FSGI Kecam Aksi Pemotongan Paksa Rambut Guru SD oleh Orang Tua Siswa di Gorontalo
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengecam aksi pemotongan paksa rambut guru SDN 13 Paguyaman, Gorontalo, oleh orang tua murid.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengecam aksi pemotongan paksa rambut guru SDN 13 Paguyaman, Gorontalo, oleh orang tua murid.
Orang tua murid diduga melakukan aksi terhadap guru bernama Ulan Hadji setelah anaknya dipotong rambutnya karena ketentuan dalam aturan tata tertib sekolah.
Atas peristiwa yang dialami oleh guru Ulan Hadji dari Gorontalo, FSGI mengecam tindakan main hakim sendiri yang dilakukan oleh orangtua siswa.
"Padahal, jika keberatan maka orangtua siswa bisa melapor ke Kepala Sekolah agar dapat difasilitasi dialog dengan guru Ulan," ujar Sekjen FSGI Heru Purnomo melalui keterangan tertulis, Sabtu (21/1/2023).
Heru mengungkapkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2015 tentang guru dan dosen (UUGD), disebutkan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Dirinya mengatakan guru memiliki wewenang untuk memberikan sanksi kepada siswanya.
"Selain itu, guru juga tidak hanya berwenang memberikan penghargaan terhadap siswanya, tetapi juga memberikan punishment atau sanksi kepada anak didiknya,” ujar Heru.
Seperti diketahui, guru SD bernama Ulan Hadji dipotong rambutnya hingga terlihat kulit kepalanya.
Diduga, wali murid tersebut tidak terima anaknya di potong rambutnya oleh Guru Ulan karena dianggap panjang dan tidak terawat.
Guru Ulan juga diminta menandatangani surat pernyataan permintaan maaf.
Baca juga: Aksi Guru SD Potong Paksa Rambut Siswa, Dibalas Orangtua Murid hingga Kulit Kepalanya Terlihat
Kasus serupa pernah terjadi pada tahun 2016 di salah satu SD Negeri di Majalengka, Jawa Barat dan tahun 2019 terjadi juga di salah satu SD Negeri di Sikka, NTT.
Kedua kasus tersebut bahkan sampai ke ranah hukum. Guru Theresia Pramusrita melaporkan orang tua siswa yang memotong paksa rambutnya dihadapan para siswa lainnya ke Polres Sikka.
Sedangkan Guru Aop di Majalengka dan orang tua siswa Iwan Himawan kemudian saling lapor ke kepolisian yang kemudian guru Aop divonis bebas oleh Hakim Mahkamah Agung (MA), sementara orangtua siswa, Iwan Himawan divonis bersalah dan dihukum 3 bulan penjara.