Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Usaha Warga Mundu Klaten, Manfaatkan Limbah Kotoran Sapi untuk Menuju Desa Mandiri Energi

Kisah sukses warga Desa Mundu, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten memanfaatkan limbah kotoran sapi menjadi biogas untuk menuju Desa Mandiri Energi.

Penulis: Sri Juliati
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Usaha Warga Mundu Klaten, Manfaatkan Limbah Kotoran Sapi untuk Menuju Desa Mandiri Energi
TRIBUNNEWS.COM/SRI JULIATI
Wantini, warga Dukuh Dungus, Desa Mundu, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten memasak air menggunakan kompor yang berbahan bakar biogas. Warga di Desa Mundu sukses memanfaatkan limbah kotoran sapi menjadi biogas untuk menuju Desa Mandiri Energi. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sri Juliati

TRIBUNNEWS.COM - Nyala api biru muncul ketika Wantini menyalakan kompor dua tungku miliknya di dapur.

Warga Dukuh Dungus, Desa Mundu, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten itu segera meletakkan sebuah panci berisi air di atasnya.

Sembari menunggu air yang dijerangnya mendidih, Wantini menyiapkan beberapa gelas berisikan gula dan kantong teh.

Tak jauh dari kompor yang dipakai Wantini untuk memasak air, terdapat sebuah instalasi berupa paralon tinggi yang menempel pada dinding.

Paralon tersebut tersambung dengan regulator warna hitam yang dipasang di belakang kompor.

Sementara di samping paralon, terdapat sebuah alat ukur dilengkapi tulisan berupa angka.

Berita Rekomendasi

Tak ada tabung gas elpiji yang terpasang di dekat alat memasak itu.

Usut punya usut, nyala api yang keluar dari kompor ternyata berasal dari gas yang disalurkan melalui pipa.

Adapun sumber gas tersebut adalah hasil pengolahan kotoran sapi yaitu biogas.

Biogas Desa Mundu 1
Nyala api dari kompor yang menggunakan bahan bakar biogas milik Wantini, warga Dukuh Dungus, Desa Mundu, Desa Mundu, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten.

Ternyata, sudah hampir delapan tahun lamanya, Wantini menggunakan biogas sebagai sumber energi alternatif pengganti LPG di rumahnya untuk memasak.

Keraguan menggunakan sumber energi alternatif ini memang sempat membayangi Wantini.

Namun seiring dengan beragam manfaat yang dituainya, ia semakin mantap menggunakan biogas.

"Awalnya takut kalau nanti muncul baunya dan mempengaruhi rasa masakan. Ternyata enggak, cuma pas awal-awal saja."

"Terus nggak khawatir juga kalau sewaktu-waktu kehabisan bahan bakar untuk memasak, karena akan selalu tersedia," katanya kepada Tribunnews.com, Sabtu (25/6/2022).

Hal serupa juga disampaikan seorang warga Desa Mundu lainnya, Pujianto yang selama setengah tahun ini telah menggunakan biogas.

Sebelum menggunakan biogas, ia kerap menghabiskan tiga hingga empat tabung gas ukuran 3 kg per bulan untuk memasak.

Kini, Pujianto hanya perlu mengolah limbah kotoran sapi miliknya untuk dijadikan pengganti elpiji.

"Pengeluaran pun bisa ditekan, uang yang biasa dipakai membeli gas elpiji sebesar Rp 60 ribu sampai Rp 80 ribu, bisa dialihkan untuk kebutuhan lain," ujar Pujianto.

Tak berhenti sampai di situ, Pujianto juga kerap diminta untuk membangun instalasi pengolahan limbah kotoran sapi milik sejumlah warga.

Arisan Biogas

Papan yang menunjukkan anggota arisan biogas Desa Mundu, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten
Papan yang menunjukkan anggota arisan biogas Desa Mundu, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten (TRIBUNNEWS.COM/SRI JULIATI)

Wantini dan Pujianto hanyalah dua dari sekian banyak warga Desa Mundu yang kini menuai manfaat dari pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi sumber energi untuk memenuhi kebutuhan gas rumah tangga mereka.

Masih ada puluhan warga Desa Mundu lainnya yang turut merasakan manfaat serupa, bahkan secara tak langsung ikut membantu perekonomian mereka.

Kisah sukses warga Desa Mundu memanfaatkan limbah kotoran sapi itu rupanya berawal dari ketidaksengajaan.

Ketua Kelompok Tani Ternak Margo Mulyo Desa Mundu, Teguh Sutikno mengatakan, Desa Mundu dikenal sebagai satu di antara sentra peternakan sapi perah dan potong di Klaten.

Bahkan jumlah sapi di Desa Mundu, bisa mencapai 200 ekor dalam satu dukuh.

"Hampir 90 persen warga di sini berprofesi sebagai peternak sapi," ujar Teguh.

Sayangnya, pemanfaatan kotoran sapi di Desa Mundu belumlah maksimal.

Warga hanya memanfaatkan limbah ternak sebagai pupuk tanaman atau malah dibuang begitu saja.

Adalah Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) Surakarta yang melirik potensi belum tergarapnya limbah kotoran sapi tersebut.

Masuk pada 2013, LPTP memberikan pendampingan agar masyarakat dapat secara mandiri mengolah limbah kotoran sapi menjadi bentuk yang lain, yaitu biogas.

Tak sekadar memberikan sosialiasi, pihak LPTP ingin agar ada percontohan pengembangan biogas di rumah warga.

Gayung bersambut, sejumlah anggota kelompok tani ternak yang dipimpin Teguh berminat untuk mengikuti program tersebut.

Di tengah rasa semangat menyala, mereka harus menghadapi kendala pertama: butuh biaya yang cukup besar agar bisa membangun biodigester atau unit untuk memproses limbah kotoran sapi menjadi biogas.

Teguh dan anggota kelompok tani ternak memutar otak, mencari cara bagaimana mengumpulkan dana agar bisa membangun biodigester.

Mereka tak bisa hanya mengandalkan bantuan dari LPTP atau pihak lainnya.

Hingga akhirnya, tercetuslah ide arisan biogas yang dinilai Teguh sebagai satu bentuk gotong royong atau saling bantu antar-warga.

Setiap malam Jumat Kliwon, lima anggota kelompok tani ternak Desa Mundu berkumpul membentuk kelompok arisan.

"Skemanya sama seperti arisan kebanyakan, kami kumpulkan uang, saat itu per orang Rp 500 ribu."

"Setelah terkumpul, dana tersebut kami belikan material untuk membangun biodigester di rumah milik anggota arisan yang telah siap," ucap Teguh.

Lewat kegiatan arisan pula sejumlah hal terkait pengembangan biogas dibahas, termasuk beberapa permasalahannya.

Teguh sangat bersyukur sebab pihak LPTP setia mendampingi kelompok arisannya hingga segala proses pengolahan limbah kotoran sapi bisa selesai dilakukan.

Termasuk denah instalasi biodigester juga telah disiapkan LPTP.

"Bahkan sampai ke detail masalah kecil, seperti membersihkan kompor diajari dari LPTP," katanya.

Perlahan tapi pasti, sejumlah warga lain mulai tertarik untuk mengembangkan hal serupa.

Mereka menilai, usaha pengembangan biogas di Desa Mundu dirasa memberikan banyak manfaat.

Selain bisa menjadi energi alternatif pengganti elpiji, biogas juga bisa menjadi pengganti energi listrik untuk menyalakan lampu.

Yang tak kalah penting, masalah terkait pengolahan limbah kotoran sapi juga teratasi.

Untuk membangun instalasi biodigester, menurut Teguh, juga tak perlu membutuhkan tempat yang luas.

Pasalnya, hampir sebagian besar instalasi dibangun di bawah permukaan tanah.

Berawal dari lima anggota kelompok tani ternak, kini sudah ada 60 rumah di Desa Mundu yang menggunakan biogas sebagai bahan bakar untuk memasak.

Lokasinya pun tak hanya di Dukuh Dungus, tapi tersebar di beberapa dukuh, misalnya Asri Kadang, Salaman, Kwarangan, Gatak, Kebonpakel, hingga Gawe Rejo.

"Tetap yang paling banyak adalah di Dukuh Dungus, hampir 2/3 di sini," kata Teguh.

Untuk pendanaan, sebagian besar warga menggunakan skema yang sama, yaitu arisan biogas.

Pria kelahiran 1974 itu tak menampik, keberhasilan lima anggota arisan biogas pertama yang diinisiasinya menjadi contoh warga lain.

"Karena dilihat-lihat memang lebih banyak manfaatnya. Yang pertama, mengurangi biaya operasional rumah tangga karena masyarakat tidak perlu lagi membeli gas elpiji."

"Yang kedua, kandang sapi menjadi lebih bersih dan sanitasinya jauh lebih lancar. Yang ketiga lebih aman, misalnya tidak ada masalah kebocoran tabung gas," kata Teguh.

Manfaat lain, sumber energi alternatif ini bisa diperoleh secara gratis melalui hewan ternak mereka.

Tak hanya itu, masyarakat juga dilibatkan untuk ikut serta membangun biodigester sebagai tukang.

Proses Pengolahan

Biogas Desa Mundu 2
Pujianto menunjukkan biodigester yang tengah dibangun di rumah milik seorang warga di Dukuh Gatak, Desa Mundu, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten, Sabtu (25/6/2022).

Teguh menjelaskan, proses pengolahan limbah kotoran sapi menjadi biogas di Desa Mundu, sangatlah sederhana.

Kotoran ternak yang ada di kandang dimasukkan ke dalam lubang pencampur dan diaduk, lalu masuk ke dalam kubah.

Di dalam kubah inilah, proses fermentasi untuk menghasilkan gas terjadi.

Gas hasil pengolahan tersebut akan dialirkan ke rumah melalui pipa kecil dan bisa langsung dipakai sebagai bahan bakar untuk memasak.

Sementara itu, ampas dari hasil pengolahan biogas (bio-slurry) akan masuk ke kolam output dan tidak dibiarkan begitu saja.

Ampas tersebut masih bisa dimanfaatkan sebagai pupuk untuk tanaman mereka atau dijual ke pihak luar.

Bio-slurry ini tidak berbau, tidak mengandung penyakit, bahkan kaya nutrisi dan manfaat.

"Untuk yang padat, biasanya kami pakai sebagai pupuk organik di sawah."

"Sementara yang cair, dikemas dalam satu wadah dan dijual ke pihak luar, satu di antaranya dijual sebagai pupuk tanaman bawang merah di Karanganyar," kata Teguh.

Teguh juga menjelaskan, hasil biogas yang diperoleh dari pengolahan tersebut, sangat beragam tergantung seberapa besar volume atau ukuran biodigester yang dibangun.

Umumnya, warga membangun biodigester dengan volume 6 meter kubik dan 8 meter kubik.

"Kalau volumenya 6 meter kubik, (biogas) bisa dimanfaatkan untuk satu rumah dengan anggota keluarga sebanyak 1-6 orang. Sementara yang 8 meter kubik, bisa untuk dua rumah," katanya.

Menurut Teguh, untuk pengisian awal membutuhkan lebih banyak kotoran sapi agar bisa menghasilkan gas.

Itu pun biogas tidak akan langsung keluar, baru berupa embun air dan hal tersebut wajar.

Dua atau tiga hari kemudian, barulah biogas keluar dan bisa segera dimanfaatkan.

Pada tahap awal, api yang keluar akan dibarengi dengan bau, tapi hal itu tidak berlangsung lama.

"Setelah itu, bisa terus dapat dipakai," katanya.

Teguh menyarankan, agar setiap hari, biodigester diisi setiap hari untuk menghindari pengendapan dan biogas dapat digunakan setiap saat.

"Sebaiknya memang diisi setiap hari, semisal telat satu atau dua hari nggak masalah. Namun, kalau lama nggak diisi, kotoran akan mengendap. Mau tidak mau, kotoran harus diencerkan dan dikuras secara manual," ungkapnya.

Desa Mandiri Energi

Papan keterangan Arisan Biogas yang menempel di rumah milik Teguh Sutikno di Dukuh Dungus, Desa Mundu, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten.
Papan keterangan Arisan Biogas yang menempel di rumah milik Teguh Sutikno di Dukuh Dungus, Desa Mundu, Kecamatan Tulung, Kabupaten Klaten. (TRIBUNNEWS.COM/SRI JULIATI)

Atas usaha memanfaatkan limbah kotoran sapi menjadi biogas, Dukuh Dungus Desa Mundu pernah diganjar juara tiga dalam ajang Lomba Desa Mandiri Energi Tingkat Provinsi Jawa Tengah pada 2018.

Prestasi lain yang ditorehkan Desa Mundu adalah menjadi pelopor Kampung Mandiri Energi yang diberikan LPTP pada 2019.

Pengembangan pengolahan kotoran sapi menjadi biogas juga tak lepas dari peranan dan dukungan pihak pemerintah desa.

Wujud dukungan tersebut, kata Teguh, mengalokasikan Dana Desa sebagai program pemberdayaan untuk membantu warga membangun biodigester.

Pasalnya, untuk membangun biodigester dibutuhkan dana sekira Rp 10 juta, meliputi pembelian material, instalasi, hingga membayar jasa tukang.

Diharapkan dengan adanya stimulan ini, akan semakin banyak warga yang tertarik untuk beralih ke biogas.

Jika perlu, kata Teguh, seluruh warga Desa Mundu akan menggunakan biogas sebagai bahan bakar alternatif sebagai perwujudan mandiri energi.

"Selain itu, pemanfatan biogas tidak hanya untuk aktivitas memasak, tapi juga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain, misal menyalakan lampu," tutupnya. (*)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas