Melasti Desa Adat Semaagung Bunyikan Tektekan Ritual Tolak Wabah dan Mohon Kesuburan
Bertepatan dengan purnama kadasa, Kamis (17/3), warga di Desa Adat Semaagung, Banjarangkan, Klungkung menggelar ritual melasti ke Pantai Tegal Besar.
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS.COM, BALI - Melasti serangkaian ngusaba di Desa Adat Semaagung ini sangat unik, karena warga membunyikan tektekan (sejenis kentungan bambu) sembari mengenakan atribut topi yang terbuat dari selepan (janur hijau).
Bertepatan dengan purnama kadasa, Kamis (17/3), warga di Desa Adat Semaagung, Banjarangkan, Klungkung menggelar ritual melasti ke Pantai Tegal Besar, Desa Negari.
Sekitar pukul 09.00 Wita, beberapa warga Desa Adat Semaagung sudah berkumpul di Pantai Tegal Besar, Desa Negari, Klungkung. Warga tampak sangat antusias, karena mereka terakhir kali menggelar melasti ke Pantai Tegal Besar pada 2019 lalu.
"Karena pandemi Covid-19, selama dua tahun kami ngubeng. Melasti tidak dilaksanakan sampai ke Pantai Tegal Besar. Hanya di sumber mata air di Desa Adat Semaagung. Sehingga hari ini antusias masyarakat untuk ikut melasti sangat tinggi," ujar Bendesa Adat Semaagung, Sang Made Suasta Adnyana saat ditemui di Pantai Tegal Besar, Kamis (17/3).
Lokasi melasti kali ini pun harus bergeser ke arah timur, karena lokasi sebelumnya sudah tergerus abrasi.
Namun kondisi tidak menyurutkan niat warga untuk mengikuti ritual yang rutin digelar setiap tahun ini. "Ritual ini berkaitan dengan ngusaba desa di Desa Adat Semaagung. Rangakaian upacara telah disiapkan warga dari 14 Maret lalu," ungkapnya.
Matahari kian terik, tidak lama berselang terdengar sorak sorai dari iring-iringan warga Desa Adat Semaagung yang berjalan kaki sejauh 5 km ke Pantai Tegal Besar.
Didahului oleh beberapa warga yang kesurupan, dan diikuti oleh warga yang bersorak sorai sembari membunyikan tektekan (sejenis instrumen yang terbuat dari bambu).
Penampilan sebagian warga yang mengikuti melasti pun sangat unik. Mereka mengenakan topi yang terbuat dari janur hijau, yang juga dihias berbagai bunga.
"Kalau di Desa Semaagung, tektekan ini juga disebut gredagang. Instrumen yang disakralkan oleh warga, dan dibunyikan dengan irama tidak beraturan," ungkapnya.
Warga meyakini, ritual melasti dengan membunyikan tektekan ini merupakan upaya untuk menolak wabah dan penyakit, termasuk memohon kesuburan untuk seluruh hasil bumi di Desa Adat Semaagung.
Berdasarkan cerita turun-menutun, melasti di Desa Adat Semaagung pernah tidak membunyikan tektekan. Hanya saja situasi desa ketika itu menjadi tidak kondusif.
Sehingga sampai saat ini warga tidak berani mengabaikan tektekan saat melasti.
"Berbagai ritual yang kami laksanakan ini, secara umum untuk memohon keselamatan kepada Yang Maha Kuasa. Serta memohon hasil panen yang baik bagi warga di Semaagung," harapnya.
Setelah pemelastian, iringan Ida Betara akan meajar-ajar nyatur desa dengan berkeliling ke empat arah penjuru desa untuk nyuryanin jagat atau macecingak.
Hal ini bertujuan memberikan perlindungan di seluruh penjuru Desa Pekraman Semaagung.
Selanjutnya, Ida Bhatara di Khayangan Tiga Desa akan nyejer di Pura Melanting selama tiga hari.
Sebelum dilakukan Penyineban yang diakhiri di Pura Dalem Penyarikan untuk nunas tirta pakuluh sebagai tahapan akhir proses melasti Purnama Kedasa di Desa Pekraman Semaagung.
“Tirta tersebut hanya akan ditunas pada saat Penyineban di Pura Dalem Penyarikan dan dipercaya dapat memberikan kesucian dan keharmonisan dan masyarakat,” ungkapnya. (eka mita suputra)
Baca juga: Puji Handoko Bangga Dipercaya Mendesai Piala MotoGP Mandalika