Wali Kota Bukittinggi Ungkap Skandal Hubungan Sedarah Anak dengan Ibunya, Ini 4 Fakta Soal Inses
Wali Kota Bukittinggi Erman Safar mengungkap ada kasus hubungan inses antara anak dengan ibu kandungnya sendiri terjadi di wilayahnya.
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wali Kota Bukittinggi Erman Safar mengungkap ada kasus hubungan inses antara anak dengan ibu kandungnya sendiri terjadi di wilayahnya.
Dikutip dari TribunPadang, kisah ini sempat viral saat sang suami yang membongkar hubungan inses antara istri dan anaknya itu.
Erman mengatakan, hubungan menyimpang antara anak dan ibu kandung atau perbuatan inses atau hubungan sedarah itu telah berlangsung sedikitnya selama 11 tahun.
Yakni saat sang anak duduk di bangku SMA dan kini sudah berusia 28 tahun.
Sementara sang ibu kini berusia 51 tahun.
"Ada anak kita yang sekarang sudah berusia 28 tahun, lagi kita karantina. Anak itu sejak SMA sudah berhubungan badan dengan ibunya," kataErman Safar dalam pertemuan Sosialisasi Pencegahan Pernikahan Anak yang berlangsung di rumah dinas Wali Kota Bukittinggi, Rabu (22/6/2023).
Menurutnya, hubungan terlarang itu terjadi di keluarga yang agamis.
"(Pemko Bukittinggi) sedang mengkarantina (pemuda itu), sudah masuk lima bulan berjalan," kata pria yang akrab disapa Bang Wako itu.
Dia menambahkan, penyimpangan itu terjadi antara ibu dan anak laki-lakinya. Bahkan telah berlangsung bertahun-tahun.
"Mirisnya, ini terjadi di tengah keluarga utuh yang yang dikenal cukup agamis. Bapaknya ada. Coba bayangin, dunia sudah tua," kata dia dilansir dari Inews.
Menurut kabar yang beredar, kasus ini dibongkar oleh suami pelaku.
Lebih lanjut Erman mengatakan, kasus ini mengejutkan masyarakat Bukittinggi.
Namun dapat menyadarkan pentingnya upaya pencegahan pernikahan anak di bawah umur.
"Serta perlunya edukasi seksual yang lebih baik di kalangan keluarga dan masyarakat," kata dia.
Selain itu, lanjut Erman, orang tua diharapkan dapat menjaga dan melindungi anak-anak dari potensi eksploitasi dan kekerasan seksual yang merusak masa depan.
Baca juga: Ibu dan Anak di Bukittinggi Lakukan Hubungan Inses, Ini Kata IPWL hingga Sudah Dikarantina
Kasus yang diungkapkan itu diharapkan menjadi peringatan bagi seluruh masyarakat Bukittinggi.
"Masalah-masalah serius seperti ini bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam lingkungan yang tampak baik dan religius," kata dia.
"Saat ini si anak sudah dikarantina lima bulan," ujarnya.
Ia menggarisbawahi pentingnya menjaga dan melindungi anak-anak dari potensi eksploitasi dan kekerasan seksual yang merusak masa depan mereka.
"Dalam upaya mencegah kasus serupa terjadi di masa mendatang, Pemerintah Kota Bukittinggi berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang isu pernikahan anak di bawah umur serta menguatkan upaya perlindungan anak," katanya.
Jalani karantina
LSM Ganggam Solidaritas-IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor) Agam Solid pun melakukan pengecekan terkait hubungan sedarah ibu dan anaknya di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Ternyata sang anak mengalami gangguan jiwa.
Ketua IPWL Agam Solid, Sukendra Madra mengungkapkan, ada gangguan sensor motorik di anak tersebut.
"Setelah kami cek, ada indikasi gangguan jiwa pada anak itu. Kami tes menggunakan metode-metode khusus, tampak sensorik otaknya sudah rusak," ucapnya.
Diketahui, anak itu kini telah berusia 28 tahun atau rentang usia seorang pemuda. Kasus ini sudah terjadi sejak 10 tahun lalu, ketika ia duduk di bangku SMA.
Baca juga: Pria di Surabaya Hamili Anaknya Sendiri, Terungkap setelah Bayi Hasil Hubungan Inses Meninggal
Sukendra mengatakan, salah satu metode yang dilakukan IPWL Agam Solid dalam pengecekan terhadap pemuda tersebut dengan memberikan sejumlah pertanyaan terhadapnya.
Satu pertanyaan di antaranya adalah pertanyaan terkait aktivitas keseharian. Adapun hasilnya, pada waktu yang cepat anak tersebut bisa lupa, lalu ingat kembali.
"Aktivitas rutin seperti menghidupkan kran air saja. Kadang dia bisa, kadang tidak bisa. Kami beri arahan, lalu nanti lupa lagi apa yang kami katakan," ungkap Sukendra.
Setelah dilakukan pengecekan lebih lanjut, Sukendra menilai, kondisi gangguan jiwa pada pemuda itu disebabkan oleh zat-zat adiktif seperti lem dan narkotika.
"Anak (pemuda) ini mengaku telah menggunakan lem sejak duduk di bangku sekolah pertama (SMP-sederajat), akibatnya itu, microsensorik otaknya jadi terganggu," terang Sukendra.
Kendati sudah konsumsi lem sejak SMP, pemuda tersebut baru melakukan hubungan seksual dengan ibunya atau inses ketika menginjak bangku sekolah atas atau SMA.
"Pengakuan dari anak (pemuda) itu, inses dengan ibu kandungnya dimulai sejak dia SMA. Kini umurnya sudah 28 tahun, artinya sejak 10 tahun belakang lah," ungkap Sukendra.
Baca juga: Dukun Palsu Tipu Janda di Pekalongan: Suruh Lakukan Ritual Hubungan Inses dan Potong Bagian Tubuh
Kasus inses dengan ibu kandungnya itu baru terungkap seusai IPWL Agam Solid menerima laporan dari pihak keluarga.
"Anak yang melakukan hubungan seksual dengan ibu kandungnya ini, sekarang sedang kami tangani. Saat ini anak itu telah kami karantina dan berjalan tujuh bulan," tutur Sukendra.
Sukendra menyebut, pihaknya menangani kasus anak inses dengan ibu kandungnya itu, seusai pihak keluarga melapor.
Pasalnya, kondisi anak tersebut sudah mulai meluapkan emosinya ke pihak keluarga.
"Anak ini bisa kami karantina, karena ada laporan dari keluarga. Mereka meminta untuk direhab. Sebab, anak ini sudah mulai mengancam dengan senjata tajam juga," terang Sukendra.
4 potensi masalah kesehatan akibat inses
Dirangkum dari pemberitaan Kompas.com, berikut fakta seputar hubungan sedarah yang perlu Anda tahu:
1. Risiko genetik besar
Sebuah studi di Cekoslowakia membahas tentang anak-anak hasil hubungan sedarah dari negara itu. Hasilnya, sebanyak 42 persen anak menderita cacat lahir, bahkan menderita kematian dini.
Selain itu, studi tersebut juga menjabarkan bahwa 11 persen anak yang lahir dari hubungan sedarah berpotensi mengalami gangguan mental.
Ketika dua organisme yang memiliki hubungan darah dan melakukan hubungan, maka tingkat homozigositas cenderung lebih unggul.
Hal ini berarti keturunan yang dihasilkan memiliki peluang lebih besar untuk menerima alel (gen pada kromosom) identik dari ayah dan ibu mereka.
Akibatnya, dapat terjadi pengurangan keragaman genetik yang menyebabkan tidak adanya bantuan organisme untuk bertahan hidup dari perubahan lingkungan dan beradaptasi.
Selain itu, orang tersebut dimungkinkan menderita penurunan kebugaran biologis, seperti si anak mengembangkan gangguan resesif autoimun.
Adapun risiko penurunan kesehatan ini makin besar saat dua gen yang berpotensi membahayakan saling bertemu.
Apalagi, jika terjadi pernikahan sedarah, maka pertemuan alel yang sama meningkat dan menyebabkan potensi yang lebih besar.
2. Risiko kecacatan
Tidak hanya berpotensi mengalami kematian dini dan gangguan mental, hubungan sedarah juga dapat menimbulkan cacat lahir.
Berikut sejumlah contoh cacat yang terlihat dalam kasus inses, yakni:
- Mengurangi kesuburan
- Mengurangi tingkat kelahiran
- Angka kematian bayi dan anak lebih tinggi
- Ukuran tubuh ketika dewasa lebih kecil (cebol/kerdil)
- Fungsi kekebalan tubuh berkurang
- Peningkatan risiko penyakit kardiovaskular
- Asimetri wajah meningkat Kelainan genetik
- Gangguan mental seperti skizofrenia
- Cacat lahir seperti kebutaan, keterbatasan gerak
- Mikrosefali Anggota tubuh menyatu
- Clubfoot atau cacat pada kaki yang tampak bengkok
- Hemofilia
3. Risiko penyakit
Inses atau hubungan sedarah juga dinilai akan menimbulkan masalah kemanusiaan karena membuka kesempatan bagi keturunannya untuk menerima alel resesif merusak yang dinyatakan secara fenotip.
Fenotip merupakan deskripsi karakteristik fisik yang nampak, seperti tinggi badan, warna mata; dan juga kesehatan tubuh, seperti riwayat penyakit, perilaku, serta watak, dan sifat umum manusia.
Selain itu, penyakit lain dari hubungan sedarah yakni peningkatan infertilitas pada orangtua dan keturunannya seperti cacat lahir seperti asimetri wajah, bibir sumbing, atau kekerdilan tubuh saat dewasa.
Ada pula risiko gangguan jantung, beberapa tipe kanker, berat badan lahir rendah, tingkat pertumbuhan lambat, dan kematian neonatal.
4. Kisah hubungan sedarah dari masa lalu
Baca juga: Dukun Palsu Tipu Janda di Pekalongan: Suruh Lakukan Ritual Hubungan Inses dan Potong Bagian Tubuh
Secara historis, pernikahan sedarah dilakukan untuk mempertahankan sifat-sifat dalam garis darah dan ada pula dengan latar belakang mempertahankan kekuasaan.
Pada zaman Mesir Kuno, ada kisah yang melakukan pernikahan sedarah agar mencegah keluarga lain masuk yang berpotensi mewarisi takhta.
Pada 2015, sebuah studi meneliti 259 mumi Mesir dewasa dan menemukan mumi kerajaan memiliki ketinggian yang berbeda dari populasi umum.
Saat itu, bangsawan laki-laki memiliki postur lebih tinggi dari rata-rata dan bangsawan perempuan lebih pendek dari rata-rata.
Selain itu, ada juga kasus House of Habsburg yang pada masa kekaisarannya termasuk Spanyol, Austria, dan Hongaria. Garis keluarga ini berakhir saat Charles II lahir pada 1661.
Silsilah keluarga ini sangat kompleks karena pernikahan sedarah. Ibu Charles II adalah keponakan ayahnya, yang berarti neneknya juga merupakan bibi Charles II.
Akibatnya, Charles II mengidap berbagai cacat bawaan. Cacat bawaan itu menyebabkan Charles II tidak bisa berbicara sampai umur empat tahun.
Ia juga tidak dapat berjalan sampai umur delapan tahun, bahkan Charles tidak bisa mengunyah karena bentuk rahangnya yang tidak biasa.
Namun, setelah kematian Charles II, hasil mengejutkan dari proses otopsi mengungkapkan bahwa Charles disebut tidak memiliki darah, jantungnya sebesar lada, paru-parunya berlubang, kepalanya penuh air, ususnya busuk , dan ia hanya memiliki satu testis yang sehitam batu bara. (TribunPadang/Kompas.com)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.