DPRD Jateng Dorong Pemprov Selesaikan Masalah Harga Beras, Ekonom Singgung Sinergitas
Pemprov Jawa tengah terutama dinas terkait dituntut mencari solusi agar kenaikan harga beras tak melambung jelang dan hingga Hari Raya Idul Fitri
Penulis: Facundo Chrysnha Pradipha
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Kenaikan harga pangan terutama beras yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia masih menjadi sorotan.
Satu di antaranya yang terjadi di Jawa Tengah. Harga beras yang hampir menyentuh angka Rp 17 ribu per kilogram harus segera dicari angka permasalahannya.
Pemprov Jawa tengah terutama dinas terkait dituntut mencari solusi agar kenaikan harga beras tak melambung jelang dan hingga Hari Raya Idul Fitri.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Provinsi Jawa Tengah, Sri Marnyuni, meminta Pemprov tak hanya berfokus pada teori melainkan pada implementasinya di lapangan.
Di sisi lain, dirinya menyoroti berbagai faktor penyebab yang menjadikan harga beras naik dan ketersediaan terbatas.
Satu di antaranya yang menjadi penyebab menurutnya adalah adanya distribusi yang tak tepat sasaran.
"Saya berharap penggilingan padi raksasa milik swasta tidak msuk Jateng, sehingga ketersediaan beras pasti ada, kalau penggilingan raksasa dari luar Jateng beli beras dengan harga tinggi, imbasnya beras bisa dijual kemana-mana. Stock beras Jateng berkurang bahkan susah," jelasnya dalam sebuah diskusi di Solo, Rabu (6/3/2024).
Sri Marnyuni kemudian mengharapkan pentingnya kebijakan untuk menanggulangi permasalahan distribusi.
Pihaknya juga berharap adanya penambahan produksi hingga pemberian subsidi benih, pupuk dan mesin kepada petani.
Selain itu, proses perizinan juga harus dipermudah, termasuk perizinan pupuk hasil produksi petani.
"Pemerintah jangan asal membantu, mutu alat harus meningkatkan produktivitas, jumlah bantuan juga harus sesuai dengan jumlah poktani, selain itu perizinan harus dipermudah karena pupuk btidak bisa dijual kalau tanpa izin," ujarnya.
Baca juga: Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi Bansos Beras, Eks Mensos Juliari Batubara Ungkit Arahan Jokowi
Ekonom dari FEB Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Mulyanto, mengatakan, perlunya kembali mengevaluasi fungsi dari kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi beras.
Kemudian, lanjutnya, penting memantau kodisi dan permasalahan harga serta ketersediaan beras dalam suatu daerah.
"Masih lagi yang jadi penentu kenaikan beras adalah pelakunya, ada dinas terkait kemudian ada TPID, ada Bulog yang jadi penyangga. Nah ini kinerjanya bagaimana?" ucapnya menjadi pembicara dalam diskusi tersebut.
Mulyanto menambahkan, momen Pemilu juga menjadi penyebab kenaikan harga beras terjadi di Indonesia.
Dan yang harus menjadi kajian berikutnya adalah penyaluran bantuan sosial (bansos) yang bisa mengurangi stock beras.
"Ketika semuanya oke (tanpa masalah), satu yang perlu disorot adalah informasi tentang stock, produksi dan lainnya, ketika informasi tidak diketahui akan jadi masalah, informasi terdistorsi," paparnya.
Dia mengakui, di indonesia yang menjadi masalah adalah persoalan koordinasi lantaran semua pihak memiliki kepentigan kegiatan proyek.
Maka, ucapnya, soal informasi, koordinasi, keterbukaan dan sinergitas semua pihak menjadi penting untuk menjaga harga beras stabil.
"Semoga (kenaikan harga beras) tidak terus terulang setiap tahunnya apalagi jelang Ramadhan, ketika item-item tersebut bisa dilaksanakan," jelasnya staf pengajar yang bergelar doktor itu.
Menurut data yang disampaikan oleh Kabid Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemprov Jateng, Sucahyo, harga rata-rata terkini beras di Jawa Tengah mencapai Rp 14.678 untuk beras medium dan Rp 16.196 untuk beras premium.
Disebutnya, ada beberapa daerah yang mengalami tren kenaikan harga tinggi pada awal Maret lalu.
Kemudian, 10 daerah menunjukkan tren harfa terendah, di antara di Kabupaten Magelang, Blora, Pati hingga Rembang.
Di sisi lain, penyebab harga tinggi beras menurutnya adalah berkaitan dengan tingginya permintaan.
Alasan Sucahyo, semakin banyak permintaan dengan produksi stabil tentu berpengaruh terhadap harga di pasaran.
"Perlu kami informasikan, pola panen petani berubah, di mana padi dulunya disimpan di gudang berupa panen kering sekarang berubah pola panen basah, sehingga saat melakukan panen sudah ada istlahnya mitra yang melakukan pembelian di lokasi tersebut," paparnya yang hadir dalam diskusi.
Namun seiring dengan hal itu, pihaknya mengaku tetap melakukan upaya untuk menekan kenaikan harga serta menjaga stock beras di Jawa Tengah.
Upaya yang dimaksud yakni bersama stakeholder melakukan pemantauan dan pengawasans erta input harga yang bisa dilihat masyarakat.
"Kita jaga di bulan Ramadhan, setiap senin ada rapat TPID tentang pemantauan harga, kita lakukan intervensi bagi yang kurang, lalu beberapa lokasi rencana yang dilakukan di seluruh kabupaten kota jelang Ramadhan, ada gerakan pangan murah," terang dia.
(Tribunnews.com/Chrysnha)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.