Peran Samanhudi Anwar dalam Kasus Perampokan Rumah Dinas Wali Kota Blitar, Ditetapkan Jadi Tersangka
Mantan Wali Kota Blitar, Samanhudi Anwar ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka kasus perampokan rumah Dinas Wali Kota Blitar, Santoso.
Penulis: Faisal Mohay
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Wali Kota Blitar, Samanhudi Anwar ditangkap karena terlibat kasus perampokan Rumah Dinas Wali Kota Blitar, Santoso.
Penangkapan terhadap mantan Wali Kota Blitar dua periode tersebut berlangsung pada Jumat (27/1/2023) pagi di sebuah kawan olahraga di Blitar, Jawa Timur.
Kapolda Jatim, Irjen Pol Toni Harmanto mengatakan Samanhudi Anwar telah ditetapkan sebagai tersangka setelah ditemukan beberapa bukti.
"Kita menangkap mantan Wali Kota Blitar dalam keterlibatan kasus pencurian dengan kekerasan."
"Dari alat bukti dan fakta hukum yang ada, kami tetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka," tegasnya dikutip dari Surya.co.id.
Baca juga: Eks Walkot Blitar Ditangkap, Diduga Kuat jadi Otak Perampokan Rumah Dinas Wali Kota Blitar
Peran Samanhudi Anwar dalam kasus ini yakni memberikan informasi terkait tata letak Rumah Dinas Wali Kota Blitar, tempat penyimpanan uang dan waktu yang bisa digunakan untuk merampok.
Samanhudi bertemu dengan komplotan perampok ini di lapas Sragen pada tahun 2018 saat dirinya menjalani masa hukuman karena terlibat kasus suap.
Ia dinyatakan bebas pada 10 Oktober 2022 setelah menjalani 4 tahun masa tahanan.
Diketahui kasus perampokan tersebut terjadi pada 12 Desember 2022 atau dua bulan setelah Samanhudi Anwar bebas.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan intensif, Samanhudi bekerja sama dengan pelaku lainnya saat mereka berada di satu lapas yang sama."
"Termasuk di dalamnya juga membeberkan letak sejumlah barang yang dicuri," ungkapnya.
Baca juga: BREAKING NEWS, Mantan Wali Kota Samanhudi Ditangkap, Diduga Otak Perampokan Rumdin Wali Kota Blitar
Sementara itu, Direktur Ditreskrimum Polda Jatim Kombes Pol Totok Suharyanto membenarkan keterlibatan Samanhudi dalam kasus perampokan Rumah Dinas Wali Kota Blitar, Santoso.
"Ini Si S perannya memberikan informasi terkait uang dan lokasi rumah dinas, iya (maping untuk eksekusi)," paparnya.
Para kompoltan perampokan rumah Dinas Wali Kota Blitar berisi para residivis dari kasus yang berbeda-beda.
Setelah penangkapan Samanhudi, tersangka kasus perampokan berjumlah 6 orang dan dua diantaranya masih buron sampai saat ini.
Dua Tersangka Masih Buron
Gerombolan perampok yang menggasak uang Rp730 juta dan perhiasan dari Rumah Dinas Wali Kota Blitar sebelumnya berjumlah lima orang.
Tiga tersangka yang telah ditangkap yakni Mujiadi (54), Ali (57), dan Asmuri (54).
Anggota Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim masih memburu dua tersangka lain yang bernama Okky Suryadi (35) dan Medy Afriyanto (35).
Baca juga: Otak Perampokan Rumah Dinas Wali Kota Blitar Dapat Bagian Rp140 Juta, Pelaku Lain Rp100 Juta Lebih
Ciri-ciri fisik Okky Suryadi yakni memiliki tinggi badan 172 cm dengan bentuk muka lonjong dan kulit sawo matang.
Bentuk tubuh Okky Suryadi tinggi kurus dan berambut hitam pendek.
Sementara Medy Afriyanto memiliki tinggi badan 158 cm dengan bentuk muka bulat.
Warna kulit Medy Afriyanto sawo matang dengan perawakan tinggi gemuk dan berambut hitam pendek.
Kanit III Subdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Jatim, Kompol Trie Sis Biantoro mengatakan kedua DPO ini merupakan residivis sama seperti tiga tersangka yang telah ditangkap.
