Punya Keterlibatan dengan Orangutan, Daniel Johan Minta Pembangunan PLTA Batangtoru Dipertimbangkan
Sejumlah pihak mengkhawatirkan pembangunan PLTA Batangtoru akan menambah deforestasi hutan Batangtoru dan mengancam populasi orangutan
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Eko Sutriyanto
"Belum tau (akan dituntaskan atau tidak), karena belum ada data-data. Mungkin harus ke sana langsung juga kalau memang dibutuhkan. Jadi belum ada bayangan karena (data) harus lengkap dulu. Ya kita berharap akan tuntas," katanya.
Menurutnya, jika orangutan di Batangtoru punah, itu akan menjadi sejarah kelam bagi dunia, bahwa Indonesia telah menghilangkan peradaban orangutan.
"Kalau musnah sampai musnah orangutan di Sumatera, itu menjadi sejarah bagi dunia, sejarah kelam, menjadi sebagian kita menghilangkan peradaban. Sehingga kalau kita menjaganya itu akan menjadi sejarah juga," ungkap Daniel.
Sebelumnya, Deforestasi di kawasan hutan Batangtoru, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara kian mengancam habitat orangutan dan spesies lain di sana.
Baca juga: Empat Individu Orangutan Dilepasliarkan di Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya Kalbar
Walhi Indonesia menyebut, populasi orangutan di hutan Batangtoru berdasarkan IUCN Redlist berstatus kritis, yakni hanya tersisa 800 ekor.
Deforestasi diduga salah satunya dipicu oleh pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Batangtoru yang masih terus berjalan dan menimbulkan berbagai permasalahan.
Manajer Kampanye Hutan Walhi Indonesia, Uli Arta Siagian mengatakan, permasalahan di Batangtoru bukan hanya konsesi untuk PLTA saja. Tapi juga ada industri tambang dan perkebunan sawit yang ada di sana.
"Dan penambahan pasokan energi (dari PLTA) ini akan memungkinkan pembangunan industri dan pembangunan-pembangunan yang tidak berkelanjutan lainnya," kata Uli, dalam diskusi bertajuk "Masa Depan Orangutan Tapanuli dan Ekosistem Batangtoru", di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (9/3/2023).
Selain itu, Uli menduga, pembangunan PLTA di Batangtoru bertujuan untuk menopang industri-industri yang ada di lokasi hutan lindung tersebut.
"Juga kami mencurigai, bisa saja penambahan energi ini untuk menopang industri-industri yang ada di sana," katanya.
Lebih lanjut, tutur Uli, energi dari PLTA yang seharusnya diperuntukkan untuk rakyat, malah diduga dibangun untuk industri.
Dimana hal tersebut, menurutnya, akan merusak kehidupan hutan di Batangtoru jika dibiarkan begitu saja.
"Jadi sebenarnya politik energinya itu bukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Tapi justru menopang industri yang kemudian dia akan semakin masif dan terus merusak kehidupan hutan di Batangtoru," tegasnya.
Sebelumnya, Satya Bumi bersama Walhi Sumatera Utara dan Green Justice Indonesia mengampanyekan ekosistem hutan Batangtoru, di Tapanuli Selatan yang sedang terancam.