Doktrin Herry Wirawan pada Santriwati Korban Rudapaksa, Lebih Takut Guru Dibanding Orang Tua
Herry Wirawan mendoktrin para santriwati yang ia rudapaksa agar lebih takut guru dibanding orang tua.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi III DPR RI, Dedi Mulyadi, membeberkan doktrin yang diberikan Herry Wirawan, guru pesantren pelaku rudapaksa santriwati, pada korbannya.
Ia mengungkapkan Herry mendoktrin para korban agar lebih takut pada dirinya dibanding orang tua.
Hal ini disampaikan Dedi saat membeberkan awal mula kronologi kasus rudapaksa yang dilakukan Herry terungkap.
"Korban didoktrin untuk lebih takut pada guru daripada orang tuanya."
"Awalnya tidak mengaku (jadi korban rudapaksa), namun setelah didesak akhirnya mengaku," kata Dedi kepada Kompas.com via sambungan telepon WhatsApp, Minggu (12/12/2021).
Menurut Dedi, kasus rudapaksa yang dilakukan Herry terungkap saat ada paman dari satu di antara korban mengirimkan putrinya, sebut saja A, ke pesantren milik Herry di kawasan Antapani, Kota Bandung.
Baca juga: Herry Wirawan Punya Basecamp untuk Tampung Santri Korban Rudapaksa yang Sudah Melahirkan
Baca juga: Demi Tutupi Aksi Bejatnya, Herry Wirawan Larang Santri Keluar Rumah, Bahkan Belanja Diantar
Namun, A merasa curiga pada teman-temannya, terutama sepupunya, yang sudah lama menjadi santriwati di pesantren tersebut.
A kemudian melapor pada sang ayah agar mengecek kondisi sepupunya.
Laporan tersebut kemudian diteruskan ayah A pada orang tua si santriwati.
Lalu, di bulan Mei, seorang korban pulang dan diinterogasi orang tuanya.
Awalnya, ia tak mengaku tengah hamil karena merasa takut.
Tetapi, setelah itu korban berterus terang dirinya telah dirudapaksa Herry Wirawan hingga hamil.
Kemudian, kata Dedi, orang tua korban membuat laporan ke Polda Jawa Barat.
Namun, ketika itu pelaku masih sempat menelepon korban agar segera kembali ke pesantren.
"Saat membuat laporan itu, pelaku masih menelepon korban agar segera pulang. Bahkan pelaku mengirimkan mobil untuk menjemput korban," jelas Dedi.
Lebih lanjut, Dedi mengungkapkan cara Herry menggaet santriwati.
Baca juga: Deretan Aksi Bejat Herry Wirawan pada Santrinya: Rudapaksa, Dijadikan Kuli, hingga Dana PIP Diambil
Baca juga: 3 Santri Korban Herry Wirawan Dikeluarkan dari Sekolah, Ada Orangtua yang Sempat Ingin Bunuh Pelaku
Menurutnya, Herry sengaja mencari santriwati dari kampung pedalaman di Garut lantaran dianggap lugu.
Para korban diketahui kebanyakan berasal dari Garut selatan, seperti tempat asal Herry.
Dikutip dari KompasTV, Dedi mengatakan perjalanan menuju rumah korban sangat jauh dan hanya bisa diakses menggunakan motor.
Selain itu, kondisi jalan pun tidak begitu bagus.
"Dari kota di Garut selatan saja menuju kampung mereka memakan waktu 7 jam," kata Dedi.
Diketahui, pada Sabtu (11/12/2021) malam, Dedi menengok para santriwati korban rudapaksa di kediaman mereka di kawasan Garut Selatan.
Menurut Dedi, para korban saat ini sudah dalam keadaan baik-baik saja dan bisa menjalani kehidupan normal.
Kendati demikian, masih ada di antara para korban yang masih trauma.
"Tapi, rata-rata mereka (para korban) sudah mulai membaik. Mereka ingin kembali lagi ke sekolah," tandasnya.
Baca juga: Kata Pakar soal Nasib Anak yang Dilahirkan Santriwati Korban Rudapaksa Herry Wirawan
Baca juga: Ramai Desakan Herry Wirawan Dihukum Kebiri, Apakah Akan Efektif? Ini Tanggapan KPAI
Kini Ditahan
Herry Wirawan, pelaku rudapaksa terhadap belasan santri saat ini sudah ditahan di Rutan Kebonwaru Kota Bandung sejak 28 September 2021 lalu.
Kepala Rutan Kebonwaru Bandung, Riko Steven, mengungkapkan kondisi Herry sekarang baik-baik saja.
Menurut Riko, Herry sudah menjalani serangkaian tes Covid-19, termasuk karantina selama 14 hari.
"Sejak awal masuk ke sini pada tanggal 28 September lalu, yang bersangkutan telah mengikuti serangkaian tes kesehatan."
"Termasuk tes Covid-19 yang dilakukan oleh dokter, dan Alhamdulillah semua fisik, raga, dan mentalnya sehat semua."
"Dia juga sudah menjalani masa karantina 14 hari sebagai protokol kesehatan," ungkap Riko pada TribunJabar lewat sambungan telepon, Senin (13/12/2021).
Usai menjalani masa karantina, Herry kemudian dipindahkan ke kamar blok tahanan pada 12 Oktober 2021.
Kendati sudah ditahan selama sekitar 76 hari, Herry hingga kini belum berkomunikasi dengan keluarganya atau sebaliknya.
Riko mengatakan Herry enggan berkomunikasi dengan keluarganya lantaran ingin fokus dalam menghadapi proses persidangan.
Baca juga: Kisah Orangtua Santriwati yang Ditawari Sejumlah Uang oleh Herry: Pelaku Terus Menerus Telpon
Baca juga: Kejati Jabar Pertimbangkan Hukum Kebiri Herry Wirawan, Ahli: Itu Bukan Hukuman, Justru Pengobatan
"Sejauh ini HW belum berkomunikasi dengan pihak keluarganya, begitu pun sebaliknya, karena beliau mengaku ingin fokus dulu dengan persidangannya."
"Mungkin karena dia itu baru melalui enam kali proses persidangan dan persidangan selanjutnya atau ketujuh, akan dilakukan pada 21 Desember nanti," pungkasnya.
Eksploitasi Santri
Herry Wirawan ternyata tak hanya merudapaksa puluhan santriwatinya.
Ia juga mengeksploitasi para korban demi keuntungannya.
Diketahui, Herry merupakan pengurus Pondok Pesantren Madani Boarding School di Cibiru.
Menurut Sekretaris RT setempat, Agus Tatang, para santriwati dipekerjakan sebagai kuli bangunan selama proses pembangunan pesantren tersebut.
"Kalau ada proses pembangunan di sana, santriwati yang disuruh kerja, ada yang ngecat, ada yang nembok, yang harusnya mah laden-nya (buruh kasar) dikerjain sama laki-laki."
"Tapi, di sana mah perempuan semua, enggak ada laki-lakinya," ungkap Agus saat ditemui TribunJabar, Jumat (10/12/2021).
Fakta serupa juga disampaikan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Livia Istania DF Iskandar.
Mengutip Kompas.com, Livia mengungkapkan Herry mengambil dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang seharusnya menjadi hak korban.
"Dana Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku."
"Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," bebernya.
Parahnya, kata Livia, Herry juga memanfaatkan bayi-bayi korban untuk meminta dana bantuan pada sejumlah pihak.
Bayi-bayi malang yang dilahirkan para korban, oleh Herry diakui sebagai anak yatim piatu.
Karena itu, Livia mendorong Polda Jawa Barat untuk mengusut dugaan eksploitasi ekonomi yang dilakukan Herry.
"LPSK mendorong Polda Jabar juga dapat mengungkapkan dugaan penyalahgunaan, seperti eksploitasi ekonomi serta kejelasan perihal aliran dana yang dilakukan oleh pelaku dapat di proses lebih lanjut," tambahnya.
Dihubungi terpisah, kuasa hukum korban, Yudi Kurnia, mengatakan para santriwati tak 100 persen belajar di pesantren yang dikelola Herry.
Mereka mengaku selama ini dijadikan mesin uang oleh Herry.
Setiap harinya, Herry menyuruh para santriwati membuat proposal untuk menggaet donatur agar mau berdonasi untuk pesantren mereka.
Menurut Yudi, tugas membuat proposal tersebut dibagi di antara santriwati.
Ada yang bertugas mengetik dan membereskan proposal untuk menggalang dana.
"Belajarnya tidak full 100 persen, menurut keterangan korban, dia sebetulnya setiap harinya bukan belajar. Mereka itu setiap hari disuruh bikin proposal."
"Ada yang bagian ngetik, ada yang bagian beres-beres proposal galang dana," terang Yudi, Jumat, dikutip dari TribunJabar.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, TribunJabar/Cipta Permana/Sidqi Al Ghifari, Kompas.com/Agie Permadi/Farid Assifa, KompasTV/Hedi Basri)