Siswa Kelas 1 SMP di Kota Malang Berhenti Sekolah karena Jadi Korban Perundungan
WD saat ditemui di sebuah tempat mengatakan, bahwa keputusan untuk berhenti sekolah datang dari anaknya sendiri.
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
TRIBUNNEWS.COM - Seorang siswa kelas 1 SMP di Kota Malang jadi korban perundungan.
Hal tersebut menimpa putra dari WD.
Karena sering mendapatkan perundungan, putra dari WD pun memutuskan untuk berhenti sekolah.
WD saat ditemui di sebuah tempat mengatakan, bahwa keputusan untuk berhenti sekolah datang dari anaknya sendiri.
WD tidak pernah berpikir anak semata wayangnya benar-benar putus sekolah.
Namun mengetahui peristiwa yang menimpa anaknya, WD pun mengikuti keinginan sang buah hati untuk berhenti sekolah.
"Anak saya sendiri yang bilang ingin berhenti sekolah. Keputusan berhenti sekolah itu pada Oktober 2023. Sebelumnya, ia sudah tiga minggu tidak masuk sekolah," terang WD, Rabu (20/3/2024).
Tindakan perundungan yang dialami anaknya berasal dari teman-teman sebaya.
Putranya kerap mendapat perundungan verbal melalui hal yang mungkin sepele.
"Anak saya kan berbahasa Indonesia karena pernah tinggal di Jakarta. Oleh teman-temannya diolok karena tidak bisa berbahasa Jawa," kata WD menceritakan salah satu bentuk perundungan yang dialami anaknya.
WD sempat datang ke sekolah dan berdialog dengan guru. Ia meminta agar ada tindakan nyata mengatasi persoalan perundungan oleh putranya.
Baca juga: Update Kasus Bullying Murid SD yang Ditelanjangi Temannya, Kasus Berlanjut ke Polisi
WD menginginkan ada pembinaan terhadap anak-anak yang melakukan perundungan.
"Saya juga pernah dalam pertemuan wali murid mengusulkan bagaimana kalu ada pembinaan anak-anak. Tapi usulah itu ada masalah di biaya. Oleh karena tidak ada solusi, anak saya akhirnya tidak mau sekolah," urainya.
Anaknya pun diikutkan sekolah Paket B. Pilihan itu dilakukan WD agar buah hatinya tetap mendapatkan ilmu. Terlebih buah hatinya memiliki keahlian di bidang teknologi. Mengetahui hal itu, WD mengupayakan meningkatkan kemampuannya di bidang tersebut.
Hilangnya harapan putra WD untuk sekolah bukan karena masalah finansial, melainkan masalah psikologis yang dialami. WD berharap pemerintah bisa memahami kondisi seperti itu. Pasalnya, tidak hanya satu atau dua anak saja yang mengalami hal serupa.
"Saya melihat perubahan anak-anak zaman sekarang. Mereka lebih suka gawai dan percaya apa isi di dalam gawai. Perlu ada pembangunan karakter anak-anak dari sekolah. Perlu motivasi anak-anak. Jangan sampai anak-anak menganggap pendidikan itu tidak penting. Itu yang terjadi pada anak saya," ujar WD.
Diberitakan sebelumnya, Badan Pusat Statistik Kota Malang mencatat, Angka Putus Sekolah (APTS) menurut kelompok umur dan jenis kelamin di Kota Malang meningkat dalam kurun waktu 2021-2023. APTS pada kelompok umur 19-24 tahun pada 2021 tercatat 40,62 persen, meningkat pada 2022 menjadi 41,72 persen dan pada 2023 menjadi 46,03 persen.
Persentase perempuan yang putus sekolah pada 2023 mencapai 39,76 persen sedangkan laki-laki lebih tinggi yakni 52,25 persen.
Peningkatan juga terlihat di kelompok usia 16-18 tahun. BPS Kota Malang mencatat APTS pada 2021 sebanyak 15,70 persen. Meningkat pada 2022 menjadi 17,77 persen dan pada 2023 menjadi 19,10 persen.
Di dalam sumber data yang sama, persentase perempuan lebih tinggi pada kategori usia 16-18 tahun yakni 20,25 persen pada 2023. Sedangkan laki-laki tercatat 18,00 persen.
Kategori kelompok usia 13-15 tahun, pada 2021 tercatat ada 3,39 persen APTS. Pada 2022, angkanya turun hingga menyentuh 0,00 persen. Namun pada 2023 naik kembali menjadi 1,46 persen. Pada 2023, persentase laki-laki yang putus sekolah tercatat 3,05 persen. Sementara perempuan persentasenya nol.
Sementara di rentang usia 7-12 tahun, persentase APTS 0,00 persen. Dalam laporan yang diunggah ke publik, BPS Kota Malang mencantumkan, sumber data tersebut berasal dari BPS, Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas).
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Malang, Suwarjana berbeda pendapat dengan data yang dicatat oleh BPS Kota Malang. Berdasarkan pengetahuannya, tidak ada angka putus sekolah di Kota Malang.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan mengklaim telah bekerjasama dengan PKK Kelurahan untuk mendata anak putus sekolah. Saat diwawancarai, Suwarjana mengaku tidak pernah mendapatkan laporan dari PKK Kelurahan terkait informasi anak putus sekolah.
“Kalau di kami, SD dan SMP sudah nol. Insha Allah tidak, coba saya telusuri. Saya sudah kerjasama dengan PKK Kelurahan, mereka tidak mendapatkan anak yang putus sekolah. Kalau mereka putus sekolah, pasti ada di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Kami fasilitasi semua. Pastinya. kami tidak ada. Di mana kalau ada yang bisa mencari, hari ini juga saya datangi,” tegas Suwarjana.
Artikel ini telah tayang di SuryaMalang.com dengan judul Korban Perundungan di Kota Malang Pilih Berhenti Sekolah
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.