Kasus Pembunuhan Satu Keluarga, Polisi Diminta Hati-hati Menarasikan Pelaku Terpengaruh Alkohol
Reza Indragiri mengatakan polisi perlu hati-hati menarasikan pelaku pembunuhan satu keluarga di Penajam terpengaruh alkohol.
Penulis: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel mengingatkan polisi untuk berhati-hati menarasikan bahwa pelajar SMK pelaku pembunuhan satu keluarga di Babulu, Penajam Paser Utara (PPU), Kaltim terpengaruh alkohol.
Hal ini diungkapkan Reza Indragiri Amriel menanggapi pernyataan Kapolres Penajam Paser Utara (PPU) AKBP Supriyanto yang menyebut bahwa pelajar SMK pelaku pembunuhan 5 anggota keluarga terpengaru minuman keras (miras).
"(Pelaku mabuk) iya betul. Jadi sebelum kejadian ini dia minum-minuman keras bersama temannya, kemudian pulang setengah 12 diantar sama temannya, begitu sampai di rumah muncullah niat itu (membunuh)," kata Kapolres PPU AKBP Supriyanto saat menggelar jumpa pers terkait kasus pembunuhan satu keluarga yang menghebohkan warga Penajam.
Baca juga: Detik-detik Siswa SMK Bunuh Satu Keluarga di Kaltim, Matikan Listrik, Warga Dengar Suara Teriakan
Kapolres mengatakan, pelaku dikenakan pasal pembunuhan berencana.
Menanggapi hal ini, Reza Indragiri mengatakan pernyataan Kapolres tersebut malah menciptakan loopholes.
"Karena, jika pelaku membabi buta dalam keadaan mabuk, maka tidak tertutup kemungkinan dia tidak tepat dikenakan pasal pembunuhan berencana. Malah mungkin penganiayaan berat," kata Reza Indragiri.
"Bahkan bukan pula penganiayaan berencana; logikanya, orang dalam keadaan mabuk tidak bisa membuat rencana. Perilakunya cenderung menjadi impulsif," tambahnya.
Reza mengaku setelah membaca kronologis peristiwa dan rangkaian perbuatan pelaku di TKP, tidak mencerminkan orang dalam kondisi mabuk.
Baca juga: Kronologi Siswa SMK di PPU Kaltim Bunuh Satu Keluarga Pacarnya dengan Sajam
"Sisi lain, kejadian mengerikan ini mengingatkan kita bahwa UU Sistem Peradilan Pidana Anak memang harus direvisi," ujarnya.
Kata Reza, UU itu memuat pasal-pasal yang meringankan posisi anak pelaku pidana.
"Anggaplah itu cerminan jiwa humanis hukum terhadap anak-anak," kata dia.
"Tapi UU SPPA tidak membuat pengecualian terhadap anak-anak yang tindak pidananya luar biasa biadab."
"Karena itulah, bagi saya, ketika anak sudah mendekati usia dewasa, apalagi jika perbuatannya sedemikian keji, maka justru UU SPPA perlu memuat pasal-pasal pemberatan atau--setidaknya--pengecualian agar pelaku memperoleh ganjaran lebih setimpal," kata Reza.
Reza kemudian memberikan contoh:
Ancaman pidana terhadap anak maksimal hanya sepuluh tahun. Tidak boleh lebih dari itu.
"Apakah ini tepat terhadap pelaku seperti di Kaltim? Lebih-lebih, setelah menjalani pemeriksaan kondisi kejiwaan dan segala macamnya, hampir bisa dipastikan akan mengemuka narasi-narasi yang seolah mendorong kita untuk berempati dan memberikan rasa pengertian atas segala masalah pelaku yang notabene masih berusia anak-anak," kata Reza.
Baca juga: Diwarnai Isak Tagis, Ribuan Orang Penuhi Rumah Duka 5 Korban Pembunuhan di Penajam Paser Utara
Menurut Reza, itu semua membuat UU justru seolah menjadi tameng bagi pelaku untuk mendapatkan hukuman yang lebih masuk akal.
Diketahui kasus pembunuhan satu keluarga terjadi di Babulu, Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (PPU).
Lima korban adalah satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan tiga anak mereka.
Mereka adalah WL (ayah), SW (ibu), RJ (anak pertama/perempuan), VD (anak kedua/perempuan), dan SAD (anak bungsu/laki-laki).
Pelakunya, JND, seorang pelajar SMK.
Motif Pelaku
Berdasarkan penyelidikan awal, motif pembunuhan satu keluarga ini karena sakit hati atau dendam.
Tersangka JND menghabisi nyawa lima korbannya yang merupakan satu keluarga, menggunakan parang tanpa gagang sepanjang 60 sentimeter.
Kapolres PPU, AKBP Supriyanto mengatakan antara keluarga tersangka dan korban memang sudah ada konflik sebelumnya.
Selain masalah asmara, disebut juga ada permasalahan soal ayam.
Korban juga disebut meminjam helm dan tiga hari tidak dikembalikan.
Baca juga: Fakta Pembunuhan 1 Keluarga di Penajam Paser Utara, Motif Pelaku Terungkap hingga Identitas 5 Korban
Ada pula keterangan dari keluarga bahwa salah satu korban yakni RJ yang merupakan anak pertama, pernah menjalin hubungan asmara dengan tersangka.
Namun mereka tidak direstui oleh orangtua yang juga korban, karena alasan Rj sudah memiliki pasangan lain.
Puncak kekesalan tersangka terjadi Selasa (6/2/2024) diinihari sekitar pukul 01.30 Wita.
Tersangka sebelum melakukan aksi kejinya, sempat mabuk-mabukan bersama temannya tidak jauh dari lokasi rumah korban.
Tersangka sempat pulang ke rumahnya untuk mengambil parang, kemudian menuju rumah korban untuk melakukan aksinya.
"Sementara ini, dendam karena percekcokan antar tetangga sebelah, permasalahan ayam, kemudian juga korban meminjam helm belum dikembalikan selama tiga hari," ungkap Kapolres AKBP Supriyanto, Selasa (6/2/2024).
Saat tersangka berada di rumah korban, ia mematikan meteran listrik sebelum masuk ke dalam rumah.
Pada saat itu hanya ada ibu berinisial SW, anak pertama RJ, anak kedua VD, dan anak terakhir yang masih berusia 3 tahun yakni SAD, di dalam rumah.
Sementara korban lainnya yakni ayah, WL sedang berada di rumah orangtuanya.
Belum sempat melakukan pembunuhan, WL kembali ke rumahnya.
Naas, saat memasuki ruang tamu ia langsung ditebas parang oleh tersangka.
Saat itu sang ibu SW bangun dan tersangka pun langsung melakukan hal yang sama.
Setelah itu, ia lalu melakukan hal yang sama kepada ketiga korban lainnya, yang masih anak-anak.
"Luka korban rata-rata di kepala," sambung Kapolres AKBP Supriyanto.
Tersangka diketahui masih di bawah umur, yakni kurang dari 18 tahun dan merupakan siswa salah satu sekolah menengah di Babulu.
Ia dikenakan pasal 340 KUHP subsider pasal 338 KUHP juncto pasal 60 ayat 3 juncto pasal 76 huruf c Undang-undang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman mati atau sekurang-kurangnya penjara seumur hidup.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.