Jampidum Hentikan Penuntutan Restorative Justice Kasus Pencemaran Nama Baik di Aceh Utara
Jampidum menyetujui permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terkait kasus dugaan pencemaran nama baik atas tersangka Fajar.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana menyetujui dan memimpin permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terkait kasus dugaan pencemaran nama baik atas nama tersangka M Jafar.
Adapun Kepala Kejaksaan Negeri Aceh Utara juga menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.
Hal itu berdasarkan peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
"Sebelum diberikan SKP2, tersangka telah di lakukan perdamaian oleh Kepala Kejaksaan Negeri tersebut baik terhadap korban, keluarga korban, yang disaksikan oleh tokoh masyarakat maupun dari penyidik kepolisian," ujar Kapuspenkum Kejagung RI Leonard Eben Ezer dalam keterangannya, Jumat (14/1/2022).
Baca juga: Sepanjang 2021, Polri Selesaikan 11.811 Perkara Secara Restorative Justice
Adapun kasus tersebut bermula saat ada upaya penyelesaian masalah Trisno dan Muslem terkait kasus penebangan pohon pada Sabtu (15/5/2021).
Muslem dianggap menimpa dan merusak tanaman milik Trisno.
Namun, kata Leonard, kasus itu tidak dapat terselesaikan karena ada yang mengompori agar Trisno pindah dari desa.
Setelah itu, masalah tersebut berhasil diselesaikan dan didamaikan di Polsek Nisam.
Lalu pada Minggu (16/5/2021), Ibnu Basir melihat postingan tersangka Fajar yang isinya menulis postingan di akun Facebook yang diduga memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
"Saksi Trisno yang masih dihubung-hubungkan dengan kejadian saksi Trisno dan saksi Muslem," jelasnya.
Baca juga: Diduga Kesetrum, Tawiroji Tewas saat Panjat Pohon Randu, Alami Luka Bakar dan Patah Tulang
Akibatnya, kasus itu sempat diseret ke proses hukum. Tersangka Fajar dari Kejaksaan Negeri Aceh Utara disangkakan melanggar Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.
Hal itu sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Namun telah ada kesepakatan perdamaian antara tersangka dengan korban pada tanggal 30 Desember 2021 (RJ-7) dan tahap II dilaksanakan pada 30 Desember 2021 dihitung kalender 14 harinya berakhir pada tanggal 12 Januari 2022," terang Leonard.
Baca juga: Pemuda di Blitar Pingsan di Atas Pohon Randu Setinggi 10 Meter, Warga Desa Kebingungan saat Evakuasi
Leonard menjelaskan alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif karena tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
Selain itu, pasal yang disangkakan tindak pidananya diancam pidana tidak lebih dari 5 tahun.
"Korban dan keluarganya merespons positif keinginan Tersangka untuk meminta maaf/berdamai dengan korban dan tidak akan mengulangi kembali perbuatannya, serta korban telah memaafkan," jelasnya.
Selain kepentingan korban, Leonard menyebut juga dipertimbangkan kepentingan pihak lain yaitu tersangka masih memiliki masa depan yang panjang dan lebih baik lagi kedepannya.