Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kasus Tewasnya Dini, Diduga Beri Keterangan Palsu Tiga Oknum Polisi Dilaporkan ke Polda Jatim

Kasus penganiayaan yang menewaskan wanita asal Sukabumi, Dini Sera Afriyanti berbuntut panjang.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Kasus Tewasnya Dini, Diduga Beri Keterangan Palsu Tiga Oknum Polisi Dilaporkan ke Polda Jatim
TribunJatim
GRT bersama pacarnya Dini Sera Afrianti, yang tewas diduga setelah dianiaya GRT di sebuah tempat karaoke di Surabaya, Jawa Timur. 

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Kasus penganiayaan yang menewaskan wanita asal Sukabumi, Dini Sera Afriyanti berbuntut panjang.

Dinilai memberikan keterangan palsu, tiga oknum polisi di Polrestabes Surabaya dilaporkan ke Bidang Propam Polda Jatim.

Oknum tersebut diduga melakukan obstruction of justice dan penyebaran berita hoaks terkait kasus tewasnya Dini Sera Afriyanti.

Baca juga: Keluarga Dini Didatangi Orang Tak Dikenal Mau Beri Uang, GRT Jadi Tersangka Pembunuhan

Dini ibu satu anak asal Sukabumi diduga meninggal dunia setelah dianiaya hingga tewas oleh pacarnya, Gregorius Ronald Tannur (GRT) anak seorang pejabat DPR.

Ketiga orang oknum anggota polisi yang dilaporkan tersebut, yakni eks Kapolsek Lakarsantri Kompol HM, eks Kanit Reskrim Polsek Lakarsantri Iptu SN dan Kasi Humas Polrestabes Surabaya AKP HW.

Saat melaporkan, Biro Bantuan Hukum Damar Indonesia melampirkan sejumlah bukti untuk memperkuat laporan tersebut.

Yakni, dengan membawa empat lembar bukti foto tubuh korban yang terdapat penganiayaan.
Kemudian, tujuh lembar cetakan hasil tangkapan layar media online yang mengunggah pernyataan ngawur dari oknum anggota kepolisian tersebut.

Berita Rekomendasi

Dan terakhir, tiga file video yang berisi pernyataan secara langsung mengenai penjelasan kematian korban yang disebut bukan dikarenakan penganiayaan. File video tersebut tersimpan dalam sebuah flashdisk.

Tim Kuasa Hukum Biro Bantuan Hukum Damar Indonesia, Hendrayana mengatakan, pihaknya melaporkan ketiga oknum anggota polisi tersebut karena diduga terlibat memberikan pernyataan ngawur atas kasus dugaan penganiayaan yang dialami korban penganiayaan Dini.

Ketiganya dianggap mengaburkan informasi mengenai penyebab tewasnya korban Dini, yang semula disebut meninggal dunia bukan karena adanya penganiayaan.

Baca juga: Sosok GRT, Anak Anggota DPR Terduga Pelaku Penganiayaan di Surabaya, Korban Tewas saat Dibawa ke RS

Padahal, penyelidikan atas penyebab tewasnya korban Dini belum sepenuhnya dilakukan oleh anggota kepolisian yang menangani kasus tersebut. Pada saat itu adalah Unit Reskrim Polsek Lakarsantri.

"Seluruh konfirmasi yang diajukan teman-teman terkait dengan adanya dugaan penganiayaan, oleh pelaku waktu itu semua konfirmasi ditepis dan dibantah secara langsung, tanpa dilakukan pemeriksaan yang komprehensif terlebih dahulu," ujar Hendrayana di Mapolda Jatim, Senin (16/10/2023).

Hendrayana menyebutkan, sejumlah bukti yang akhirnya membuat pihaknya melaporkan ketiga oknum anggota polisi tersebut ke Bidang Propam Polda Jatim.

Yakni, oknum eks Kanit Reskrim Polsek Lakarsantri Iptu SN sempat memberikan pernyataan mengenai penyebab kematian korban bukan karena penganiayaan, kepada awak media yang menghubunginya.

Kemudian, oknum eks Kapolsek Lakarsantri Kompol HM, dianggap bertanggung jawab atas pelaksanaan penyelidikan yang dilakukan oleh para personel kepolisian di bawahnya.

