Langkah Desa Sukorejo Sragen Tekuni Biogas, Berbuah Mandiri Energi dan Perkuat Ekonomi
Desa Sukorejo di Kabupaten Sragen mengembangkan biogas dari kotoran sapi sehingga kini warganya telah mandiri energi.
Penulis: Daryono
Editor: Miftah
![Langkah Desa Sukorejo Sragen Tekuni Biogas, Berbuah Mandiri Energi dan Perkuat Ekonomi](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/menyalakan-kompor-yang-menggunakan-biogas-di-rumahnya2.jpg)
Laporan wartawan Tribunnews.com, Daryono
TRIBUNNEWS.COM, SRAGEN - Api warna biru menyala cukup besar dari kompor gas milik Pasri saat knob kompor diputar.
Selain berwarna biru, nyala api juga terlihat stabil.
Sudah sekira empat bulan ini Pasri menggunakan kompor tersebut untuk memasak.
Semenjak itu, ia sudah jarang menggunakan gas LPG 3 Kg dari Pertamina.
“Gas e malah mboten kangge (gas LPG-nya malah jarang kepakai,-Red,” katanya kepada Tribunnews.com saat ditemui di rumahnya di Dukuh Dayu RT 06, Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Kamis (17/6/2022).
Baca juga: India Bangun Stasiun Pengisian Daya Kendaraan Listrik Bertenaga Biogas
Kompor Pasri memang tidak menggunakan gas LPG dari PT Pertamina melainkan menggunakan biogas yang berasal dari kotoran sapi di rumahnya.
Dari instalasi biodigester yang terletak di belakang rumah, biogas berupa gas metana ini dialirkan melalui pipa hingga menyambung ke kompor gas.
![Seorang warga Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen menyalakan kompor yang menggunakan biogas, Kamis (17/6/2022).](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/1menyalakan-kompor-yang-menggunakan-biogas.jpg)
Sebelumnya, Pasri rata-rata menghabiskan tiga tabung LPG 3 kg per bulan.
Dengan demikian, saat ini, setiap bulannya Pasri bisa menghemat pengeluaran keluarga sebesar Rp 60 ribu.
Ia hanya membeli tabung gas LPG 3 kg saat ada acara tertentu dimana mengharuskannya memasak dalam jumlah besar.
Tidak hanya untuk memasak, biogas di rumah Pasri juga bisa dipakai untuk menyalakan lampu petromaks saat listrik dari PLN mengalami gangguan atau mati.
“Kalau oglangan (listrik mati,-Red), juga tidak bingung lagi karena ada lampu petromaks,” beber perempuan berusia 41 tahun ini.
Baca juga: Pembangkit Biogas Pasir Mandoge Perkuat Listrik Sumatera Utara
Pasri mengakui di waktu tertentu ada kendala dalam instalasi biogas di rumahnya.
Kendala itu misalnya terjadi pengendapan pada biodigester sehingga gas menjadi mampet. Namun, saat ada kendala, dirinya bersama sang suami, Widodo, segera berupaya melakukan perbaikan agar masalah bisa segera diatasi.
“Kalau ada yang rusak ya nguprek kalih pak e (memperbaiki bersama suami,-Red),” ujarnya.
![Lampu petromaks yang menggunakan bahan bakar biogas tampak menyala di rumah seorang warga Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen. Foto diambil pada Kamis (17/6/2022).](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/lampu-petromaks-yang-menggunakan-bahan-bakar-biogas.jpg)
Pasri merupakan satu dari 54 keluarga di Desa Sukorejo yang kini sudah mandiri secara energi.
Mereka tidak lagi menggunakan gas LPG Pertamina melainkan menggunakan biogas dari kotoran sapi.
Potensi kotoran sapi di Sukorejo bisa dibilang melimpah mengingat sebagian besar penduduk Sukorejo berprofesi sebagai petani padi dan memelihara ternak sapi.
Desa Sukorejo adalah desa paling selatan yang berada di sisi tenggara Kabupaten Sragen.
Desa berpenduduk 2.642 jiwa ini berbatasan langsung dengan Kabupatan Karanganyar, Jawa Tengah dan Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Tidak sekedar mandiri secara energi, Sukorejo juga mandiri secara pangan melalui pertanian padi organik.
Pertanian padi organik ini didukung adanya pupuk kandang dan limbah cair dari biodigester yang disebut slurry.
Oleh warga, slurry dipakai sebagai pupuk tanaman padi.
“Tanaman padi kami itu pakai pupuk kandang dan pupuk cair yang berasal dari digester biogas. Tidak lagi memakai pupuk kimia,” kata Sriyanto, Ketua Kelompok Tani Sri Rejeki Sukorejo saat ditemui di rumahnya RT 05 Plalangan, Sukorejo, Kamis (17/6/2022).
Baca juga: Jokowi Harap Jerman Jadi Mitra Pengolahan Potensi 474 Giga Watt Sumber Energi Baru dan Terbarukan RI
![Pertanian organik yang dikembangkan di Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen. Tampak sprinkle yang digunakan untuk menyiramkan pupuk cair secara otomatis. Foto diambil pada Kamis (17/6/2022).](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/pertanian-organik-yang-dikembangkan-di-desa-sukorejo.jpg)
Baca juga: Jokowi Kembali Singgung Besarnya Subsidi Energi yang Dikeluarkan Pemerintah
Sriyanto melanjutkan, terintegrasinya ternak sapi yang menghasilkan biogas degan pertanian, membuat setiap keluarga yang sudah menggunakan biogas mendapatkan keuntungan berlipat-lipat.
“Jadi setiap keluarga keuntungannya memang dobel-dobel. Sudah tidak beli gas LPG, tidak beli pupuk kimia, masih lagi mendapat untung dari bertani padi organik dan memelihara ternak sapi,” ungkap Sriyanto yang telah menggunakan biogas sejak 2015 ini.
Kepala Desa Sukorejo, Sukrisno mengatakan program biogas di Sukorejo dimulai sejak tahun 2015.
Pembuatan instalasi biogas dilakukan secara bertahap sesuai dengan ketersediaan dana.
Pada tahun pertama, jumlah keluarga yang memiliki instalasi biogas baru sebanyak 11 Kepala Keluarga (KK).
Lalu, di tahun 2016 dibuat lagi biodigester untuk 12 KK, 2017 dibuat biodigester untuk 13 KK dan di 2021 dibuat lagi untuk 18 KK.
![Instalasi biodigester di kandang sapi milik Sriyanto, warga Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen. Foto diambil pada Kamis (17/6/2022).](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/instalasi-biodigester-di-kandang-sapi-milik-sriyanto.jpg)
Pembuatan biodigester sempat terhenti saat Pandemi lantaran dana desa dialihkan untuk penanganan Covid-19.
Saat ini, total ada 54 KK yang sudah memiliki instalasi biogas.
Instalasi biogas ini, terang Sukrisno, menggunakan teknologi sederhana.
Kandang sapi warga didesain lebih tinggi sehingga kotoran sapi bisa masuk ke inlet.
Dari inlet, kotoran sapi yang bercampur air masuk ke digester.
Setelah itu, di dalam digester akan terjadi proses fermentasi sehingga menghasilkan gas metana.
“Gas metana itu kemudian disalurkan melalui pipa yang tersambung ke kompor dan lampu petromaks,” katanya.
Baca juga: Panas Bumi Dinilai Penting bagi Program Dekarbonisasi untuk Dukung Energi Bersih
Adapun dana pembuatan instalasi biogas itu berasal dari berbagai sumber mulai dari anggaran pemerintah pusat, dana Desa Sukorejo maupun Corporate Social Responsibilty (CSR) pihak swasta.
Berkat pengembangan biogas ini, Desa Sukorejo menyabet Juara 3 Tingkat Provinsi dalam Lomba Desa Mandiri Energi yang diadakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jawa Tengah.
Kemudian, pada 2022 ini, Sukorejo mendapat penghargaan Desa Mandiri Energi kategori Mapan.
Saat ini, lanjut Sukrisno, pemerintah desa terus melakukan inovasi agar program biogas ini bisa terintegrasi secara lebih luas dan semakin memberi dampak peningkatan ekonomi warga.
Pemerintah Desa tengah mengembangkan percontohan terintegrasi antara ternak sapi berbasis biogas, pertanian organik dan perikanan lele.
Pantauan Tribunnews.com, di lokasi percontohan ini, terdapat kandang sapi yang sudah dilengkapi dengan instalasi biogas.
Di sampingnya ada lahan tanaman padi serta kolam ikan lele.
![Percontohan terintegarasi antara biogas, pertanian organik dan perikanan lele yang sedang dikembangkan di Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen. Foto diambil pada Kamis (17/6/2022).](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/percontohan-terintegarasi-antara-biogas-pertanian-organik-dan-perikanan-lele1.jpg)
Pada lahan tanaman padi itu dipasang pipa springkle.
Sementara di atas kolam ikan lele, dilengkapi pipa untuk pertanian hidroponik.
Sukrisno menjelaskan, dengan menggunakan diesel yang bahan bakarnya dari biogas, pupuk cair dari digester dan air dari kolam ikan lele dipompa menuju springkle sehingga bisa menyiram tanaman padi secara otomatis.
“Jadi di situ nanti terintegrasi. Tidak terputus. Kan tidak ada yang terbuang karena sampah-sampah dari pertanian dikasih ke ternak, sampah ternak untuk biogas. Kemudian air dari kolam ikan lele airnya untuk pertanian. Yang dari biogas ini juga pertanian. Akhirnya semuanya berputar di situ,” bebernya.
Menuju Transisi Energi dan Kemandirian
Dihubungi terpisah, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jawa Tengah, Sujarwanto Dwiatmoko mengatakan Pemerintah Jawa Tengah memang mendorong desa-desa di Jawa Tengah agar mandiri energi.
Hal itu dilakukan di antaranya melalui program Desa Mandiri Energi.
“Desa Mandiri Energi itu bila 60 persen energi di desa itu dicukupi dari potensi lokal yang ada di desa itu,” katanya saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (28/6/2022).
Dijelaskan Sujarwanto, program Desa Mandiri Energi merupakan program nasional yang kemudian dipertajam di Jawa Tengah.
Baca juga: Menko Airlangga di Forum B20: Teknologi, Market dan Green Financing Komponen Penting Transisi Energi
Dalam implementasinya di Jawa Tengah, Desa Mandiri Energi dikategorikan menjadi tiga bagian yakni kategori Inisiatif, kategori Berkembang dan kategori Mapan.
Desa Mandiri Energi kategori Inisiatif apabila desa tersebut sudah memiliki inisiatif untuk memanfaatkan energi di desanya secara sistematis.
Kategori Berkembang apabila desa sudah memiliki upaya dan program yang jelas dalam kemandirian energi tetapi produksinya belum mencapai 60 persen.
![Lampu petromaks yang berbahan bakar biogas terpasang di kandang sapi milik warga di Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Sragen. Foto diambil pada Kamis (17/6/2022).](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/lampu-petromaks-yang-berbahan-bakar-biogas1.jpg)
Lalu, kategori Mapan apabila pemenuhan energi yang dikembangkan desa itu sudah mencapai 60 persen.
“Bagi desa yang sudah berkembang kita dampingi, desa yang mapan kita coba stabilisasi dan desa yang insiatif kita dorong,” ujarnya.
Untuk perkembangannya, kata Sujarwanto, saat ini sudah ada lebih dari 2300 desa di Jawa Tengah yang berstatus Inisiatif.
Kemudian untuk yang berstatus Berkembang masih belum banyak yaitu di bawah 100. Sedangkan untuk kategori Mapan masih di bawah 10.
Dengan banyaknya Desa Mandiri Energi, pemerintah berharap kemandirian energi di desa di Jawa Tengah betul-betul terwujud.
“Harapannya ini menjadi kesadaran masyarakat di desa-desa dan kemudian pemerintah daerah memprogramkan hal semacam itu. Sehingga pada saatnya semua desa, kalau semua siap menggerakkan (kemandirian) energi, maka saya yakin yang namanya kedaulatan energi itu akan tercapai,” ujarnya.
Potensi pengembangan energi terbarukan di Jawa Tengah, lanjut Sujarwanto juga masih sangat potensial.
Ada beragam jenis energi terbarukan yang sudah dikembangkan di Jawa Tengah mulai dari bioterma atau panas bumi, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), biogas, wind energy atau energi angin dan wafe energy atau energi tenaga gelombang laut.
Namun demikian, Sujarwanto mengaku pengembangan beberapa energi terbarukan seperti energi angin membutuhkan teknologi yang rumit dan dana yang cukup besar.
“Yang bisa dilakukan masyarakat biasanya memang yang skala kecil karena teknologinya mudah. Energi surya dan biogas ini yang banyak kita dorong agar masyaratakat bisa melakukan itu. Tapi kalau wind energy itu memang skalanya agak besar. Meskipun ada satu desa di Pulau Nusakambangan yang mengembangkan energi surya dalam bentuk komunal dan digabung dengan wind energy. Nah, wind energy-nya ini dibantu CSR perusahaan. Sehingga dia kuat sekali dari produksi energinya,” ungkapnya.
Baca juga: Apresiasi Pemerintah Subsidi BBM dan LPG, Pertamina Jaga Pasokan Energi
Khusus biogas, meski skalanya kecil, Sujarwanto terus mendorong agar desa-desa mengembangkannya.
Selain untuk kebutuhan energi, pengembangan biogas juga untuk mengatasi persoalan sampah.
“Biogas, ini memang skala kecil, tapi memang tujuan besarnya disamping energi juga mengatasi limbah. Istimewanya biogas di situ. Jadi tidak besar, tetapi tersebar dimana-mana,” katanya.
Selain tujuan kemandirian energi, karena yang dikembangkan dalam Desa Mandiri Energi ini adalah energi terbarukan, pemerintah ingin mengupayakan terjadinya transisi energi.
Yakni mengambil peran menggeser konsumsi energi yang bersumber dari fosil, minyak, gas dan batubara, beralih ke energi terbarukan.
“Tujuan keduanya adalah bagaimana untuk mengurangi ketergantungan energi fosil yang disubsidi dan mengurangi emesi gas karbondioksida. Artinya kita juga ingin pembangunan yang rendah karbon,” pungkasnya (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.