Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Seperti di Dunia Nyata, Norma Norma Kesopanan harus Diterapkan di Dunia Maya

Memegang teguh etika, penyebaran hoaks yang marak di media sosial dan aplikasi pesan instan diharapkan bisa ditekan.

Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Seperti di Dunia Nyata, Norma Norma Kesopanan harus Diterapkan di Dunia Maya
TRIBUNJATENG.COM
Ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto 

TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Istilah ‘Jarimu Harimaumu’ menjadi pengingat bagi setiap orang untuk selalu mengontrol diri dan bersikap sopan dengan tidak asal berkomentar di group chat yang saat ini masif digunakan.

Dengan memegang teguh etika, penyebaran hoaks yang marak di media sosial dan aplikasi pesan instan diharapkan bisa ditekan.

Demikian yang dibahas dalam webinar bertema “Menjaga Etika dalam Berkomunikasi di Group Chat di Makassar, Sulawesi Selatan akhir pekan lalu.

Diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi, webinar ini menghadirkan narasumber Founder 30 Degree Media Network Fajar Sidik; Pegiat Japelidi dan Mafindo Citra Rosalyn Anwar; dan Anggota Relawan Edukasi Anti Hoax Indonesia (Redaxi) Wildan.

Fajar Sidik mengatakan, saat ini hampir semua orang sudah terkoneksi dengan internet sehingga harus hati-hati dalam berinteraksi dan membagikan segala sesuatu di ruang digital.

"Sama seperti di dunia nyata, norma-norma kesopanan juga harus diterapkan di dunia maya.

Berita Rekomendasi

Setiap individu, kata dia, harus punya kompetensi untuk memilah dan memilih informasi, jangan asal membagikan," katanya.

Fajar menyebutkan sekurangnya 10 etika dalam berinteraksi di media sosial atau mengunggah sesuatu di dunia maya antara lain menggunakan bahasa yang baik, bukan SARA dan pornografi, bijak dalam menyukai suatu unggahan (memberikan Like), bijak dalam meneruskan informasi atau konten.

Kemudian bijak saat berkomentar, jangan asal memotong atau cropping, tangkapan layar (screenshot) yang tidak merugikan, menyertakan atau menyebutkan sumber, melaporkan masalah yang meresahkan, serta tidak memberikan informasi atau data pribadi.

“Kalau mau berkomentar atau menyampaikan pendapat harus bijak karena dampak dari asal ketik di dunia maya ini bisa menimbulkan salah paham dan saling tuduh. Pada akhirnya reputasi kita bisa hancur dan tidak dipercaya lagi,” ujarnya. 

Citra Rosalyn Anwar menyinggung tata krama dalam berinteraksi dengan orang lain melalui aplikasi pesan instan seperti WhatsApp (WA), di mana saat ini WhatsApp Group (WAG) sudah begitu masif digunakan dalam keseharian masyarakat Indonesia.

Salah satu yang kerap terjadi adalah orang membuat WAG dan langsung memasukkan kontak orang lain tanpa pemberitahuan atau izin terlebih dulu.

“Padahal ada pilihan, salah satunya bisa invite melalui tautan atau link. Jadi, orang itu yang akan memutuskan apakah dia akan bergabung di WAG tersebut atau tidak,” ucapnya.

Baca juga: Viral Kasus Perselingkuhan ASN, Suami WAG Tegaskan Punya Cara Sendiri Selesaikan Masalahnya

Rosalyn juga mengingatkan etika dalam menegur orang lain yang dinilai tidak sopan saat berkomentar di WAG. Caranya yaitu dengan memberi tahu atau mengirim pesan secara pribadi, bukan di WAG. Alternatif lain adalah meminta admin WAG yang menegur.

 “Kalau menegur langsung di WAG pasti heboh karena orang itu nge-chat pakai jari tapi bacanya pake hati, jadinya berantem dan baper. Jadi, dalam memberi tahu atau menasihati orang itu harus dalam hening, kalau di keramaian ngajak berantem namanya,” tukasnya.

Citra menambahkan, pada prinsipnya setiap pengguna internet harus menyadari bahwa dirinya berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan yang lain, bukan sekadar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, namun dengan karakter manusia sesungguhnya.

Sementara itu, Wildan mengungkapkan, berdasarkan survei Masyarakat Telematika Indonesia tahun 2019, media sosial menjadi saluran penyebaran kabar bohong atau hoaks tertinggi yakni 87,5 persen diikuti aplikasi pesan instan yaitu 67 % . Menurut dia, berita hoaks diciptakan orang pintar tapi jahat, lalu disebarkan orang baik tapi kurang literasi.

“Tidak semua mampu menangkis atau menyaring konten hoaks dan ini berbahaya karena bisa menyangkut keselamatan masyarakat," katanya.

Ia mencontohnya sesudah tsunami Aceh 2002, masyarakat setempat sering menerima berita hoaks isu-isu tsunami, sampai-sampai tengah malam panik untuk segera melakukan evakuasi.

"Dampaknya lalu lintas penuh dan memicu terjadinya kecelakaan,” bebernya.

Baca juga: Sosok WAG Oknum ASN Selingkuhan Suami Polwan Suci Darma, Disebut Pernah Bawa Cowok ke Rumah

Wildan mengingatkan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun sesuai pasal 14 KUHP bagi pelaku penyebar hoaks yang menimbulkan keonaran.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas