Warga Tuban Menyesal Jual Tanah Jadi Kilang Minyak, Begini Jawaban Pertamina
Sebelumnya desa tersebut sempat menjadi kampung miliarder dari hasil penjualan tanah ke kilang minyak Pertamina Grass Root Refinery (GRR).
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, TUBAN - Pihak kilang minyak Pertamina Grass Root Refinery (GRR) memberikan jawaban terkait tuntutan demo warga dari Desa Wadung, Mentoso, Rawasan, Sumurgeneng, Beji dan Kaliuntu Kabupaten Tuban, Jawa Timur.
Sebelumnya desa tersebut sempat menjadi kampung miliarder dari hasil penjualan tanah ke kilang minyak Pertamina Grass Root Refinery (GRR).
Baru-baru ini para warga di desa tersebut kini melakukan demo dan mengaku menyesal telah menjual tanahnya.
Presiden Direktur PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP), Kadek Ambara Jaya mengatakan, pihak perusahaan berkomitmen tinggi untuk proaktif melibatkan tenaga lokal dalam proses pembangunan kilang GRR Tuban.
Baca juga: Dulu Berbondong-bondong Beli Mobil, Kini Warga Kampung Miliarder di Tuban Menyesal Jual Tanahnya
Dijelaskan Kadek, hingga land clearing Tahap ketiga yang diselesaikan pada 2021 lalu, kilang GRR Tuban telah melibatkan lebih dari 300 pekerja, di mana 98 persen di antaranya adalah warga sekitar proyek.
"Pelaksanaan pekerjaan land clearing tahap satu hingga tiga telah melibatkan lebih dari 600 warga dari sekitar lokasi proyek," papar Kadek dalam keterangan pers yang diterima, Selasa (25/1/2022), dini hari.
Kadek menjelaskan, lebih jauh lagi perekrutan tenaga kerja dilakukan dengan memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku di bidang ketenagakerjaan, serta ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
PRPP dan Pertamina Project GRR berkomitmen merekrut pekerja yang memenuhi persyaratan dan memenuhi kompetensi yang diperlukan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku didukung oleh PT Pertamina Training & Consulting (PTC).
"Penunjukkan PTC didasari agar proses rekrutmen dapat dilakukan secara transparan, independen dan bebas dari intervensi manapun," pungkasnya.
Baca juga: Kakek Penjual Kopi Tewas Dicekik Tetangganya di Tuban, Berawal Saat Korban Tegur Pelaku
Sekadar diketahui, kilang GRR Tuban merupakan salah satu dari proyek pengembangan kilang yang dikelola Pertamina melalui Pertamina Project GRR Tuban maupun PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP).
Di tahun 2022, PRPP fokus melanjutkan penyelesaian desain teknis (Front-End Engineering Design/FEED) di mana per 31 Desember 2021 penyelesaian kegiatan ini telah mencapai 66,43 persen atau lebih cepat dari target yang dicanangkan di awal tahun 2021 sebesar 59,44 persen.
Mengingat Kilang GRR Tuban nantinya akan menjadi salah satu tonggak kemandirian energi yang menyokong distribusi energi di Indonesia, pihak perusahaan akan terus menjalin sinergitas.
Ttermasuk dengan tenaga kerja lokal guna melanjutkan proyek GRR Tuban secara On Time, On Budget, On Specification, On Return, On Regulation (OTOBOSOROR).
Diberitakan sebelumnya, Aliansi warga enam Desa yaitu Wadung, Mentoso, Rawasan, Sumurgeneng, Beji dan Kaliuntu, Kecamatan Jenu, berunjuk rasa di kilang minyak Pertamina GRR, Senin (24/1/2022).
Sekitar 100 orang yang melibatkan karang taruna enam desa di wilayah ring perusahaan itu, menyoal PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PT PRPP) yang dinilai tidak kooperatif.
Nasib warga yang menyesal jual tanah
Saat pembebasan lahan Pertamina Grass Root Refinery (GRR) Tuban setahun lalu, sebagian besar warga pemilik lahan di Desa Sumurgeneng, Wadung dan Kaliuntu, Kecamatan Jenu, menjadi jutawan dadakan dari uang kompensasi yang besar.
Tetapi itu setahun lalu, karena sekarang tak ada lahan yang boleh ditanami karena sudah dibeli pihak Pertamina GRR.
Baca juga: Kronologi Truk Tabrak 3 Kendaraan Lain di Tuban, Gara-Gara Rem Blong hingga Menewaskan Satu Orang
Sekarang warga yang tak punya pekerjaan harus bertahan hidup, bahkan sampai menjual sapi.
Salah satunya seperti dikisahkan Warsono (44), warga Dusun Tadahan, Desa Wadung, Kecamatan Jenu. Warsono menjual satu dari lima ekor sapi peliharannya hanya agar bisa bertahan hidup.
Pasalnya, ia sudah tidak lagi bekerja sebagai petani yang setiap hari bisa diharapkan untuk mendapatkan rupiah.
"Sudah satu sapi saya jual," kata Warsono ditemui di lahan kosong, Selasa (25/1/2022).
Sebelum ada pembebasan lahan Pertamina GRR setahun lalu, ia selalu bertani ikut orang lain yang memiliki lahan.
Namun setelah lahan dijual ke perusahaan minyak plat merah, lahan itu sudah tidak boleh dikelola.
Ia sempat bekerja pada pembersihan lahan (land clearing) dua kali kontrak, pertama 9 bulan lalu dilanjutkan 8 bulan ke depan, setelah kontrak berakhir kini menganggur.
"Kalau tidak bertani nganggur sekarang, rencana besok mau masuk di pekerjaan land clearing lagi sama Pertamina," pungkasnya.
Kisah warga kampung miliarder di Kecamatan Jenu, memang belum selesai.
Setelah mendapat ganti rugi penjualan lahan untuk proyek kilang minyak Pertamina GRR ) di kecamatan setempat, kini kabar tak mengenakkan datang.
Hal itu diketahui saat unjuk rasa warga enam desa di ring perusahaan patungan Pertamina dan Rosneft asal Rusia, Senin (24/1/2022). Di antaranya Desa Wadung, Mentoso, Rawasan, Sumurgeneng, Beji dan Kaliuntu, Kecamatan Jenu.
Seorang lelaki tua, Musanam, warga Desa Wadung, mengaku menyesal telah menjual tanah dan rumahnya ke PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PT PRPP) setahun lalu.
Kini kakek yang berusia 60 tahun itu sudah tidak memiliki penghasilan tetap, sebagaimana setiap masa panen.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, iapun terpaksa harus menjual sapi ternaknya.
"Sudah menjual tiga ekor untuk makan dan kini tersisa tiga," ujarnya di sela aksi demo.
Sekadar diketahui, kilang GRR Tuban merupakan salah satu dari proyek pengembangan kilang yang dikelola Pertamina, melalui Pertamina Project GRR Tuban maupun PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP), yang berada di Desa Sumurgeneng, Wadung dan Kaliuntu, Kecamatan Jenu.
Seorang kakek warga Desa Wadung, Musanam, mengaku menyesal telah menjual tanah dan rumahnya ke PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PT PRPP), setahun lalu.
Kini kakek yang berusia 60 tahun ini sudah tidak lagi memiliki penghasilan tetap, sebagaimana setiap masa panen.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, ia pun terpaksa harus menjual sapi ternaknya.
"Sudah tak jual tiga ekor untuk makan dan kini tersisa tiga," ujarnya di sela-sela aksi demo.
Hal lain juga disampaikan Mugi (60), warga kampung miliarder lainnya.
Kini ia kesulitan mendapatkan penghasilan setiap panen setelah menjual tanah seluas 2,4 hektare ke perusahaan plat merah tersebut.
Sekarang ia sudah tak lagi mendapat hasil melimpah saat panen.
Padahal dulu biasanya ia bisa mendapat Rp 40 juta saat panen.
"Dulu lahan saya tanami jagung dan cabai, setiap kali panen bisa menghasilkan Rp40 juta."
"Kini tak lagi memiliki penghasilan setelah menjual lahan," ungkap Mugi.
Ia juga bercerita dulu lahan miliknya dijual sekitar Rp 2,5 miliar.
Kemudian uangnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, sisanya ia tabung.
Mugi mengingat, dulu sering didatangi pihak Pertamina saat berada di sawah agar mau menjual lahan.
Segala bujuk rayu pun ditawarkan, termasuk tawaran pekerjaan untuk anaknya.
Namun hingga kini, tawaran tersebut tak pernah terealisasi.
"Dulu saya didatangi pihak Pertamina agar mau jual lahan."
"Janji diberi pekerjaan anak-anak saya tapi tidak ada sampai sekarang," pungkasnya. (Putra Dewangga/M Sudarsono)
Artikel ini telah tayang di Surya.co.id dengan judul TERBARU KAMPUNG MILIARDER TUBAN, Jawaban Pertamina dan Nasib Warga yang Menyesal Telah Jual Tanah