Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dulu Hanya Lihat Sinar Benderang di Australia, Kini 100 Rumah di Pulau Sabu NTT Terang Saat Malam

Desa Loborui Kecamatan Sabu Liae, Sabu Raijua, NTT, kini sudah mendapat penerangan berkat pemasangan instalasi listrik dari pembangkit tenaga surya.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
zoom-in Dulu Hanya Lihat Sinar Benderang di Australia, Kini 100 Rumah di Pulau Sabu NTT Terang Saat Malam
ist
Instalasi PLTS atap di Desa Loburui , Sabu Raijua, NTT. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto

TRIBUNNEWS.COM, KUPANG - Penantian warga masyarakat Desa Loborui Kecamatan Sabu Liae, Kabupaten Sabu Raijua, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk merasakan kehidupan yang layak seperti masyarakat Indonesia lainnya akhirnya terwujud.

Mereka sudah bisa mendapatkan penerangan dari aliran listrik menggunakan pembangkit tenaga surya.

Kebahagiaan warga bukan tanpa alasan.

Selama ini sebagian warga melihat sinar lampu dari benua Australia terlihat benderang di ujung pantai pulau mereka, tapi desa mereka yang sudah puluhan tahun gelap gulita ketika malam menjelang.

Adalah Tiyo Avianto merasakan kepedihan seperti yang dirasakan warga sehingga dirinya bercita-cita menerangi pulau Sabu.

Baca juga: KKP Rampungkan Rancangan Perizinan Berusaha Bangunan dan Instalasi di Laut

Baca juga: Kanwil Kemenkumham NTT Fasilitasi Layanan Bantuan Hukum Gratis Bagi Masyarakat Miskin

Keinginan disambut baik Pertamina Foundation yang siap mendanai untuk menerangi lebih dari 100 rumah penduduk di Pulau Sabu.

BERITA TERKAIT

Tiyo Avianto juga merupakab juara di ajang inovasi PFSains yang diselenggarakan oleh Pertamina Foundation tahun lalu dan menerima funding untuk implementasi PLTS Atap bagi masyarakat di Desa Loburui.

Tiyo mengatakan, lampu yang dipasang di pulau itu mampu menyala sepanjang malam, meskipun kondisi alam sedang mendung dan hujan dan yang terpenting masih ada sinar matahari meskipun redup.

Dirinya telah melakukan uji coba yang dilakukan di Surabaya sejak Agustus 2021 hingga Februari 2022 baik di musim kemarau maupun musim hujan.

“Nilai iradiasi di NTT jauh lebih tinggi dari Jawa, saya yakin justru sistem ini akan berjalan lebih optimal lagi bila diimplementasikan di Desa Loburui, Nusa Tenggara Timur," katanya.

Dikatakannya, teknologi bukan menjadi salah satu fokus pada development hardwarenya, tapi desain pemilihan piranti lainnya juga sangat di pertimbangkan.

Baca juga: Kemendagri Nilai Pembulatan UMP NTT Sudah Sesuai Omnibus Law

Ukuran solar panel yang dibawa tidak bisa berukuran besar dan berat, selain semakin mahal tentu bobot solar panel nya akan berdampak bagi sebagian besar rumah di Desa Loburui yang sebagian besar menggunakan daun.

Dampak lainnya adalah masalah logistik pengiriman, apabila menggunakan solar panel dengan ukuran besar tentu biaya nya akan mahal dan akan sulit untuk di distribusikan ke rumah rumah warga, karena medan jalan yang hanya tanah berbatu, naik turun gunung, dan sangat licin ketika hujan turun.

Alat transportasi sangat untuk sampai ke rumah warga, kita tidak mungkin menggunakan truk untuk melakukan pengiriman, sebagian besar harus kita bawa berjalan kaki berkilo meter jaraknya. Bayangkan bila harus menggunakan solar panel yang besar dan berat.

Tiyo Avianto yang juga mahasiswa pasca sarjana Universitas Ciputra menceritakan, solusi agar listrik PLTS atap bisa dinikmati sepanjang malam bukan karena peralatannya yang overspek dan mahal, tapi harus efisiensi meskipun ukuran nya kecil.

Apalagi lokasi setiap rumah sangat berjauhan satu sama lainnya. Tim implementor di lapangan juga tidak akan optimal apabila kita menggunakan solar panel dengan ukuran besar.

"Semua peralatan di ukur dengan detail dari kebutuhan kondisi daya yang diperlukan, mulai dari tipe lampu, ukuran baterai, termasuk kapan sistem di kondisi siap untuk dinyalakan," katanya.

Meskipun dengan solar panel 50wattpeak, lampu rumah tangga ini bisa digunakan sepanjang malam oleh masyarakat.

Kondisi ini sudah cukup bagi masyarakat Desa Loburui. Terkadang banyak sekali inovasi yang terlalu canggih tapi tidak tepat sasaran dan terlalu mahal sehingga masyarakat kesulitan secara ekonomi ketika terjadi kerusakan di kemudian hari, atau teknologi yang lebih canggih tapi membuat warga kesulitan dalam melakukan pengoperasian.

Selain itu inovasi solar controller ini di klaim memiliki efisiensi diatas 96% sehingga memungkinkan daya dari panel surya bisa optimal mengisi baterai.

Semua peralatan di ukur dengan detail dari kebutuhan kondisi daya yang diperlukan, pemilihan tipe lampu, ukuran baterai, termasuk kapan sistem di kondisi siap untuk dinyalakan.

“Saya mendesain solar controller ini agar tidak perlu pengaturan khusus, mengingat tidak semua masyarakat di sana paham tentang listrik dan elektronika”, tegasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas