Dasar Hukum Tiket TN Komodo Rp 3,75 Juta Tidak Jelas, Anggota DPRD NTT: Bisa Dianggap Pungli
Wakil Ketua DPRD NTT, Inche Sayuna mengatakan pemberlakuan tarif baru pada Pulau Komodo dan Pulau Padar bisa dianggap pungutan liar
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, MAUMERE - Pemerintah khususnya Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dinilai tidak memiliki landasan yang jelas membuat kebijakan kenaikan tarif Masuk Taman Nasional Komodo Labuan Bajo.
Akibat kebijakan itu, tarif masuk kini Rp 3,75 juta.
Baca juga: Sempat Menolak dan Mogok Kerja, Formapp Mabar Kini Dukung Kenaikan Tarif Taman Nasional Komodo
Wakil Ketua DPRD NTT, Inche Sayuna mengatakan pemberlakuan tarif baru pada Pulau Komodo dan Pulau Padar bisa dianggap pungutan liar (pungli).
Menurutnya, peraturan daerah (Perda) belum diketahui DPRD. Begitu juga dengan Peraturan Gubernur (Pergub).
“Harus ada dasar hukumnya. Dasar hukumnya yang menetapkan tarif itu apa? Apa dasar hukumnya?” tegas Inche kepada wartawan, Selasa (2/8/2022.
Ia mengatakan, kalau sudah ada dasar hukumnya, pihaknya akan melihat seperti apa aturannya.
“Peraturan itukan ada masa ujinya. Ketika ditetapkan, lalu ada resistensi dari masyarakat, ya, kita harus melakukan evaluasi terhadap itu,” ujarnya.
Inche kembali menegaskan, ketika melakukan pungutan kepada siapapun maka harus punya dasar hukum yang jelas.
Baca juga: Harga Tiket Masuk Taman Nasional Komodo Naik Jadi Rp 3,75 Juta, Dasar Hukumnya Dipertanyakan
“Mau Pergub, mau Perda itu harus ada. Itu legitimasi. Kalau tidak itu dianggap pungutan liar (Pungli),” katanya.
Ia mengatakan, peraturan itu tidak mutlak, tidak abadi. Ada uji sosiologi dan publiknya.
“Jadi, kalau Pemerintah kemudian menerapkan aturan itu, lalu kemudian masyarakat melakukan penolakan, maka Pemerintah harus bisa melakukan evaluasi kembali kepada aturan itu. Supaya ada negosiasi berimbang antara rakyat dan Pemerintah,” katanya.
Menurut Inche, ada 3 dasar membuat aturan, yakni ada kewenangan, rujukan hukum, dan prosedurnya. Tiga poin ini kata dia, harus diperhatikan secara baik-baik.
“Tiga poin ini betul-betul kita harus perhatikan. Prosedurnya itu, misalnya sosialisasi kepada masyarakat,” ujarnya.
Baca juga: Asosiasi Angkutan Labuan Bajo Mengaku Ditekan Ikut Aksi Tolak Kenaikan Tarif Taman Nasional Komodo
Inche menambahkan, DPRD NTT belum mendapat penjelasan apapun terkait kanaikan tiket masuk ke TN Komodo sebesar Rp3,75 juta tersebut.
“Kami DPRD belum dapat penjelasan apa-apa ini,” tuturnya.
Karena itu, kata dia, dalam waktu dekat pihaknya akan memanggil Pemerintah untuk bisa menjelaskan kepada DPRD terkait kenaikan tarif tersebut.
“Nanti kita agendakan untuk panggil Pemerintah terkait hal ini. Masa kami DPRD tidak tahu. Kami DPRD akan panggil Pemerinrah untuk bisa menjelaskan persoalan ini,” katanya.
Dampak Kenaikan Harga
Sebelumnya, Kebijakan menaikkan tarif sebesar Rp 3, 75 juta di Pulau Komodo dan Pulau Padar, Taman Nasional Komodo dinilai berbuntut panjang .
Pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif (Parekraf) di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat NTT terancam kehilangan pekerjaan.
Selama ini para pelaku usaha kecil itu menggantungkan nasibnya pada usaha di sektor wisata sebagai sumber pendapatan.
Kini, deretan ancaman 'menghantui' pergerakan ekonomi dari pelaku wisata, saat titik balik pasca pandemi covid-19.
Pemerhati pariwisata dari Indonesia Tourism Strategist, Taufan Rahmadi, menyampaikan, data yang dirilis Disparekrafbud Kabupaten Manggarai Barat, jumlah tenaga kerja yang berasal dari industri pariwisata sebanyak 4.412 orang pada tahun 2019 sewaktu awal pandemi berlangsung.
Baca juga: 6.000 Orang Tandatangani Petisi Penolakan Kenaikan Tarif Masuk ke Taman Nasional Komodo
"Di saat tren pandemi yang menurun dan kunjungan wisatawan mulai meningkat ke Labuan Bajo, ribuan tenaga kerja ini harus kembali dihadapkan pada ancaman kehilangan pekerjaan. Imbas polemik kebijakan kenaikan tiket masuk 3,75 Juta tersebut," kata Taufan dihubungi dari Kupang.
