Masyarakat Adat Sasak Pesimis soal Mediasi Tuntaskan Sengketa Proyek Mandalika
Masyarakat adat setempat juga sebelumnya telah mengirimkan surat kepada Gubernur NTCZulkieflimansyah secara untuk menuntut konsultasi bermakna periha
Penulis: Naufal Lanten
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat Adat Sasak di Lombok, yang merupakan korban terdampak pembangunan Mandalika mengaku enggan mengedepankan musyawarah kepada instansi pemerintah terkait proyek tersebut.
Perwakilan Masyarakat Adat Sasak, Harry Sandy Ame pun mengatakan bahwa pihaknya sudah kehilangan kepercayaan terhadap otoritas untuk menuntaskan kasus ini.
“Jadi, kami hampir kehilangan kepercayaan lagi dengan mediasi ataupun audiensi di daerah, karena tidak ada lagi yang memberikan (hasil komplit hasil yang tepat (sesuai harapan),” kata Harry Sandy Ame dalam media briefing dan peluncuran riset di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (10/4/2023).
Lebih jauh masyarakat adat setempat juga sebelumnya telah mengirimkan surat kepada Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zulkieflimansyah secara untuk menuntut konsultasi bermakna perihal sengketa tanah.
Gubernur Zul akhirnya menggelar konsultasi dengan masyarakat adat pada Desember 2022.
Baca juga: Mayoritas Masyarakat Terdampak Proyek Mandalika Enggan Ngadu ke IPTC dan AIIB, Ini Alasannya
Namun, 40 persen dari entitas yang hadir dalam pertemuan tersebut ialah perwakilan dari polisi atau militer.
Terkait hal itu, Ame bilang kini tak ada kelanjutan dari tim mediator yang telah dibentuk pemerintah setempat.
“Terakhir tim mediator yang dibentuk gubernur kemarin ini sudah nganggur sekarang karena enggak tahu mau ngapain juga,” tuturnya
Diketahui, Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur Indonesia menyebutkan bahwa terdapat sejumlah keluhan dari masyarakat terdampak pembangunan proyek Mandalika.
Peneliti KPPII Sayyidatihayaa Afra mengatakan bahwa para warga setempat mengeluhkan proses pembebasan tanah yang dilakukan secara paksa, tidak adil, dan tidak manusiawi.
Masyarakat pun menuntut ganti rugi yang adil untuk tanah dan pemulihan mata pencariannya.
“Sebanyak 91 persen responden merasa bahwa kekhawatiran mereka terhadap dampak negatif proyek Mandalika tidak ditanggapi secara serius oleh ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation) dan AIIB (Asian infrastructure Investment Bank),” kata Haya, sapaan akrabnya dalam media briefing dan peluncuran riset di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (10/4/2023).
Namun, keluhan masyarakat itu disebut tidak ditindaklanjuti oleh AIIB selaku sumber pendanaan dan ITDC yang merupakan pengelola proyek pembangunan Mandalika.
Haya mengungkapkan sebanyak 97 persen responden mengaku tidak mengetahui dan memercayai mekanisme pengaduan kepada ITDC dan AIIB.
Angka itu di dapat melalui jajak pendapat yang dilakukan KPPII terhadap 106 warga terdampak, terdiri dari 69 laki-laki dan 37 perempuan.
Baca juga: Pakai Botol Plastik Bekas, Abdul Latif Pentaskan Wayang Sasak Lombok
Adapun metode penelitian yang dilakukan ialah wawancara secara langsung dan diskusi kelompok terfokus dengan menggunakan Bahasa Sasak dan Bahasa Indonesia pada Desember 2022 hingga Januari 2023.
Haya mengatakan ketika masyarakat diberikan informasi mengenai mekanisme pengajuan keluhan kepada AIIB, tidak ada satu pun responden yang mempercayai proses tersebut untuk mengatasi keluhan mereka.
“Tidak adanya pelibatan yang bermakna terhadap masyarakat telah menyebabkan ketidakpercayaan yang parah terhadap ITDC dan AIIB,” ucapnya.