Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Satu Dekade Tak Luntur, Semangat Noviyanto Produksi Keju Lokal Kualitas Internasional

Saat Noviyanto memutuskan terjun mendirikan pabrik keju, orang tuanya sempat tidak setuju. Orang tuanya lebih menginginkan sang anak untuk jadi PNS.

Penulis: Daryono
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Satu Dekade Tak Luntur, Semangat Noviyanto Produksi Keju Lokal Kualitas Internasional
Kolase Tribunnews/Daryono
Noviyanto dan keju mozzarella produksi pabrik keju Indrakila Boyolali, Jawa Tengah. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Daryono

TRIBUNNEWS.COM – Tiga karyawan tengah sibuk memproduksi keju di pabrik keju Indrakila milik Noviyanto di Desa Kiringan, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (25/12/2021) siang.

Seorang karyawan tampak melakukan proses filata pada susu yang sudah menggumpal atau disebut dadih keju.

Sedangkan karyawan lainnya terlihat memotong-motong dadih dan memasukkannya ke dalam cetakan.

Sebelum dilakukan proses filata, susu sapi mentah terlebih melalui beberapa proses.

Pertama, susu disuling dan dipasteurisasi hingga suhu 72 derajat.

Kedua, dimasukkan bakteri A dan B untuk proses koagulasi atau pengasaman.

Berita Rekomendasi

Setelah itu didiamkan sekitar 1 jam, baru dilakukan proses filata hingga akhirnya menjadi keju.

Karyawan pabrik keju Indrakila tengah memproduksi keju, Sabtu (25/12/2021)
Karyawan pabrik keju Indrakila tengah memproduksi keju, Sabtu (25/12/2021) (TRIBUNNEWS.COM/DARYONO)

Dari pabrik sederhana ini dihasilkan beberapa jenis keju natural yakni mozarella, feta, feta black pepper, feta olive oil, mountain, mountain chili dan boyobert.

Khusus boyobert ini merupakan keju khas Boyolali yang terinspirasi dari keju Prancis, camembert.

Hari itu, karyawan di pabrik Keju Indrakila mengolah 1000 liter susu untuk dijadikan 100 kg keju.

Produksi tersebut untuk memenuhi pesanan di wilayah Jawa Tengah dan DIY.

"Sementara ini terbatas Jawa Tengah dan DIY karena adanya Pandemi, pemasaran ke Bali dan sejumlah kota destinasi wisata lainnya menurun. Konsumsi keju ini kebanyakan memang wisatawan asing," kata Noviyanto saat ditemui di tokonya, Sabtu (25/12/2021).

Baca juga: RESEP Kastengel Keju Pizza untuk Camilan Spesial saat Natal, Simak Cara Membuatnya Berikut Ini

Sebagaimana banyak usaha lainnya, usaha keju Indrakila pun ikut terdampak Pandemi hingga mengalami penurunan omset penjualan hingga 80 persen. Namun, Noviyanto meyakini kondisi ini justru bakal menjadi titik balik usahanya.

Berjalan satu dekade, kualitas yang selama ini dijaga menjadi kunci.

Jalan Terjal Menjadi Perintis Produksi Keju

Perjalanan Noviyanto menjadi perintis produksi keju di Boyolali tidaklah mudah.

Kisah itu bermula saat Noviyanto mendaftar sebagai asisten tenaga ahli pada Deutscher Entwicklungsdienst, sebuah lembaga yang bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Boyolali pada 2007.

Lembaga ini mendatangkan tenaga ahli pengolahan susu dari Jerman, Benjamin Siegl untuk melakukan penelitian tentang potensi pengolahan susu di Boyolali.

Boyolali memang dikenal sebagai kota penghasil susu.

Bahkan kabupaten di timur Gunung Merapi ini mendapat julukan sebagai kota susu lantaran produksi susu sapinya yang melimpah.

Berbekal pendidikan sarjana dan kemampuan bahasa Inggris yang terbilang baik, Noviyanto diterima menjadi asisten Benjamin Siegl.

Mendampingi Benjamin Sigl, mulailah Noviyanto berkeliling Boyolali untuk meneliti kualitas susu di Boyolali.

