Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kepala BNPT Sebut Program Deradikalisasi Tidak Diterima Semua Narapidana Terorisme, Ini Penyebabnya

Terungkap jika tidak semua narapidana kasus terorisme mau menerima deradikalisasi dan mengucap ikrar setia NKRI.

Penulis: Faisal Mohay
Editor: Nanda Lusiana Saputri
zoom-in Kepala BNPT Sebut Program Deradikalisasi Tidak Diterima Semua Narapidana Terorisme, Ini Penyebabnya
ISTIMEWA via TribunCirebon
Agus Sujatno alias Agus Muslim, pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (7/12/2022). Terungkap Agus Sujatno ketika keluar penjara masih menolak program deradikalisasi. 

TRIBUNNEWS.COM - Agus Sujatno alias Agus Muslim merupakan pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Kota Bandung, Jawa Barat pada Rabu (7/12/2022).

Pelaku pernah dipenjara selama empat tahun karena terlibat serangan teror bom panci di Kecamatan Cicendo, Kota Bandung pada 2017.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Boy Rafli Amar menanggapi aksi terorisme yang dilakukan oleh Agus Sujatno.

Menurutnya, program deradikalisasi tidak bisa diterima oleh semua narapidana kasus terorisme.

Ketika keluar dari penjara, Agus Sujatno masih masuk dalam kategori merah.

Baca juga: Aipda Sofyan, Korban Bom Bunuh Diri Bandung Dapat Kenaikan Pangkat Luar Biasa Aiptu Anumerta

Hal inilah yang akan dievaluasi kedepannya dan akan melibatkan aparatur pemerintah daerah, forkopimda dan tokoh masyarakat dalam upaya deradikalisasi.

"Jadi, sistem monitoring dan evaluasi bagi narapidana eks napi terorisme ini akan kita semakin perluas agar residivis dalam kejahatan terorisme ini zero, itu adalah cita-cita," ujarnya dikutip dari TribunJabar.com.

Berita Rekomendasi

Dari data BNPT ada sekitar 1.290 narapidana terorisme yang telah mengikuti program deradikalisasi.

Namun, sekitar delapan persennya masih melakukan aksi terorisme setelah keluar dari penjara.

"Tapi, terkait dengan kasus bom bunuh diri itu hanya nol koma sekian saja. Jadi, kecil dan hanya sebagian segelintir orang yang pernah terhukum dan terpidana kemudian menjadi pelaku aksi bom bunuh diri," tambahnya.

Menurutnya, ideologi para teroris sudah mengakar kuat dan program deradikalisasi tidak diterima oleh semua narapidana terorisme.

Dari program deradikalisasi mayoritas ada yang berikrar setia pada NKRI dan sebagian kecil masih ada yang menolak.

"Sampai hari ini yang di dalam Lembaga pemasyarakatan Nusakambangan saja itu masih ada yang harus ditempatkan di super maximum Security, karena mereka masih belum mau. Ini masalah ideologi ya," terangnya.

Baca juga: Polisi Periksa Tiga Anggota Keluarga Agus Muslim, Dalami Keterlibatan Bom Bunuh Diri di Astana Anyar

Kata pengamat terorisme

Peristiwa bom bunuh diri di Bandung terjadi satu hari menjelang rangkaian pernikahan anak ketiga Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep.

Rangkaian acara pernikahan Kaesang dan Erina dimulai pada Kamis (8/12/2022) di Yogyakarta dan berakhir pada Minggu (11/12/2022) di Solo, Jawa Tengah.

Pengamat terorisme sekaligus akademisi, Amir Mahmud mengatakan aksi bom bunuh diri di Bandung sebagai pengingat bahwa aksi serupa dapat terjadi dimanapun.

"Jadi bagi siapapun kita harus mewaspadai akan aksi-aksi yang suatu ketika akan muncul," ujarnya dikutip dari TribunSolo.com.

Ia mengungkap kelompok teroris tidak memiliki tanggal khusus untuk melakukan aksinya.

Namun, mereka memilih momentum tertentu dalam melakukan aksinya agar mendapat perhatian.

"Apalagi di Solo Raya ini terjadi penangkapan 4 orang, mereka dari Solo semua, ditambah yang tadi ini. Jadi bisa saja dia mengacaukan (pernikahan Kaesang)," terangnya.