Sedangkan, oknum Kasi Humas Polrestabes Surabaya AKP HW, dianggap memberikan pernyataan ngawur yang sama seperti Iptu SN, mengenai penyebab kematian korban bukan karena penganiayaan melalui tayang siaran langsung secara jarak jauh dengan sebuah stasiun televisi swasta.

"Statemen kabag humas, waktu itu, salah satu stasiun televisi. Presenter menanyakan, apakah ada luka di anggota tubuh korban," jelasnya.

"Dan kabag humas menjawab, hasil olah TKP tidak ada luka pada tubuh korban. Cuma luka lecet di bagian punggung. Padahal jelas di situ banyak luka lebam, di tangan, paha, kepala bagian belakang, leher dan perut. Secara kasat mata sudah jelas, meski tidak dilakukan visum," tambahnya.

Oleh karena itu, Hendrayana berharap, laporan yang dibuatnya di Bidang Propam Polda Jatim segera ditindaklanjuti. Dan tidak dilimpahkan ke Sie Propam Polrestabes Surabaya.

Ia sengaja melaporkan temuan permasalahan ini ke Bidang Propam Polda Jatim, bukan berarti menafikan keberadaan Sie Propam Polrestabes Surabaya.

Namun, upayanya kali ini, semata-mata menjaga kredibilitas dan akuntabilitas pihak penyidikan penanganan laporan yang dibuat oleh pihaknya.

"Karena ini kami menduga ada unsur tindak pidananya. Harapan kami, pertama, laporan ini tidak dilimpahkan ke unit Polrestabes. Tetapi tetap ditangani oleh anggota Bidang Propam Polda Jatim sendiri," ujarnya.

Hendrayana juga mendesak pihak penyidik Bidang Propam Polda Jatim segera memanggil ketiga oknum polisi tersebut, untuk menjalani penyelidikan guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Kedua. Segera melakukan pemanggilan dan pemeriksaan secara komprehensif, untuk menemukan apakah di sini benar-benar terjadi pelanggaran kode etik dan tindak pidana," katanya.

Dan terakhir, lanjut Hendrayana, pihaknya berharap ketiga orang oknum tersebut tidak hanya dikenakan sanksi kode etik Polri, atas perbuatannya.

Namun, juga dikenakan sanksi akibat pelanggaran pidana obstruction of justice sesuai Pasal 221 KUHP.

Pasalnya, pihak Polsek Lakarsantri pada waktu itu menerima adanya laporan yang dilakukan oleh pihak pacar korban yang kini telah berstatus tersangka.

Bahwa GRT, pacar korban sempat memberikan pernyataan mengenai penyebab tewasnya korban akibat sakit pada lambung korban.

Menurut Hendrayana, pernyataan dari pacar korban yang diterima oleh pihak Polsek Lakarsantri merupakan bagian dari upaya menyembunyikan kejahatan.

"Dan juga ini koreksi Polrestabes Surabaya, untuk penyidik yang menangani kasus ini supaya melibatkan, ketika si pelaku datang ke polsek di situ pelaku sudah timbul niat menyembunyikan kejahatan. Itu sudah masuk dalam unsur obstruction of justice, ini juga didukung sama pihak polsek," pungkasnya.

Sekadar diketahui, Kapolrestabes Surabaya, Kombes Pol Pasma Royce mengatakan, pihaknya telah menetapkan sosok GRT sebagai tersangka atas tindakan penganiayaan hingga menyebabkan pacarnya, Dini meninggal dunia pada Jumat (6/10/2023).

Tersangka yang ternyata merupakan anak salah satu pejabat DPR RI Dapil NTT itu, dijerat dengan Pasal 351 Ayat 3 KUHP Tentang Tindak Pidana Penganiayaan yang menyebabkan kematian, dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.

"Korban dan pelaku sempat cekcok. Pelaku kemudian memukul korban hingga mengalami luka memar di sekujur tubuhnya," ujarnya dalam konferensi pers di Mapolrestabes Surabaya pada Jumat (6/10/2023).

Mengenai kronologi kejadiannya, Pasma Royce menerangkan, GRT dan Dini bersama beberapa teman mereka berkaraoke di salah satu tempat hiburan malam dalam gedung pusat perbelanjaan kawasan Jalan Mayjen Yono Suwoyo No 9, Pradah Kali Kendal, Dukuh Pakis, Surabaya, sejak Selasa (3/10/2023) malam.

Kemudian, sekitar pukul 00.30 WIB pada Rabu (4/10/2023) dini hari, kedua sejoli tersebut terlibat pertengkaran di area parkir basement pusat perbelanjaan tersebut.

Berdasarkan hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP) tersangka, Pasma mengungkapkan, tersangka GRT melakukan kekerasan fisik kepada Dini.

Yakni, tersangka GRT menendang kaki kanan dan memukul kepala Dini menggunakan botol minuman tequila sebanyak dua kali.

"Posisi GRT masuk mobil dijalankan, lalu parkir kanan. Padahal posisi korban duduk di sebelah kiri sehingga korban terlindas, sampai terseret kurang lebih 5 meter," jelasnya.

Kemudian, tersangka GRT sempat membawa korban ke RS terdekat. Namun, nyawa korban tak dapat terselamatkan.

Disinggung mengenai motif tersangka GRT melakukan serangkaian kekerasan fisik terhadap korban, Pasma mengatakan, pihaknya masih mendalami mengenai motif tersangka GRT melakukan perbuatan kekerasan fisik terhadap Dini yang dipacarinya selama lima bulan.

"Kami masih mendalami motif pelaku. Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan, pelaku mengakui perbuatannya," pungkasnya.

Pemicu Penganiayaan

Dini dianiaya oleh GRT setelah terjadi percekcokan keduanya di Blackhole Lenmarc Mall Surabaya.

Lisa Rahma, kuasa hukum Ronald mengatakan, percekcokan terjadi karena korban tak bersedia diajak pulang dari lokasi karaoke itu.

"Kalau saya mendengar keterangan dari Ronald, pemicu pertengkaran itu adalah Ronald mengajak Dini pulang namun korban ketika itu masih tidak bersedia diajak pulang," kata Lisa ketika dihubungi melalui telepon, Jumat (13/10/2023).

Ronald sempat berkata ingin meninggalkan Dini di tempat hiburan di Jalan Mayjen Jonosoewojo, Lakasantri, itu.

"Jadi Ronald mengajak ini pulang, akan tetapi Dini masih belum mau.

Lalu Ronald mengatakan kepada Dini, 'kalau kamu masih mau di sini ya kamu saya tinggal'," jelas Lisa menirukan ucapan Ronald.

Korban akhirnya menuruti permintaan tersangka untuk pulang ke Apartemen Orchad Tanglin, Pakuwon namun Dini masih meminta tersangka kembali ke room 7, dalam perjalanan menuju lift.

Kemudian, tersangka dan korban terlibat cekcok selama berada di dalam lift hingga di lantai dasar tempat parkir mobil Lenmarc Mall.

"Akhir cerita Dini ikut pulang, terjadilah perselisihan, percekcokan, menggerutu sampai masuk lift, turun lift gitu. Karena Dini masih belum mau pulang," ucapnya.

Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Hendro Sukmono, mengatakan, cekcok antara keduanya itu diperburuk dengan kondisi pengaruh minuman keras yang ditenggak di room 7.

"Terkait sakit hati, karena ada cekcok, cekcok biasa karena yang bersangkutan (pelaku) masih terkontaminasi dengan alkohol," kata Hendro di Mapolrestabes Surabaya, Rabu (11/10/2023).

Ronald mulai menganiaya korban ketika berada di lift menuju ke lantai dasar (basement) yakni menendang Dini hingga tersungkur.

Tak hanya itu, Ronald lalu memukul korban menggunakan botol minuman keras yang dibawa dari Blackhole.

Dia melakukan pemukulan itu dua kali.

Pria asal Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut juga berusaha melukai korban ketika berada di basement.

Dia sengaja menginjak gas mobilnya saat korban masih duduk di lantai dan bersandar di pintu.

"Si pelaku melihat korban berada di sisi kendaraan yang sedang duduk. Namun (pelaku) memasuki di kemudi kendaraan, tidak ada kata 'awas' dari si pelaku," ujar dia. (Surya/Tribun Jabar)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas