Ibu yang Rawat Anaknya yang Lumpuh Selama 45 Tahun di Kota Kediri Ditemukan Tewas
Keduanya meninggal dunia di rumah lingkungan Kelurahan Singonegaran, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri, Jawa Timur, Rabu (21/9/2023) lalu
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribun Jatim Alga
TRIBUNNEWS.COM, KEDIRI - Seorang ibu dan anaknya yang lumpuh di Kediri Jawa Timur ditemukan tak bernyawa.
Utami Sri Rahayu (66) ditemukan meninggal dunia di rumahnya, Rabu (21/9/2023).
Utami ditemukan bersama anaknya yang lumpuh dan selama ini dirawat yakni Arif Budiman (45).
Lantas bagaimana kejadian selengkapnya?
Mulanya ada seorang tetangga yang curiga dengan kondisi rumah Utami Sri Rahayu yang sudah dua hari dalam keadaan tertutup.
Saat warga membuka pintu rumahnya, mulai tercium bau busuk dan menemukan jasad Utami Sri Rahayu dalam kondisi membusuk.
Baca juga: Rekomendasi 7 Tempat Wisata di Kediri yang Jadi Favorit, Termasuk Bukit Gandrung
Kematiannya diduga sudah terjadi tiga hari sebelumnya sedangkan Arif Budiman ditemukan di ranjang dengan kondisi masih hidup namun lemas.
Ia diduga lemas karena tidak mendapatkan nutrisi selama ibunya meninggal.
Petugas lalu sempat mengevakuasi Arif Budiman ke luar kamar namun kondisinya yang buruk, sekitar 10 menit kemudian Arif Budiman turut meninggal dunia.
Keduanya meninggal dunia di rumah lingkungan Kelurahan Singonegaran, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri, Jawa Timur, Rabu (21/9/2023) lalu.
Semasa hidupnya, sang ibu ternyata mempunyai beberapa keluhan penyakit yang dideritanya.
Namun dia tak mau dirujuk ke rumah sakit karena tak tega meninggalkan Arif Budiman karena anaknya mengalami polio dan susah bicara sejak balita.
Selama ini mereka hanya tinggal berdua di rumah dan kondisi anaknya hanya terbaring di ranjang.
Ibu di Kediri ini harus berjuang sendirian sementara tiga anak lainnya sudah pergi dan hidup mandiri.
Ibu satu ini juga sudah tak memiliki suami yang diketahui sudah lama wafat sehingga Utami Sri Rahayu seorang diri mengurusi semua kebutuhan anaknya tersebut.
Kepala Pusat Kesehatan Masyarakat Puskemas Pesantren 2, Dwi Nugraheni mengungkapkan, selama ini Utami Sri Rahayu kerap datang untuk berobat ke Puskesmasnya.
Selain untuk diri sendiri, Utami Sri Rahayu juga memintakan obat untuk anaknya tersebut.
Bahkan sekitar sepekan sebelum ditemukan meninggal, Utami Sri Rahayu juga datang ke Puskesmas untuk memeriksakan diri.
Baca juga: Investasi Bodong Ternak Tokek di Kediri Bikin Rugi Miliaran, Warga Terbuai Keuntungan Berlipat
"Rumahnya kan dekat dengan Puskesmas. Hanya berjarak sekitar 50 meteran," katanya.
"Kadang Bu Utami datang ke sini, lalu petugas kita yang datang ke rumahnya," ujar Dwi Nugraheni melalui sambungan telepon, Senin (25/9/2022) malam, seperti dikutip dari Kompas.com.
TKP rumah seorang ibu dan anaknya meninggal dunia bersama di Kelurahan Singonegaran, Kecamatan Pesantren, Kota Kediri, Jawa, Timur (Dok Polsek Pesantren)
Dokter Umum Poli Lansia Puskesmas Pesantren 2, dr Bayu Rachmawan mengatakan, Utami Sri Rahayu kerap mengeluhkan sakit pada lambungnya dan sakit kepala.
Namun saat mau dirujuk untuk mendapatkan penanganan kesehatan lebih lanjut, Utami Sri Rahayu menolak karena khawatir dengan kondisi anaknya di rumah.
"Iya, pernah rencana rujuk ke poli dalam, namun menolak. Tidak ada yang menjaga anaknya."
"Jadi keluar ya seperlunya, buru-buru balik rumah," ujar dr Bayu dalam pesan singkatnya, Senin (25/9/2023) malam.
Setelah penemuan jenazah Utami Sri Rahayu dan anaknya, polisi turun tangan melakukan penyelidikan.
Saat itu polisi menduga kematian korban berkorelasi dengan kondisi tubuhnya akibat sejumlah penyakit yang diderita.
Namun untuk mengungkap lebih jelas penyebab kematiannya, saat itu juga petugas juga membawa jenazah ke RS Bhayangkara Kota Kediri untuk dilakukan autopsi.
Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Pesantren, Iptu Dodik Wargo Hardoyo mengatakan, saat ini pihaknya juga masih menunggu hasil autopsi tersebut.
"Hasilnya belum keluar," ujar Iptu Dodik melalui pesan singkatnya pada Kompas.com, Selasa (26/9/2023).
Sementara itu Ketua Rukun Tetangga 10/Rukun Warga 03, Kelurahan Singonegaran, Sutrisno mengatakan, tidak ada yang janggal dari sosok almarhum Utami Sri Rahayu.
Dalam kehidupan sosial, ia normal seperti warga umumnya.
"Kalau pendiam atau bahkan sering mengurung diri di rumah gitu, enggak. Biasa saja."
"Ke tetangga kadang juga sering pinjam apa, gitu. Dia juga punya kebiasaan bersepeda," ujar Sutrisno, Selasa (26/9/2023).
Di rumah, Sutrisno menambahkan, Utami Sri Rahayu hanya tinggal berdua dengan anaknya yang disabilitas.
Hal itu terjadi karena tiga anaknya yang lain berada di luar wilayah.
Dari sisi ekonomi, Utami Sri Rahayu juga tidak kekurangan karena setiap bulan mendapat uang pensiunan dari almarhum suaminya.
Selain itu ia juga menerima bantuan sosial dari pemerintah.
"Keduanya juga dapat bantuan sosial karena masuk BDT (Basis Data Terpadu)," pungkasnya.
Baca juga: Kisah Bu Anastasia Tinggal di Gubuk Reyot Beratap Daun Bareng 4 Anak, Nyaris Ambruk, Ingin Dibantu
Sementara itu kisah serupa juga dialami oleh seorang wanita yang harus merawat lima orang putranya yang punya kelainan fisik.
Ibu dari delapan orang anak, Mbah Suratmi (65), menghabiskan masa tuanya merawat lima putranya layaknya balita.
Mbah Suratmi sempat merasa heran karena memiliki tiga anak perempuan yang sehat.
Namun kelima putranya lumpuh saat hendak beranjak dewasa.
Apalagi kini ia telah hidup sebagai orang tua sebatang kara.
Ia harus berjuang sendiri menghidupi para putranya karena suami telah tiada.
Mbah Suratmi dan keluarga tinggal di sebuah rumah di Jalan Hatirongga, Desa Pematang Simalungun, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun.
Rumah petak yang ditempatinya tersebut milik sebuah yayasan yang telah mereka huni selama puluhan tahun.
Kisahnya berawal saat Suratmi menikah dengan suaminya, Mujiman.
Wanita lanjut usia ini kemudian melahirkan tiga perempuan dan lima laki laki.
Ketiga anak perempuannya bertumbuh hingga dewasa dan masing masing telah berumah tangga.
Namun berbeda dengan anak laki lakinya, Suwito (44), Adi (36), Rian (31), dan Sanrol (29).
Awalnya terlahir sehat, namun belum sampai umur satu tahun, mendadak lumpuh.
Sementara Amjah yang lahir pada tahun 1984 telah meninggal dunia, menyusul ayahnya, Mujiman (66).
Sedangkan Suwito, Adi, dan Rian, kondisinya sama sekali tak mampu berdiri dan berkomunikasi dengan baik.
Mereka hanya terduduk dan merangkak.
Sementara Sanro sejak lahir hanya bisa terbaring di kasur karena tubuhnya ringkih, otot-ototnya layu dan mengecil.
Mbah Suratmi tak tahu persis apa yang menyebabkan lima putranya tersebut lumpuh.
Ia tahu polio atau Acute Flaccid Paralysis (AFP) biasa dikenal dengan lumpuh layu.
"Ketika seumuran berjalan, kami coba berdirikan, tetapi tidak mampu. Katanya karena polio, pastinya saya tidak tahu," kata Mbah Suratmi saat ditemui Kompas.com di kediamannya, Jumat (1/9/2023).
"Semua anak laki-laki kami tidak bisa jalan sejak bayi, yang perempuan tiga orang sehat-sehat, normal," jelas Mbah Suratmi.
Sejak melahirkan, Mbah Suratmi tak pernah jauh dari anak-anaknya.
Tanpa sentuhan tangan Mbah Suratmi, kelima anaknya tak mampu mandiri.
Anak-anaknya ditempatkan di dua tempat tidur busa yang letaknya di ruang tamu dekat jendela.
Di tempat itulah mereka merangkak, terbaring, dan disuapi makan.
Untuk menafkahi keluarga ini, sang suami semasa hidup bekerja serabutan dan dia satu-satunya tulang punggung keluarga.
Terkadang keluarga Mbah Suratmi mendapat bantuan dari orang orang yang bersimpati.
Mbah Suratmi juga hidup dari bantuan sosial (bansos) pemerintah.
Setelah ditinggal mati suaminya, Suratmi dibantu putri sulungnya, Sukasih, untuk menafkahi keluarga.
Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com dengan judul Kisah Ibu di Kediri Rawat Anak Lumpuh Sendirian selama 45 Tahun, Ditemukan Meninggal Bersama