Baca juga: Polda Jabar Amankan 23 Barang Bukti Aksi Terorisme Bom Bunuh Diri di Polsek Astanaanyar

Menurutnya, pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Bandung dari kelompok ISIS.

Dugaan tersebut muncul karena foto pelaku yang beredar dan stiker yang ada pada kendaraan pelaku.

"Dari (kelompok ISIS) tidak mengenal situasi (tertentu) namun bisa menjadikan momen tertentu agar ramai, supaya (memicu) konflik," tambahnya.

Ia juga mengatakan para teroris memilih polisi sebagai target mereka karena kelompok teroris bersinggungan langsung dengan polisi.

Polisi juga dianggap sering menghalangi misi kelompok teroris.

"Mereka ini tidak mengenal peringatan, karena mereka sudah mendoktrin bahwa penghambat atau penghalang dari penegakan misi dia, maka mereka adalah musuh dia (thogut)." 

"Dalam hal ini kepolisian yang bersinggungan langsung dengan kelompok mereka," pungkasnya.

Kata mantan teroris

Suasana usai bom bunuh diri terjadi di Polresta Solo pada 5 Juli 2016 lalu.
Suasana usai bom bunuh diri terjadi di Polresta Solo pada 5 Juli 2016 lalu. (Istimewa via Tribun Solo)

Seorang polisi bernama Aiptu Sofyan meninggal dunia akibat ledakan bom di Polsek Astana Anyar, Kota Bandung.

Aipda Sofyan merupakan Bhabinkamtibmas di Kelurahan Karanganayar, Astana Anyar, Kota Bandung.

Ia menjadi korban meninggal dunia akibat teror bom bunuh diri yang dilakukan Agus Sujatno alias Agus Muslim yang terafiliasi dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Bandung.

Seorang mantan teroris, Robby Rubiansyah alias Abu Askar menjelaskan alasan aparat penegak hukum dijadikan target oleh kelompok JAD.

Baca juga: Pelaku Bom Bunuh Diri di Bandung Berprofesi Sebagai Tukang Parkir di Restoran Solo, Sosoknya Pendiam

Ia mengungkap, di mata kelompok JAD, sebuah negara yang tidak menggunakan asas Islam akan dipandang sebagai thougut atau musuh Islam.

"Bagi mereka ketika berbicara satu negara tidak berdasarkan syariat Islam, kemudian tidak ada mencoba perubahan, ya mereka kafirkan," ujarnya dikutip dari TribunJabar.com.

Mantan tersangka kasus bom Kedutaan Besar Myanmar 2013 ini mengatakan, aparat penegak hukum menjadi target JAD karena membela negara yang tidak berasaskan Islam dan dipandang sebagai penolong sistem setan.

"Warga sipil pun mereka kafirkan. Aparat penegak hukum, khususnya TNI-Polri membela negara, maka mereka sebut thogut atau penolong sistem setan dan jelas itu target mereka," terangnya.

Menurutnya, kelompok JAD memiliki rasa kekeluargaan, ideologi, dan militansi yang tinggi.

Meskipun jumlah anggotanya sedikit, namun sangat berbahaya karena tiga hal tersebut.

Baca juga: Motor Shogun Biru Jadi Bukti Aksi Bom Bunuh Diri di Bandung, Biasa Dipakai Pelaku Kerja Juru Parkir

"Apabila ada kelompok mereka tertangkap, jemaahnya siap membiayai keluarganya," pungkasnya.

Robby Rubiansyah menjelaskan, anggota JAD akan menunggu anggota lain yang masih dipenjara dan akan melakukan aksi terorisme serupa, setelah bebas karena ideologi mereka sudah mengakar sangat kuat.

"Memang secara ideologi sangat kuat karena mereka ini seperti sel jaringan. Jika ada yang baru keluar dari masa hukuman, mereka akan kembali meraih sebagai ikhwan dan potensi serupa kejadian seperti yang dilakukan Agus Sujanto (pelaku bom bunuh diri Polsek Astana Anyar)," tambahnya.

Ia mengungkap saat ini masih banyak anggota JAD yang masih aktif termasuk di Bandung.

"Saya melihat ada sekian banyak bahasanya cabang JAD itu. Memang salah satunya masih aktif itu Bandung, Bandung Raya lah bahasa mereka," terangnya.

(Tribunnews.com/Mohay) (TribunJabar.com/Nazmi Abdurrahman/Dian Herdiansyah) (TribunSolo.com/Ibnu DT)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas