena penolakan pihak sekolah untuk menerima korban menjadi siswa.
Padahal pihak sekolah sudah dijelaskan terkait kasus yang menimpa korban, tapi tetap saja sekolah menolaknya.
Akhirnya dua orang korban yang dikeluarkan dari sekolah tersebut kini belum bisa kembali bersekolah.
Baca juga: Jumlah Terbaru Korban Guru Agama Herry Wirawan Berjumlah 21 Santri
Meski demikian, Diah tetap optimis para korban bisa kembali bersekolah, setelah pemerintah Provinsi Jawa Barat mau membantunya.
Selain penolakan dari sekolah, Diah mengatakan kesulitan mengurus ijazah yang dikeluarkan dari yayasan milik pelaku Herry Wirawan ini.
Karena ijazah tersebut ternyata tidak terdaftar nomornya di Kementerian Agama.
Untuk itu Diah akan mengurus persoalan ijazah tersebut dengan Kementerian Agama.
“Ijazahnya sepertinya bodong setelah kita koordinasi dengan kantor Kementerian Agama," pungkasnya.
Baca juga: DPR: Tak Ada Toleransi, Hukuman Berat kepada Guru Pelaku Rudapaksa 12 Santriwati di Bandung
KPAI Desak Guru Pesantren yang Rudapaksa 12 Santri Diberi Hukuman Kebiri
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti meminta Herry Wirawan alias HW, guru pesantren yang merudapaksa 12 santrinya dihukum seberat-beratnya.
Diketahui, jaksa penuntut umum (JPU) menuntut HW dihukum 20 tahun penjara.
Jaksa mendakwakan HW dengan pasal 81 UU Perlindungan Anak.
Retno pun menilai hukuman 20 tahun penjara sudah pantas diberikan ke pelaku.
Baca juga: Singgung Kasus Rudapaksa Santri, Ini Kata Komika Bintang Emon Tentang Kelakuan Pelaku
Terlebih pelaku merupakan tenaga pendidik yang berada di lingkungan dekat para korban.
"Untuk kasus ini tuntutannya nya 15 tahun maksimal. Namun karena pelaku orang terdekat korban maka ada pemberatan."
"Pemberatan itu sepertiga dari 15 tahun itu 5 tahun, maka ditambahkan jadi 20 tahun."
"Ini sudah tepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Retno dalam tayangan YouTube TV One, Jumat (10/12/2021).
Ia pun berharap nantinya majelis hakim menetapkan hukuman penjara selama 20 tahun itu ke pelaku.
Baca juga: Ini Kelakuan Guru Rudapaksa Santri: Eksploitasi Bayi hingga Rampas Dana Bantuan Pendidikan Santri
Selain pidana, Retno menilai perlu adanya hukuman tambahan bagi HW berupa hukuman kebiri.
Hukuman tambahan itu, kata Retno, bisa dilakukan setelah pelaku sudah menyelesaikan masa hukum pokoknya.
"Hukuman tambahan yang saya maksud adalah Kebiri, karena dalam UU ini kebiri ini diperkenankan pada pelaku yang tentu saja perbuatan bejat ya," ujar dia.
Menurut Retno, fakta-fakta yang terungkap soal aksi bejat HW itu bisa mengabulkan hukuman kebiri bagi pelaku.
Seperti korban tindakan bejat pelaku yang melebih dari 1 orang.
Baca juga: Guru Pesantren Rudapaksa Belasan Santri hingga Hamil & Melahirkan, Bagaimana Nasib Bayi Para Korban?
Untuk itu, pihaknya mendesak majelis hakim untuk bisa memberikan hukuman kebiri ke pelaku.
"Ini bisa dilakukan karena korbannya lebih dari satu,yang kedua pelaku melakukannya berkali-kali tidak mungkin satu kali, ketika korbannya bisa hamil."
"Oleh karena itu, memenuhi unsur hukum tambahan kebiri. Jadi bersangkutan bisa dihukum kebiri."
"Itu akan menjadi keputusan hakim yang harus didorong bersama," tegas dia.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Shella Latifa A)(Kompas.com/Ari Maulana Karang)