Kebijakan Pemkot Surabaya Soal Tarif Sewa Jaringan Utilitas Dinilai Bisa Hambat Kemajuan Kota
Polemik kebijakan pengenaan tarif sewa jaringan utilitas telekomunikasi oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mendapat sorotan.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Wahyu Gilang Putranto
Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Founder Malleum Institute, Efatha Filomeno Boromeau Duarte menyoroti polemik kebijakan pengenaan tarif sewa jaringan utilitas telekomunikasi oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang turut berdampak pada pemerintah daerah lain di Indonesia.
Menurut Efatha, tingginya tarif jaringan utilitas justru bisa menghambat kemajuan kota.
"Kebijakan pengenaan tarif jaringan utilitas telekomunikasi Kota Surabaya yang tinggi akan menghambat kemajuan kota dan tidak sejalan dengan semangat gotong royong visi kota surabaya 2021, dengan semangat gotong royong menuju kota dunia yang maju, humanis dan berkelanjutan," kata Efatha dalam keterangannya, Selasa (17/10/2023).
Selain itu Efatha menerangkan bahwa tak ada kolaborasi dalam perumusan kebijakan pengenaan tarif jaringan utilitas tersebut yang akan dikenakan ke masyarakat dan pelaku usaha.
Baca juga: Lagi, DPRD DKI Jakarta Ingatkan Optimalisasi Pungutan Pajak Secara Daring
"Visi Kota Surabaya tidak terimplementasi dengan baik, sebab jelas Pemkot Surabaya tidak melibatkan stakeholder terkait dalam perumusan pengenaan tarif sewa utilitas kepada masyarakat dan pelaku usaha," terang dia.
Dirinya pun menyatakan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan pelaku usaha dalam pembangunan infrastruktur.
Menurutnya, pelibatan berbagai unsur jadi penting terutama dalam penyusunan regulasi serta penetapan biaya. Efatha juga menekankan agar pemerintah daerah dapat mengutamakan kualitas pelayanan publik.
"Pembangunan utilitas harus mengutamakan aspek-aspek kepentingan pelayanan publik bukan semata-mata dari unsur bisnis agar adanya peningkatan kualitas pelayanan publik dan akses kesejahteraan masyarakat," tegasnya.
Lebih lanjut, Efatha menyebut kebijakan pengenaan tarif sewa jaringan utilitas publik dari Pemerintah Kota Surabaya berdampak pada pemerintah daerah lainnya.
"Tak pelak dampak kebijakan Pemkot Surabaya akan menjadi contoh bagi 514 Kabupaten/ Kota lainnya membentuk regulasi yang sama, dan kini terdapat 70 perda di 59 Kabupaten/Kota yang ujungnya berdampak pada mahalnya biaya gelaran utilitas jaringan telekomunikasi," jelas dia.
Foto: