Kronologi Kasus Revenge Porn Mahasiswi Pandeglang, Pelaku Sebar Video ke Teman Dekat Korban
Mahasiswi asal Pandeglang menjadi korban revenge porn mantan kekasihnya, Alwi Husein Maolana.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.com - Mahasiswi asal Pandeglang, Banten, berinisial IAK (22), menjadi korban revenge porn oleh mantan kekasihnya, Alwi Husein Maolana.
Menurut keluarga IAK, selain revenge porn korban juga telah menjadi korban kekerasan verbal dan fisik oleh terduga pelaku Alwi.
Kekerasan dan tekanan itu didapat IAK dari Alwi selama tiga tahun.
Hal ini disampaikan kakak korban, Iman Zanatul Haeri, lewat sebuah utas di Twitter yang ditulis pada Senin (26/6/2023).
Kasus revenge porn ini bermula pada 14 Desember 2022, saat adik Iman yang lain, RK, menerima video asusila IAK lewat DM Instagram pribadinya.
RK yang menggunakan PC saat membuka Instagram, segera menyimpan video tersebut meski tak yakin sosok yang ada dalam video itu adalah IAK.
Baca juga: Mahasiswi di Pandeglang Banten Jadi Korban Revenge Porn, Video Pribadi Disebar ke Teman
Diketahui, pelaku menggunakan fitur View Once, dimana video itu akan langsung hilang setelah dilihat penerima DM.
Sehari berselang, Iman ditelepon oleh RK yang bercerita soal video asusila diduga merekam sosok IAK.
Video itu terbagi menjadi empat layar, dimana tiga diantaranya menunjukkan foto-foto IAK.
"Video tersebut layarnya terbagi empat, satu adalah foto korban (adik kami, IAK) sedang menerima penghargaan. (Layar) dua dan tiga adalah foto adik saya sedang mengikuti sebuah kompetisi."
"Pada layar empat, adalah adik saya yang sedang dirudapaksa (tanpa ia sadari) dengan kamera dipegang pelaku," urai Iman, dikutip Tribunnews.com.
"Pelaku dengan sengaja mengedit video tersebut agar memperjelas bahwa dalam video tersebut adalah korban (IAK)."
"Video berdurasi 5 detik itu diambil secara terburu-buru dan pelaku benar-benar ingin menghancurkan hidup adik kami," imbuhnya.
Untuk mengecek kebenaran video itu, Iman dan keluarganya mencoba menghubungi teman-teman dekat korban.
Mereka, kata Iman, mengaku juga mendapatkan video asusila dari terduga pelaku Alwi.
Selain kepada teman dekat, Alwi juga mengancam akan menyebar video asusila itu ke dosen korban hanya karena korban sibuk kuliah.
Hal ini terlihat dari tangkap layar pesan WhatsApp antara IAK dan terduga Alwi yang diunggah oleh Iman di Twitter.
Saat dikonfirmasi langsung ke IAK, korban mengaku dirinya telah mengalami tekanan dan ancaman oleh terduga pelaku selama tiga tahun belakangan.
Meski awalnya IAK enggan melapor karena merasa malu, ia akhirnya berhasil diyakinkan pihak keluarga untuk mendatangi Cyber Crime Polda Banten.
Baca juga: Pernyataan Kejati Banten Terkait Kasus Revenge Porn Mahasiswi Pandeglang
Terduga pelaku Alwi kemudia ditahan pada 21 Februari 2023, setelah proses penyidikan yang panjang.
Sayangnya, selama itu juga, korban dan keluarganya mendapat tekanan.
"Keluarga pelaku menyebarkan informasi bahwa ini hanya kasus pacara biasa. Belum lagi mereka berkeliling ke keluarga kami terjauh dan terdekat untuk menekan perdamaian, sambil menceritakan versi mereka," kata Iman.
Tak berhenti sampai di situ, Iman mengungkap ada kejanggalan dalam proses persidangan terhadap terduga pelaku Alwi.
Iman menyebut pihaknya sama sekali tidak mendapat informasi mengenai jadwal sidang.
Ia baru mengetahui kasus yang menimpa adiknya sudah proses persidangan ketika sang adik dipanggil sebagai saksi.
Lalu, saat sidang selanjutnya pada Selasa (6/6/2023), korban dipanggil ke ruang pribadi Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani kasus tersebut.
Di sana, korban diminta untuk memaafkan terduga pelaku.
"Ia (JPU) berkali-kali menggiring opini psikologis korban untuk 'memaafkan', 'kamu harus bijaksana', 'kamu harus mengikhlaskan'," ungkap Iman.
Tak hanya itu, kuasa hukum korban disebut Iman diusir dari persidangan.
Hal serupa juga terjadi di persidangan yang digelar pada Selasa (13/6/2023).
Sejak tanggal 13 Juni 2023, IAK dan keluarga mendapat intervensi dari pihak yang mengaku jaksa Pengadilan Negeri Pandeglang.
Karena tak kunjung mendapat keadilan dan terus mendapat intimidasi, pihak IAK telah melapor ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Baca juga: Jualan Kue di Sekolah, Siswa SMA di Pandeglang Harus Bangun Jam 1 Dini Hari Tiap Hari
Berdasarkan penelusuran Tribunnews.com di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Pandeglang, kasus IAK telah terdaftar dengan nomor perkara 71/Pid.Sus/2023/PN Pdl.
Kasus dengan terdakwa Alwi ini telah memasuki tahap sidang tuntutan yang digelar pada Selasa (27/6/2023).
Sayangnya, dalam SIPP PN Pandeglang, nama JPU, terdakwa, hingga dakwaan, tidak dipublikasikan.
Kronologi Versi Dakwaan
Berdasarkan isi berkas dakwaan kasus IAK yang diterima TribunBanten.com pada Senin (26/6/2023), terungkap korban dan terduga pelaku, Alwi Husein Maolana, sudah berkenalan sejak Alwi duduk di bangku SMP, sekitar tahun 2015-2016.
Korban dan terduga pelaku kemudian dekat hingga keduanya berpacaran sampai duduk di bangku kuliah.
Pada akhir 2021, IAK berkunjung ke rumah Alwi untuk mencurahkan kesedihannya karena orang tua meninggal dunia.
Menurut berkas dakwaan, IAK meminta pada Alwi supaya dibelikan minuman keras (miras) jenis aggur merah.
Saat keduanya sama-sama mabuk, Alwi merudapaksa IAK dalam keadaan tak sadarkan diri.
Aksi itu direkam Alwi yang kemudian ia simpan di ponsel miliknya.
Lebih lanjut, dalam dakwaan itu, disebutkan IAK dan Alwi kerap bertengkar selama pacaran hingga korban selalu meminta putus.
Namun, karena tak ingin putus, Alwi menggunakan video asusila yang direkamnya untuk mengancam korban.
Saat akhirnya IAK memberanikan putus dari Alwi, terduga pelaku marah dan mengirim video asusila korban kepada teman-teman korban.
Video itu salah satunya dikirim ke teman korban, SMF, lewat DM Instagram pada 27 November 2022.
Baca juga: Kronologi Kasus Pelecehan Seksual & Pungli di Rutan KPK, Istri Tahanan Sempat Diajak Nonton Bioskop
Setelahnya, pada 14 Desember 2022, Alwi mengirim pesan berisikan ancaman dan bukti kepada korban, bahwa video asusila korban telah dikirim ke SMF.
Berdasarkan hasil keterangan beberapa ahli, kasus tersebut disimpulkan masuk sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 45 Ayat (1) Jo Pasal 27 Ayat (1) UURI No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.
Pihak Keluarga Berencana Lapor Lagi
Kakak IAK, Iman Zanatul Haeri, mengungkapkan pihaknya berencana melaporkan lagi kasus revenge porn dan kekerasan seksual ke polisi.
Laporan itu rencananya akan diajukan lagi setelah sidang tuntutan digelar.
"Iya kita akan lihat kelanjutan di persidangannya, apakah ini berkeadilan atau tidak, tapi itu sudah direncanakan oleh kami untuk melakukan pelaporan kembali, namun sesuai nasihat dari kuasa hukum," terang Iman kepada awak media di PN Pandeglang, Selasa (27/6/2023), dilansir Kompas.com.
Lebih lanjut, Iman mengatakan kuasa hukum awalnya sudah melapor ke Polda Banten atas kasus kekerasan seksual dan rudapaksa.
Namun, oleh Polda Banten diarahkan ke UU ITE lantaran barang bukti berbentuk digital.
"Awalnya kuasa hukum memang melaporkan kekerasan seksual dan pemerkosaan, namun penyidik Cyber Crime Polda Banten mengarahkan ke UU ITE," ungkap Iman.
"Kami melaporkan (kasusnya) itu secara keseluruhan, tapi kan yang menjadikan itu UU ITE adalah penyidiknya," lanjutnya.
Meski demikian, Iman menyebut bukti-bukti digital itu tak dipertimbangkan oleh penegak hukum.
Terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Pandeglang, Helena Octaviane, mengklarifikasi tuduhan Iman yang dituliskan lewat utas di Twitter.
Termasuk soal jaksa yang disebut meminta IAK agar memaafkan Alwi.
Menurut Helena, pertanyaan itu memang diajukan oleh hakim lantaran korban disebut tidak sanggup masuk ke ruang sidang karea tak kuat melihat pelaku.
Helena juga mengatakan, kakak korban menjawab bersedia memaafkan Alwi.
"Kami jaksa dibilang memaksa supaya korban memaafkan, padahal itu di persidangan hakim dan majelis (menanyakan), kebetulan korban nggak masuk ke dalam karena nggak kuat melihat pelaku," ujarnya kepada awak media secara virtual, Senin (26/6/2023) malam.
"Jadi hakim menanyakan apakah dari pihak korban memaafkan pelaku? Nah kakaknya bilang, kami memaafkan, itu setiap kali persidangan kami selalu menanyakan seperti itu hakim pun menanyakan seperti itu," imbuhnya.
Pertanyaan memaafkan atau tidak, jelas Helena, bukan untuk menentukan hukuman rendah atau memaksa agar korban memaafkan terdakwa.
Pertanyaan itu diajukan mengingat korban dan pelaku sempat menjalin hubungan cukup lama.
Helena menyebut korban bersedia memaafkan, namun berharap proses hukum tetap berlanjut.
"Dia (korban) jawab, nggak sih udah maafin, biar aja. Tapi lebih baik diproses aja, tetap berlanjut," kata Helena menirukan korban.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, TribunBanten.com/Ahmad Tajudin, Kompas.com/Acep Nazmudin)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.