“Sampai akhirnya ketemu ada daerah taste-nya tinggi, kualitasnya tinggi, cemaran mikobanya sedikit yang mana ini baiknya untuk keju. Kemudian kita coba bikin keju di kantor Bappeda dan minta Bupati untuk mencicipi,” ungkapnya. 

Perintis dan pendiri pabrik keju Indrakila, Noviyanto saat ditemui Tribunnews.com, Sabtu (25/12/2021).
Perintis dan pendiri pabrik keju Indrakila, Noviyanto saat ditemui Tribunnews.com, Sabtu (25/12/2021). (TRIBUNNEWS.COM/DARYONO)

Setelah itu, tim pun memberikan rekomendasi kepada Bupati agar dibangun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pengolahan susu dimana produksi utamanya nanti keju. Namun, saat itu, usulan tersebut ditolak dengan pertimbangan faktor penjualan.

“Itu tahun 2008 bicara keju, saat itu belum banyak kafe. Warung steak aja baru muncul, belum ada kedai pizza, belum ada media sosial. Jadi, saat disampaikan ke dinas teknis, wajar mereka bertanya, jualnya kemana,” ujarnya.

Meski rekomendasi tidak ditindaklanjuti, lulusan Fakultas Tehnik UMS Solo ini tak putus asa.

Ia akhirnya nekat mendirikan pabrik keju dalam bentuk koperasi pada 2009.

Pabrik keju tersebut berada di Karangjati, Kecamatan Karanggeneng, Boyolali.

Modal awal ia dapatkan dari meminjam gaji Benjamin Siegl dan patungan Rp 500 ribu dari sejumlah kenalannya.

Produksi keju dilakukannya disela-sela pekerjaanya sebagai asisten tenaga ahli.

Baca juga: Jelang Akhir Tahun Kebutuhan Daging Sapi Bakal Tembus 114 Ribu Ton, Mentan Pastikan Stok Aman

Pada awalnya, pabrik ini mengolah 40 liter susu per hari.

Jumlah itu terus naik hingga 500 liter per hari pada 2010.

Untuk pemasaran, ia juga dibantu oleh Benjamin Siegl.

Setiap akhir pekan, Benjamin Siegl mengajak Noviyanto ke kafe-kafe untuk bertemu bule sekaligus mengenalkan dan memasarkan keju Indrakila

“Jadi, kalau Sabtu kami nongkrong ke kafe. Saya dikenalin sama bule. Dia bilang ‘besok kalau aku pulang (ke Jerman), pesen keju ke dia saja.’ Kemanapun Mr Ben pergi, saya ikut. Dia ke Solo, Jogja atau Bali, saya ikut hangout bersama dia. Uangnya ya dari gaji saya,” beber pria yang kini berusia 40 tahun ini.

Keju mozzarella produksi pabrik keju Indrakila
Keju mozzarella produksi pabrik keju Indrakila (TRIBUNNEWS.COM/DARYONO)

Pada 2010, Benjamin Siegl kembali ke negaranya karena masa kontraknya telah habis.

Noviyanto pun terus melanjutkan pabrik kejunya.

Seiring waktu, usaha Noviyanto kemudian semakin berkembang.

Terlebih saat mendapat pemberitaan berbagai media massa, keju Indrakila semakin dikenal banyak orang.

Sebelum Pandemi, Noviyanto memproduksi hingga 3000 liter susu per hari untuk melayani pasar Jawa, Bali dan sejumlah kota lainnya. 

Angka itu saat pesanan sedang ramai semisal momen libur Natal.

“Kalau hari-hari biasa ya 1000 liter per hari,” katanya.

Sejak tujuh tahun lalu, pabrik keju Noviyanto tak lagi di Karangjati, tetapi pindah di Desa Kiringan.

Hal ini karena pabrik lama tergusur proyek jalan tol Semarang-Solo.

Pabrik di Desa Kiringan ini lokasinya hanya beberapa ratus meter dari toko Keju Indrakila di Jl Prof Soeharso No 41 Boyolali.

Toko keju Indrakila di Jl Prof Soeharso No 41 Boyolali, Sabtu (25/12/2021)
Toko keju Indrakila di Jl Prof Soeharso No 41 Boyolali, Sabtu (25/12/2021) (TRIBUNNEWS.COM/DARYONO)

Di toko inilah, Noviyanto melakukan penjualan secara langsung.

Tak hanya keju, aneka produk olahan susu dari sejumlah UKM juga turut ditampung.

Di antaranya ada yoghurt dan susu pasturisasi yang dijual dengan harga Rp 10.000 per botol.

Untuk keju, Noviyanto menjual mulai harga Rp 32.000 tergantung jenis dan ukuran.

Tak Sekedar Bicara Keuntungan

Bagi Noviyanto, memproduksi keju lokal dan kemudian menjualnya, tidak sekedar mencari untung. Namun, bagaimana memberi nilai tambah pada produk susu.

Pesan itulah yang ia sampaikan kepada produsen susu di tanah air.

“Waktu itu, susu keluar dari Boyolali masih dalam bentuk susu. Dibawa ke Jakarta atau Surabaya wujudnya juga masih susu sehingga cuma bicara rantai distribusi. Kalau diolah di sini, saya bisa jual lebih mahal. Saya bicaranya bukan rantai distribusi, tapi rantai pertambahan nilai,” jelasnya.

Belum lagi dengan adanya pengolahan susu dipastikan bakal menyerap tenaga kerja.

Noviyanto sendiri saat ini memiliki delapan karyawan. 

Baca juga: 9 Manfaat Susu bagi Kesehatan: Menambah Kesuburan hingga Mengurangi Risiko Penyakit Jantung

Hal itu ia sebut sebagai jalan berbagi rejeki.

Dari sisi pemasaran, susu yang sudah diolah menjadi keju juga lebih efisien.

Ia mencontohkan, untuk mengangkut 3000 ribu liter harus menggunakan sebuah truk.

Sementara saat sudah diolah menjadi keju sebanyak 300 kg, pengangkutan bisa menggunakan mobil yang lebih kecil.

Melalui kiprahnya yang sudah berjalan satu dekade, Noviyanto mendorong para peternak susu di tanah air untuk memberi nilai tambah pada produk susu mereka, tidak sekedar menjual susu segar.

Olahan susu berupa susu pasteurisasi dan yoghurt yang dijual di Toko Keju Indrakila
Olahan susu berupa susu pasteurisasi dan yoghurt yang dijual di Toko Keju Indrakila (TRIBUNNEWS.COM/DARYONO)

Ia pun tidak segan untuk memberi pelatihan kepada siapa saja yang membutuhkan.

Tak hanya itu, keju Indrakila juga membuka kunjungan bagi kelompok ataupun komunitas yang ingin belajar pembuatan keju secara langsung.

“Sudah puluhan kali saya memberi pelatihan pembuatan keju. Ibaratnya, resep bikin keju itu sudah saya buang. Kenapa begitu? Ini kita bicara tanpa pandemi."

"Sebelum pandemi, kami sampai capek dan kehabisan modal, tetap saja tidak bisa menguasai pasar Jawa dan Bali. Pasar keju masih dikuasai pemodal besar yang impor dari luar negeri,” terangnya.

Dengan pelatihan yang ia berikan, Noviyanto berharap semakin banyak produsen susu lokal yang memberi nilai tambah pada produknya dengan mengolah menjadi keju atau produk turunan lainnya.

“Saya berharap produksi pengolahan susu bisa dilakukan sebanyak-banyaknya sehingga menguasai pasar domestik. Tapi kalau sekedar jualan keju impor, lain persoalan, saya sudah besar dari dulu kalau mau,” katanya.

Kiprah Noviyanto sebagai perintis produksi keju lokal di Boyolali ini kemudian mendapat penghargaan Satu Indonesia Award dari PT Astra Internasional pada 2012.

Tak hanya itu, Astra juga memberikan dukungan pada pengembangan pabrik rintisan keju yang dinisiasi Noviyanto di Lumajang, Jawa Timur.

Bertengkar dengan Orangtua

Saat Noviyanto memutuskan terjun mendirikan pabrik keju, orang tuanya sempat tidak setuju.

Orangtua Noviyanto lebih menginginkan sang anak untuk menjadi PNS.

“Orangtua saya pegawai negeri, saya didaftarkan pegawai negeri, tapi saya tidak mau. Kami sempat bertengkar,” ungkapnya.  

Terlebih di masa itu, kecenderungan masyarakat bukanlah berwirausaha tetapi justru menjadi pegawai negeri.

Alin-alih menuruti keinginan orang tuanya, Noviyanto justru menggunakan uang untuk keperluan mendaftar PNS yang disiapkan orang tuanya sebagai tambahan modal usaha pabrik keju.

Seiring pabrik keju Indrakila yang berkembang serta diberitakan oleh media massa, orangtua Noviyanto akhirnya mendukung pilihan sang anak.

“Orangtua mulai memberi dukungan saat media mulai banyak datang meliput pada tahun 2010. Saat itu, bisa masuk TV itu luar biasa, bukan main-main,” terangnya.

Eksis di Tengah Pandemi, Kualitas Jadi Kunci

Pandemi membuat penjualan keju Indrakila mengalami penurunan.

Dari sebelum pandemi mengolah 3000 liter susu per hari, kini turun menjadi 2000 liter per minggu.

Hal ini karena permintaan keju dari Bali dan kota-kota lainnya berkurang akibat ditutupnya wisatawan asing. Namun, kondisi ini tidak membuat Noviyanto menyerah.

Kini ia justru memasarkan kejunya untuk usaha mikro yang menggunakan bahan keju seperti restoran pizza.

“Kita tidak bisa menunggu kapan pariwisata siap. Kita juga tidak tahu kapan pandemi ini berakhir. Jadi sekarang justru mulai dari nol. Tidak mengandalkan pasar wisatawan,” ujarnya.

Keju mozarella produksi pabrik keju Indrakila
Keju mozarella produksi pabrik keju Indrakila (TRIBUNNEWS.COM/DARYONO)

Noviyanto mencatat, kini ia memasok keju untuk 50 restoran pizza di Jateng dan DIY.

Kunci kejunya diminati, lanjut Noviyanto, tak lepas dari kualitas yang selalu ia jaga.

“Permintaan selalu ada, padahal harga keju saya naik karena biaya produksi naik akibat adanya penurunan volume,” jelas dia.

Menurut Noviyanto, kualitas keju yang baik membuat pelanggan tidak berpaling ke brand lain.

Bahkan selalu ada saja pelanggan baru.

“Kekuatan kita memang di kualitas. Keju natural dengan pangsa menengah ke atas,” ujarnya.

Kualitas keju Indrakila diakui oleh Fransiskus, pemilik restoran Fransis Pizza di Sleman, Yogyakarta.

Kepada Tribunnews.com, Fransis mengaku sudah setahun ini langganan keju mozarella produksi Indrakila.

Setiap bulan, restorannya menghabiskan 35 kg keju mozzarella.

Awalnya, Fransis diberitahu tentang keju Indrakila dari salah seorang konsumennya.

“Jadi memang kebetulan nyoba, kata teman enak terus saya coba di pizza saya ternyata produknya bagus. Kalau pizza itu memang yang dijual kan sebetulnya kualitas,” katanya saat dihubungi melalui telepon, Selasa (28/12/2021).

Baca juga: 7 Cara Memutihkan Kulit Secara Alami: Gunakan Campuran Susu dan Tepung Beras

Fransis juga mengaku bangga karena keju berkualitas premium ini diproduksi secara lokal.

Hal ini cocok dengan konsep pizza tipe Napoli dari Italia.

Pizzza di Napoli, terangnya, semua bahan penyusunnya merupakan produk dari wilayah setempat.

Konsep itu yang ia tiru untuk restoran pizzanya.

“Kebetulan Boyolali dan Sleman kan juga sebelah kota. Pas coba di tipe pizzaku kok hasilnya bagus, seperi yang aku bayangkan. Semakin bangga karenanya kejunya sangat deket, sehingga kalau ke pelanggan, aku ceritakan kejunya dari Boyolali,” terangnya.

Selain itu, keunggulan keju Indrakila yakni umurnya yang pendek alias selalu baru.

Saat ada pesanan baru kemudian dibuatkan keju.

Pria 32 tahun yang semasa SMA dan kuliah di luar negeri ini juga sudah melihat langsung proses pembuatan keju Indrakila.

“Cara kerjanya benar-benar pabrik untuk bikin mozzarella, bukan yang aneh-aneh, ditambah ini dan itu. Bener-benar susu sapi ketemu pemisah dan penggumpalnya, cuman tiga macam itu terus dijadikan keju,” pungkasnya.(*)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas