Senator Filep Beberkan Hasil Kunjungan Kerja di Daerah Penghasil Migas Teluk Bintuni
Wakil Ketua Komite I DPD RI Dr. Filep Wamafma menilai SKK Migas dan BP Tangguh telah melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap masyarakat adat.
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, PAPUA BARAT - Wakil Ketua Komite I DPD RI Dr. Filep Wamafma menilai SKK Migas dan BP Tangguh telah melakukan kejahatan kemanusiaan terhadap masyarakat adat yang tinggal di daerah-daerah penghasil migas di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat.
Pasalnya dalam beberapa kali kunjungan kerja (kunker) di daerah tersebut, Filep mendapati masyarakat pemilik tanah yang berlimpah SDA-nya itu justru hidup di bawah garis kemiskinan dengan berbagai keterbatasan terutama dalam memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari, seperti air bersih, lingkungan yang layak hingga layanan pendidikan dan kesehatan.
“Berdasarkan hasil kunker dan reses kami di kawasan operasional BP Tangguh di Kabupaten Teluk Bintuni, baik yang ada di daerah Sumuri, Tanah Merah, Babo, Kamundan hingga Sebyar, menurut pengamatan saya, BP Tangguh dan SKK Migas telah melakukan kejahatan kemanusiaan di wilayah tersebut,” ungkap Filep, Kamis (20/4/2023).
“Kejahatan itu terkait dengan fakta kemiskinan masyarakat sebagai pemilik sumber daya alam, juga kekurangan infrastruktur dasar seperti layanan ketersediaan air bersih, pendidikan, kesehatan, apalagi kesejahteraan. Kita bayangkan saja BP tangguh bisa mengelola air yang layak minum dari air laut dan air yang bersumber sama dengan air yang berada pada wilayah kehidupan masyarakat di daerah operasional BP Tangguh. Sedangkan masyarakat hidup dan minum dari ketergantungan pada air hujan dan air sungai yang tidak layak minum,” sambungnya.
Menurut Filep, hal ini sangat jauh dari kemanusiaan yang adil bagi masyarakat di daerah tersebut.
Dirinya menyayangkan, sumber daya alam yang ada di tanah Bintuni dikeruk untuk kepentingan bisnis dan menyumbang hasil besar bagi negara dan daerah sekitar tetapi masyarakat yang tinggal di atas kekayaan alam itu justru hidup tidak layak dan serba kekurangan.
“Tentu ini sangat miris, sangat memprihatinkan, kami sebagai wakil rakyat sangat menyayangkan hal ini, fakta-fakta yang kami temui di lapangan. Rakyat hidup dalam keadaan miskin, infrastruktur dasar seperti ketersediaan air bersih saja tidak dapat disediakan oleh BP Tangguh, padahal konstitusi dan undang-undang negara Republik Indonesia telah mengamanatkan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) terhadap masyarakat,” tegasnya.
Oleh sebab itu, senator Papua Barat ini meminta kepada Presiden Joko Widodo dan menteri-menteri terkait untuk segera mengevaluasi dan mengaudit kehadiran BP Tangguh di Teluk Bintuni terutama dalam hal tanggung jawab sosial terhadap masyarakat.
Filep juga meminta kepada lembaga hak asasi manusia baik nasional maupun internasional untuk turut terlibat dalam mengawasi kinerja BP Tangguh dalam aspek tanggung jawab sosial-kemanusiaan kepada masyarakat setempat.
“Hal yang sama juga kepada pemerintah daerah baik provinsi dan kabupaten dimana Pendapatan Asli Daerah Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Teluk Bintuni dan beberapa kabupaten di sekitarnya juga disumbang banyak oleh DBH Migas, jadi hendaknya pemerintah menerapkan kebijakan pembangunan infrastruktur dasar, setidaknya untuk menjamin ketersediaan air bersih bagi saudara kita yang mendiami kawasan-kawasan yang beresiko terhadap kesehatan,” kata Filep.
Lebih lanjut, selain kemiskinan, persoalan di atas menurutnya juga berkorelasi dengan tingginya angka stunting di Kabupaten Teluk Bintuni.
Kondisi lingkungan yang tidak sehat, bahkan air minum yang tidak layak dikonsumsi akan juga berakibat besar pada kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan balita yang tidak dapat menikmati asupan yang layak sehingga mempengaruhi tumbung kembang generasi-generasi Papua.
Baca juga: KNPI Soroti Lokasi Proyek LNG di Papua Barat yang Beririsan dengan Suku Setempat
“Jika kondisi ini terus dibiarkan, menurut saya akan menjadi suatu kejahatan yang luar biasa. Tentu harapan kita pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) harus sebesar-besarnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia sesuai dengan Pasal 33 Ayat (3), Undang-Undang Dasar 1945 yang telah dengan tegas menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat,” ujarnya.
“Saya pikir saya sangat keras dalam persoalan ini, dalam rangka menjamin masyarakat adat tidak boleh sampai sakit atau mati akibat keterbatasan yang seharusnya mereka layak diperhatikan dan hidup makmur di atas negerinya yang kaya raya,” pungkas Filep.