Kronologi Matinya Harimau Sumatra di Pusat Rehabilitasi di Dharmasraya, Berawal Nafsu Makan Turun
Harimau sumatera betina berumur tiga tahun ini turun dari hutan Cagar Alam Maninjau dan memasuki pemukiman diperkirakan karena kekurangan pakan
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Padang Rezi Azwar
TRIBUNNEWS.COM, PADANG - Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang bernama Puti Maua Agam mati di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera di Dharmasraya (PR-HSD) ARSARI, Rabu (8/6/2022) sekitar pukul 05.00 WIB.
Harimau mengalami kematian, karena sakit dalam proses rehabilitasi.
Puti Maua Agam dievakuasi dari konflik harimau-manusia dari Jorong Kayu Pasak Timur Nagari Salareh Aie, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat, pada (10-11/1/2022).
Harimau sumatera berjenis kelamin betina berumur tiga tahun ini turun dari hutan Cagar Alam Maninjau dan memasuki pemukiman diperkirakan karena kekurangan pakan akibat penyakit African Swine Fever (ASF).
Virus ASF menyebabkan kematian massal babi hutan di Kabupaten Agam sebanyak kurang lebih 50 ekor.
Baca juga: Harimau di Pusat Rehabilitasi Dharmasraya Dilaporkan Mati
Begitu tiba di PR-HSD ARSARI pada 12 Januari 2022, Puti Maua Agam segera dilakukan pemeriksaan medis menyeluruh dan rehabilitasi setelah terdeteksi mengalami helmintiasis, defisiensi nutrisi, dan limfositosis.
"Penurunan kondisi Puti diawali ketika ia terpantau sakit pada 18 Mei 2022 dan mengalami penurunan nafsu makan serta beberapa luka miasis," kata drh. Patrick Flaggellata, selaku Manager Operasional PR-HSD ARSARI.
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang bernama Puti Maua Agam di Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera di Dharmasraya (PR-HSD) ARSARI dilaporkan mati pada Rabu (8/6/2022) sekitar pukul 05.00 WIB
Kondisi Puti Maua Agam sempat membaik mulai 27 Mei 2022. Namun, pada 6 Juni 2022 mendadak Puti kembali sakit diikuti dengan hipersalivasi, dan tidak dapat diselamatkan lagi pada 8 Juni 2022.
Pengamatan Tim Medis PR-HSD ARSARI jelang kematiannya, menunjukkan nafas Puti sempat sesak (60 kali/menit).
"Tim memberikan atropin sulfat dan nebul salbutamol, serta menyuapinya dengan menggunakan batang kayu yang diisi pakan daging namun tidak dimakan,” ungkap Patrick yang sangat berduka dengan kematian Puti.
Setelah kematian Puti, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Sumatera Barat memutuskan untuk melakukan nekropsi (bedah bangkai) di hari yang sama.
"Tujuan nekropsi adalah untuk mendapatkan informasi rinci penyebab kematian Puti melalui pengujian laboratorium terhadap sampel dari organ tubuh harimau tersebut," katanya.
Catrini Kubontubuh selaku Direktur Eksekutif Yayasan ARSARI Djojohadikusumo (YAD) selaku pengelola PR-HSD mengungkapkan keprihatinannya.
“Kematian Puti merupakan sebuah kehilangan yang besar bagi kita semua. Terutama mengingat harimau sumatera adalah satwa dilindungi berdasarkan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan," kata Catrini Kubontubuh.
Ia menjelaskan, salah satu penyebab utama satwa ini mengalami konflik adalah karena ketersediaan habitat alami dengan pakan mangsanya kian berkurang.
Ketua YAD, Hashim Djojohadikusumo, juga mengekspresikan belasungkawa.
“Walaupun hal ini merupakan kehilangan besar bagi pecinta dan pegiat pelestarian harimau sumatera, semoga hal ini tidak menyurutkan," kata Hashim Djojohadikusumo.
Ia berharap, pegiat pelestarian harimau tidak surut dan justru semakin membakar semangat semua pihak dalam upaya pelestarian satwa liar Indonesia, khususnya Harimau Sumatera. (TribunPadang.com/Rezi Azwar)
Artikel ini telah tayang di TribunPadang.com dengan judul Kronologi Matinya Satwa Dilindungi Jenis Harimau Sumatera, Sempat Sakit ketika Proses Rehabilitasi