Ia menegaskan, kebijakan ini seakan mematikan semangat pelaku usaha untuk bangkit kembali setelah dua tahun diterpa pandemi.
Selain berdampak ke hilangnya lapangan kerja, citra destinasi di Labuan Bajo juga ikut terancam.
Taufan menjelaskan, citra destinasi itu berkaitan dengan hal dirasakan wisatawan selama berwisata. Oleh karena itu, sangat penting menghadirkan citra destinasi yang positif bukan negatif seperti terjadinya polemik kebijakan tiket. Ujungnya ada aksi mogok sebulan oleh para pelaku pariwisata di Labuan Bajo.
"Terlebih saat ini Indonesia menjadi tuan rumah dari perhelatan G20 dan event-event internasional lainnya," sebut Taufan.
Adapun, kata dia, potensi pendapatan kehilangan 28 miliar atau 38 persen dari sektor pariwisata. Ia menjelaskan, dampak pemberlakuan tiket masuk baru jutaan rupiah per sekali masuk, bukan saja menyebabkan tingkat kunjungan wisatawan, tapi sumber pendapatan sebagai PAD juga dikhawatirkan merosot.
Taufan memaparkan, data Disparekrafbud Kabupaten Manggarai Barat bahwa Realisasi PAD Manggarai Barat tahun 2022 dari sektor pariwisata masih jauh dari target yang ditetapkan Rp28 miliar, dimana hingga akhir Juni 2022, PAD yang terkumpul baru Rp3,2 miliar.
Baca juga: Tiket TN Komodo Naik dari Rp 150 Ribu Jadi Rp 3,75 Juta Disebut Kental Nuansa Otoritarianisme
Sumber itu sebanyak 90 persen pendapatan per Juni 2022, berasal dari kunjungan ke dalam wilayah Taman Nasional Komodo (TNK), termasuk aktivitas diving dan snorkeling, wisatawan nusantara atau turis domestik mendominasi kunjungan ke Labuan Bajo.
Dari 65.362 wisatawan yang berkunjung ke Labuan Bajo selama setahun terakhir, sebanyak 53.824 merupakan turis domestic sebanyak 82 persen, sisanya 18 persen wisatawan mancanegara dengan jumlah 11.538 kunjungan.
"Tentunya kondisi Labuan Bajo yang tidak kondusif pasca aksi demo yang berlanjut pada aksi mogok kerja para pelaku pariwisata. Maka akan memicu para wisatawan untuk mengurungkan niatnya berkunjung ke Labuhan Bajo sehingga target PAD pun berpotensi tidak tercapai," jelas dia.
Taufan menawarkan solusi dengan konsep PDKT untuk membendung agar dampak ikutan tidak terasa lebih besar. Skema yang ia maksud yakni, pertama Policy. Dia menerangkan agar menunda dan mengkaji ulang kebijakan terkait kenaikan tiket.
Dengan kondisi itu, untuk sementara waktu diberlakukan masa transisi guna memperkuat sosialisasi dan penguatan edukasi melalui program – program Community Based Tourism di setiap lapisan masyarakat di Labuhan Bajo.
Poin berikutnya yakni Destinasi. Taufan berpandangan, agar dilakukan pembenahan fasilitas di destinasi mulai dari atraksi, akses, amenitas, activity, ambience, attitude dan akselerasi. Tujuannya untuk memberikan aturan dan SOP yang jelas dan menjadi win – win solution bagi semua pihak
"Contohnya, berwisata di Labuan Bajo destinasinya tidak hanya terbatas pada area TN Komodo saja. Tapi banyak atraksi lain yang tidak kalah menariknya dengan harga yang terjangkau sesuai pilihan kantong wisatawan," tambahnya.
Selanjutnya Taufan menjelaskan, mengenai Komunikasi Kolaborasi. Artinya, stakeholder pariwisata seluruhnya diikutsertakan di dalam proses penyusunan kebijakan terkait pariwisata di Labuan Bajo. Ia menyarankan untuk maksimalkan peran DMO setempat, sehingga mengurangi potensi polemik yang terjadi dilapangan.
Sementara pada paparan berikutnya yakni Target. Menurut Taufan, pariwisata dalam pengembangannya harus mampu menjaga kelestarian, keberlanjutan dan kesejahteraan bagi ekosistemnya bukan hanya satu pihak saja.
"Hal ini penting untuk dirumuskan bersama agar setiap stakeholder sama – sama mengerti apa yang menjadi hak dan tanggung jawabnya secara berimbang. Tidak hanya beban itu ditumpukan kepada wisatawan saja. Sehingga akan muncul aktifitas berwisata yang bertanggung jawab," kata Taufan menjelaskan.
Artikel ini telah tayang di Tribunflores.com dengan judul DPRD NTT Pertanyakan Dasar Hukum Tiket Taman Nasional Komodo Naik, Inche Sayuna Sebut Pungutan Liar
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.