Nasib Ipda MKS, Oknum Polisi Diduga Terlibat Kasus Asusila Remaja di Parigi Moutong, Sudah Ditahan
Berikut ini nasib oknum polisi berinisial Ipda MKS yang diduga terlibat dalam kasus asusila remaja 16 tahun di Parigi Moutong.
Penulis: Nuryanti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Oknum anggota Polri yang diduga terlibat kasus asusila terhadap remaja berinisial RI (16) di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, telah diamankan.
Oknum polisi berinisial MKS itu berpangkat Ipda yang bertugas di Kabupaten Parigi Moutong.
Ipda MKS diduga menjadi satu dari 11 pelaku kasus asusila terhadap RI.
Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng), Irjen Pol Agus Nugroho, mengatakan Ipda MKS tengah menjalani pemeriksaan di Markas Brimob Polda Sulteng.
Lantas, bagaimana nasib MKS saat ini?
Baca juga: RSUD Undata: Kondisi Korban Asusila oleh 11 Pria di Parigi Moutong Mulai Membaik
1. Belum Jadi Tersangka
Irjen Pol Agus Nugroho mengungkapkan, Ipda MKS yang diduga terlibat dalam kasus asusila itu belum ditetapkan sebagai tersangka.
"Memang betul yang bersangkutan belum ditetapkan sebagai tersangka, karena khusus untuk yang bersangkutan kita masih minim alat bukti," ujarnya, Rabu (31/5/2023), dilansir TribunPalu.com.
2. Sudah Ditahan
Setelah diamankan dan menjalani pemeriksaan, Ipda MKS ditahan di Mako Brimob Polda Sulteng.
Agus Nugroho memastikan proses hukum atas kasus asusila terhadap remaja 16 tahun itu berjalan sesuai koridor.
"Kami tidak pandang bulu, kami akan proses siapapun yang terlibat dalam kasus ini."
"Karena negara kita adalah negara hukum dan di depan hukum kita semua sama," paparnya.
Baca juga: Profil Irjen Agus Nugroho, Kapolda Sulteng yang Disorot dalam Kasus Asusila Remaja di Parigi Moutong
3. Nonjob Selama Pemeriksaan
Diberitakan TribunPalu.com, Ipda MKS diganjar nonjob selama proses pemeriksaan.
"Proses hukum terhadap oknum polisi itu jika terbukti bisa didahului pidana atau paralel dengan sidang kode etik," kata Irjen Pol Agus Nugroho, Rabu.
Adapun penyidikan perkara tindak pidana persetubuhan anak di bawah umur itu sudah ditarik dari Satreskrim Polres Parimo ke Ditkrimum Polda Sulteng.
Polisi Sebut Bukan Kasus Rudapaksa
Irjen Pol Agus Nugroho menyatakan kasus asusila yang terjadi di Kabupaten Parigi Moutong itu bukan pemerkosaan, tapi persetubuhan.
Ia menegaskan, unsur konstitutif di dalam kasus pemerkosaan itu adanya tindak kekerasan ataupun ancaman kekerasan memaksa seorang wanita untuk bersetubuh dengannya di luar perkawinan berdasarkan pasal 285 KUHP.
"Saya berharap mulai hari ini kita tidak lagi memberitakan dengan menggunakan istilah pemerkosaan ataupun rudapaksa," katanya, Rabu, masih dari TribunPalu.com.
Baca juga: Satu dari 11 Pelaku Persetubuhan Anak di Parigi Moutong Sulsel Berstatus Mahasiswa
Agus menambahkan, tindak pidana persetubuhan anak di bawah umur itu tidak dilakukan secara bersama-sama.
Modus dari pelaku menyetubuhi korban yakni dengan cara bujuk rayu, tipu daya, iming-iming dengan memberikan sejumlah uang, barang baik berupa pakaian handphone, dan ada di antara pelaku yang berani menjanjikan akan bertanggung jawab.
"Kasus itu terjadi sejak April 2022 sampai dengan Januari 2023 dan dilakukan di tempat yang berbeda-beda dalam waktu yang berbeda-beda," jelasnya.
Seperti diketahui, polisi telah menangkap 7 orang terduga pelaku persetubuhan anak di bawah umur ini dengan inisial HR (oknum kades), ARH alias AF (oknum guru SD), AK, AR, Ipda MKS, FN (Mahasiswa), dan K alias DD.
Namun, masih ada tiga pelaku yang menjadi buron dengan inisial AW alias AT, AS alias AL, dan AK alias AR.
Baca juga: Alasan Kapolda Sebut Kasus Viral di Parigi Moutong Bukan Pemerkosaan: Tidak Ada Unsur Pemaksaan
Di sisi lain, kini kondisi korban cukup baik dan ditempatkan di ruangan khusus.
Korban direncanakan akan menjalani operasi pada awal Juni 2023.
Hal ini disampaikan oleh Direktur RSUD Undata Palu, drg Herry Mulyadi.
"Operasinya (pengangkatan tumor rahim) rencana minggu depan Insya Allah berjalan dengan baik," ungkapnya, Rabu.
Baca juga: Polisi Sebut Tiga Tersangka Kasus Asusila Terhadap Remaja 15 Tahun di Parigi Moutong Masih Buron
Herry menjelaskan, operasi itu sempat tertunda karena ada beberapa hal-hal yang harus dipenuhi.
"Kemarin sebenarnya sudah mau dioperasi tapi setelah di cek ini belum bisa, ada yang perlu ditindak terlebih dahulu seperti perbaikan kondisi pasien baru dilaksanakan operasi," jelasnya.
Menurut Herry, dalam proses operasi ada tiga dokter yang akan menangani yakni dari Dokter Bedah Anak, Dokter Onkologi, dan Dokter Bedah Digestif.
"Jadi harus ada tindakan akurat (operasi) yang dilakukan, keluarganya sudah tahu, ada hal-hal yang diselamatkan supaya tidak menjalar, kalau tindakan operasi ini dilakukan sudah jelas (tidak bisa punya anak)" paparnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti) (TribunPalu.com/Rian Afdhal)