74 Anak Hamil, Bupati Belitung Timur Minta Orangtua Tingkatkan Pengawasan Anak
orangtua diharapkan dapat terua mengawasi anak, termasuk saat tengah menggunakan gadget.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Cukup tingginya angka anak berusia di bawah 19 tahun yang mengalami kehamilan di Belitung Timur membuat banyak pihak turut prihatin.
Dikutip dari Posbelitung.co, Rabu (3/5/2023), Bupati Belitung Timur, Burhanudin pun cukup kesal mengetahui informasi ini.
Baca juga: Marak Pernikahan Dini, 74 Anak di Belitung Timur Hamil, 47 Anak Di Wonogiri Ajukan Dispensasi Nikah
Menurutnya, ada banyak langkah yang sebenarnya bisa dilakukan oleh para orang tua untuk bisa menjaga anak mereka agar tidak terjerumus dalam pergaulan bebas.
Ia pun mengaku bahwa pihaknya selama ini selalu memberikan sosialisasi berupa imbauan maupun edukasi kepada para orang tua bahwa mereka memiliki peran krusial dalam mempengaruhi perilaku dan karakter anak.
Ia menegaskan bahwa gadget seperti ponsel atau handphone turut memiliki andil dalam perubahan sikap seorang anak terhadap dirinya dan lingkungan sekitar.
Sehingga orang tua diharapkan dapat terua mengawasi anak, termasuk saat tengah menggunakan gadget.
"Orang tua harus lebih ekstra mengawasi dan memperhatikan kegiatan anaknya. Jangan karena sudah diam dan diberi hp (handphone), jadi tidak dikontrol. Malah harus lebih perhatian," kata Burhanudin belum lama ini, seperti yang dikutip dari Posbelitung.co.
Baca juga: Pengadilan Agama Negeri Sleman Terima 64 Permintaan Dispensasi Menikah: Sebagian Karena Hamil Duluan
Burhanudin kembali menekankan bahwa informasi apapun, baik positif maupun negatif dapat diperoleh secara mudah melalui gadget.
Oleh karena itu, orang tua tidak boleh abai terhadap aspek satu ini.
"Karena dari hp, semua informasi, baik buruk bisa mereka akses dengan mudah," tegas Burhanudin.
Ia kembali menuturkan bahwa dalam membentuk perilaku anak, tidak hanya orang tua saja yang memiliki peran, namun juga lembaga pendidikan tempat anak itu menuntut ilmu.
Begitu pula dengan masyarakat yng diharapkan dapat menunjukkan kepeduliannya dengan melakukan pengawasan terhadap lingkungan.
"Masyarakat juga harus berperan aktif turut mengawasi anak-anak yang misalnya banyak nongkrong di sekitar rumah kita. Ingatkan, misalnya jangan pulang malam-malam dan sebagainya," jelas Burhanudin.
Dirinya pun berharap angka kehamilan pada anak ini dapat ditekan, seiring dengan banyaknya sosialisasi yang dilakukan pihak terkait, termasuk Puskesmas di wilayahnya.
Pada periode 2022 hingga Maret 2023, sebanyak 74 anak berusia di bawah 19 tahun di Belitung Timur hamil.
Puskesmas Gantung, Belitung Timur mencatat pada 2022, 61 anak berusia di bawah 19 tahun mengalami kehamilan.
Beberapa di antaranya dalam kondisi hamil di luar nikah.
Sementara itu hingga Maret 2023, tercatat ada data tambahan 13 anak yang mengalami kehamilan di wilayah tersebut.
Sehingga total yang mengalami kehamilan di Belitung Timur menjadi 74 anak.
Lalu apa yang sebenarnya terjadi?
Kepala Puskesmas Gantung, Ayu Nilam Sahri mengatakam bahwa ada berbagai faktor yang memiliki peran dalam memicu kondisi ini.
Faktor pertama adalah pola asuh orang tua dan kendali orang tua terhadap sang anak.
Menurutnya, orang tua harus memahami bahwa harus ada perubahan dalam menerapkan pola asuh terhadap anak.
Hal ini karena saat ini kehidupan mereka telah terpapar teknologi yang memudahkan dalam mengakses berbagai konten, termasuk konten dewasa.
"Pola asuh saat ini tidak bisa lagi seperti zaman dulu. Sekarang akses mereka terhadap dunia luar sudah tidak terbatas, karena adanya teknologi. Jadi pendekatan asuh kepada anak juga harus disesuaikan mengikuti zaman," kata Ayu kepada posbelitung.co, Rabu (26/4/2023).
Sementara itu, faktor lainnya seperti banyaknya anak yang mengalami putus sekolah di level Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) pun turut berperan.
Menurutnya, anak-anak yang putus sekolah ini sebagian mengklam dirinya bisa mandiri dan mampu mencari uang sendiri.
Sehingga pola pikir inilah yang kemudian mendorong mereka untuk memutuskan berkeluarga, walaupun usia mereka masih belum cukup untuk membina rumah tangga.
Ayu menegaskan bahwa anak usia di bawah 19 tahun seharusnya masih dalam tahap mencari jati diri dan berproses untuk mengejar masa depannya.
Baca juga: Siswi SMK di Cianjur Tewas Diduga Dibunuh Pacar Karena Hamil, Korban Ternyata Ditembak Pelaku
Ia menekankan bahwa usia anak-anak ini belum waktunya untuk mengalami kehamilan, karena dapat memicu risiko stunting.
"Kita nanti bisa lihat dalam dua tahun, anak yang dilahirkan oleh anak-anak ini bagaimana kondisinya," papar Ayu.
Ayu menilai bahwa anak-anak atau kelompok remaja yang mengalami kehamilan, kemungkinan besar akan melahirkan generasi stunting.
"Apakah angka stunting naik atau tidak, karena faktor pencetus stunting adalah kehamilan pada anak dan remaja," jelas Ayu.
Perlu diketahui, ketidaksiapan secara fisik dan mental yang kerap dialami ibu yang hamil pada usia belia seperti kelompok remaja ini dapat memunculkan risiko selama proses kehamilannya hingga melahirkan.
Kurangnya edukasi pada diri sang ibu muda ini pun dapat berdampak jangka panjang.
Remaja yang haml ini tentunya minim pengetahuan mengenai pentingnya persiapan gizi pada masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan pada bayi mereka.
Mirisnya, berbagai risiko kesehatan pun berpotensi dialami anak yang dilahirkan oleh anak-anak ini, termasuk stunting.
Oleh karena itu, Puskesmas Gantung pun terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat sekitar untuk menekan angka kehamilan dini tersebut sekaligus mencegah bertambahnya generasi stunting
Dalam mengkampanyekan stop pernikahan dan kehamilan anak, berbagai cara edukasi pun dilakukan. termasuk mengadakan podcast bersama ahli dan salah satu anak yang mengalami kehamilan.
"Kami dari Puskesmas kebagian dampaknya di ujung. Makanya harus kami potong jalurnya dengan gencarkan pencegahan-pencegahan. Kami beru edukasinya mengikuti zaman yakni memanfaatkan teknologi, sehingga tepat sasaran," tegas Ayu.