"Iya, mereka residivis juga. Beberapa kali masuk penjara, kasusnya juga hampir sama pencuri dan perampokan," jelasnya dikutip dari TribunJatim.com.
Dalam aksi perampokan Rumah Dinas Wali Kota Blitar, kedua tersangka ini berperan sebagai eksekutor perampokan dan sopir mobil.
Awal Para Tersangka Bertemu
Sebelumnya, Kompol Trie Sis Biantoro, mengatakan para tersangka berasal dari daerah yang berbeda-beda.
Baca juga: Perampok Rumah Dinas Wali Kota Blitar Ternyata Sudah Amati Situasi TKP Selama Seminggu
Gerombolan perampok ini dibentuk oleh Mujiadi dan Asmuri.
Keduanya sama-sama pernah mendekam di Lapas Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dari tahun 2007 sampai 2008, karena terjerat kasus narkoba.
Mujiadi kemudian mencari anggota baru lagi dan bertemu dengan Ali Jayadi, Oki Supriadi, dan Medi Afrianto.
"Iya otaknya Mujiadi, dan berkenalan Asmuri. Mereka sama sama tahanan narkotika ketemu di lapas."
"Lalu pada tahun 2007 atau 2008. Setelah keluar 2010, lalu mulai ngerampok rampok gitu. Langsung 5 orang itu menjadi satu tim komplotan," jelasnya, Jumat (13/1/2023), dikutip dari TribunJatim.com.
Anggota gerombolan ini memiliki rekam jejak kasus yang berbeda-beda.
Hal ini dianggap sebagai modal gerombolan ini merencanakan aksi kejahatan.
Sosok Otak Perampokan
Hingga saat ini, polisi masih mendalami kasus yang menimpa Wali Kota Blitar, Santoso, dan memburu dua pelaku lain.
Aksi perampokan ini terungkap sebulan setelah para pelaku melancarkan aksinya pada Senin (12/12/2022).
Baca juga: Polisi Ungkap Perampok Rumah Dinas Wali Kota Blitar Lihai: Gunakan Cara Ini Agar Tidak Terdeteksi
Tersangka Mujiadi (54) merupakan otak dari aksi perampokan yang menggasak uang Rp730 juta dan perhiasan milik Wali Kota Blitar.
Peran Mujiadi sangat krusial karena menjadi pemimpin sekaligus koordinator aksi perampokan.
Mujiadi lahir di Pronojiwo, Lumajang, Jawa Timur dan saat ini tinggal di Bekasi Utara.
Sebelumnya, Mujiadi telah lima kali keluar masuk penjara karena melakukan beberapa kejahatan salah satunya yakni kasus perampokan.
Direktur Dirreskrimum Polda Jatim, Kombes Pol Totok Suharyanto, mengatakan otak kasus perampokan Rumah Dinas Wali Kota Blitar telah lima kali masuk penjara dengan kasus yang berbeda-beda.
"Ini sudah lima kali menjalani hukuman sejak 2008, 2012, 2017, 2019, terakhir 2020 di Madiun."
"Rencana kita akan telusuri pendalaman terhadap proses ini seluruhnya," ujarnya, Kamis (12/1/2023).
Baca juga: Tiga dari Lima Pelaku Perampokan Rumah Dinas Ditangkap, Wali Kota Blitar Mengaku Tidak Kenal Pelaku
Dalam kasus perampokan Rumah Dinas Wali Kota Blitar, Mujiadi menjadi tersangka dengan pembagian uang terbanyak.
Hal ini dilakukan karena Mujiadi merupakan otak perampokan dan pemimpin komplotan.
"Yang paling besar adalah MT, karena sebagai otak untuk melakukan aksi Pasal 365, termasuk merancang, termasuk yang menyiapkan pakaian termasuk yang beli Innova. Sisanya Rp100 juta, Rp115, dan Rp125 juta," pungkasnya.
Sementara itu, Kompol Trie Sis Biantoro menjelaskan para perampok berani melakuakan aksinya karena sudah pernah dipenjara sebelumnya.
"Iya karena mereka kerap keluar masuk penjara. Kecenderungannya memiliki keberanian untuk melakukan perampokan."
"Mereka residivis berbagai wilayah di Papua. Iya berani berdasarkan pengalaman," terangnya.
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunJatim.com/Luhur Pambudi/Samsul Hadi) (Surya.co.id/Akira Tandika)