Menurunkan Angka Stunting Harus Dilakukan Bersama, Tak Bisa Bekerja Sendiri
Faktor ekonomi menjadi salah satu faktor penyumbang kejadian stunting dan gizi buruk pada anak. Pemahaman orangtua soal makanan bergizi masih rendah.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU - Hasil temuan Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) di beberapa daerah di Indonesia yang telah terpapar edukasi gizi, sejumlah daerah angka stuntingnya tinggi, tapi ASI ekslusifnya juga tinggi.
Namun ada daerah yang angka stuntingnya rendah namun ditemukan kesalahan pola makan anak seperti anak terbiasa konsumsi susu kental manis sebagai minuman sehari-hari, ini memang tidak langsung terjadi stunting.
"Tapi pola konsumsi yang salah ini akan menyumbang gangguan-gangguan kesehatan pada anak kelak, seperti obesitas, diabetes dan jantung," kata Ketua Harian YAICI, Arif Hidayat saat sosialisasi, pembekalan kader dengan metode ToT hingga edukasi langsung ke masyarakat di Rumbai Barat, Kec. 50 Pekanbaru dan Tenayan Raya Provinsi Riau belum lama ini.
Baca juga: Stunting Bisa Hambat Terwujudnya Generasi Emas 2024
Dikatakannya, mengacu data hasil survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi balita stunted di Kota Pekanbaru sekitar 11 persen dan angka itu lebih rendah dari prevalensi stunting nasioal sebesar 24 persen.
Meski demikian, edukasi mengenai pemenuhan gizi di masa 1000 HPK sebagai upaya pencegahan stunting tetap perlu dilakukan.
Arif Hidayat mengatakan, sasaran edukasi tidak hanya untuk daerah dengan angka stunting yang tinggi saja, namun daerah-daerah dengan angka stunting yang rendah.
"Bahkan yang nol persen stunting pun tetap perlu diberikan edukasi. Edukasi dan penyebaran informasi harus terus menerus dilakukan supaya kita bisa mencegah jangan sampai terjadi stunting,” kata Arif.
Sekretaris Daerah Kota Pekanbaru Muhammad Jamil mengatakan, pihaknya mendukung penuh kegiatan edukasi yang dilakukan oleh organisasi-organisasi masyarakat.
"Banyak organisasi dengan kader-kader yang banyak bergerak dibidang kesehatan seperti Aisyiyah dapat berperan menjadi bagian dalam upaya mengejar target penurunan stunting di Pekanbaru sebesar 6 persen," katanya.
Jamil berharap kota Pekanbaru bebas stunting, kalau nggak bisa zero minimal di angka 6 persen.
"Memang stunting harus dikeroyok, kita tidak bisa bekerja sendiri. Makanya kita bentuk tim untuk pencegahan stunting di Kota Pekanbaru,” kata Jamil.
Jamil juga mengakui, kota Pekanbaru masih belum lepas dari kemiskinan yang menjadi salah satu faktor penyumbang kejadian stunting dan gizi buruk.
Selain itu, pemahaman masyarakat mengenai stunting serta makanan bergizi juga masih rendah.
Oleh karena itu, ia berharap hasil penelitian mengenai gizi dan konsumsi kental manis pada balita dapat menjadi masukan dalam mengatasi persoalan stunting di kota Pekanbaru.