Kasus Korban Bunuh Pelaku Begal di Lombok Tengah, Pakar: Pada Dasarnya Salah, tapi Bisa Dimaafkan
Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel memberikan analisinya terkait kasus korban pembegalan jadi tersangka di Lombok Tengah.
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Sri Juliati
"Cek pembegalannya seperti apa? Apakah juga bisa membuat target kehilangan nyawa?"
"Apa motif korban begal membawa sajam? Seberapa jauh sajam yang dibawanya berpengaruh terhadap perilaku agresif pelaku?" kata Indra.
"Kalau ketiganya terpenuhi, maka hitung-hitungan di atas kertas klaim pembelaan diri akan diterima penegakan hukum," tambahnya.
Indra juga mengajak mengingat kembali kasus pembegalan di Kota Bekasi sekitar 4 tahun lalu.
Kapolres Metro Bekasi Kota saat itu malah pernah memberikan penghargaan kepada warga yang berhasil melumpuhkan begal.
"Jadi, benar kata buku: tempo-tempo otoritas penegakan hukum cukup mafhum bahwa vigilantisme patut didukung," tutur Reza.
Pernyataan Kabareskrim Polri
Reza juga menyoroti pernyataan Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Lewat media, sebelumnya Agus meminta Polda NTB untuk menghentikan kasus Murtade.
Reza menegaskan, penting bagi Polri untuk memastikan masyarakat tidak menangkap pesan secara keliru dalam kasus yang membelit Murtade.
Baca juga: Polri Simpulkan Kasus Korban Begal Bunuh Pembegal di Lombok Hanya Perbuatan Pembelaan Terpaksa
Utamanya seolah membolehkan masyarakat bawa sajam dan membunuh para pelaku begal.
"Mengerikan sekali kalau mindset vigilantisme semacam itu merajalela," tegas Reza.
"Lagi pula, bukankah penyidik harus dijaga independensinya?," tanya dia.
Reza mengaku sepakat dengan substansi apa yang disampaikan Kabareskrim Polri lewat media.