Polemik Patung Dewi Kencana di Puncak Bogor Direspon Anggota DPRD Bogor, Perancang Angkat Bicara
Putra daerah Puncak Bogor ini juga menyarankan agar kawasan wisata Pakis Hills memilih antara berjualan patung atau membuka kafe
Editor: Eko Sutriyanto
Camat Cisarua Heri Risnandar menanggapi terkait polemik Patung raksasa Dewi Kencana di kawasan wisata Pakis Hills, Puncak Bogor, menjadi polemik di antara masyarakat, khususnya Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Heri Risnandar menyebut, masalah ini muncul karena kurangnya komunikasi antara pihak Pakis Hills dan masyarakat sebelum pembangunan patung Dewi Kencana.
Heri Risnandar juga menegaskan bahwa keberatan terhadap patung Dewi Kencana disebabkan oleh ketidaksesuaian dengan kearifan lokal masyarakat Puncak Bogor yang mayoritas adalah suku Sunda.
Dewi Kencana sebenarnya adalah Ratu Kencono Wungu, seorang pemimpin perempuan dari Kerajaan Majapahit dengan nama asli Dyah Suhita.
Sejarah mencatat hubungan kelam antara Kerajaan Pajajaran dan Majapahit pada masa Perang Bubat.
"Informasi yang diberikan mungkin tidak utuh, fasilitas lain tidak masalah, yang jadi masalah soal patung ini yang mungkin bisa jadi enggak sejalan dengan kearifan lokal, kita tahu Bogor merupakan bagian dari Jawa Barat dengan sejarah Pajajarannya. Sedangkan Dewi Kencana merupakan petinggi dari Kerajaan Majapahit yang itu mungkin sejak awal dikomunikasikan dengan publik, dikonsultasikan dengan dinas terkait," ujarnya pada TribunnewsBogor.com, Selasa (23/4/2024).
Pihak Kecamatan Cisarua menyarankan agar Pakis Hills membangun komunikasi dengan masyarakat Tugu Selatan mencari solusi terbaik terkait patung Dewi Kencana.
"Karena sekarang sudah kadung terbangun ya sekarang bagaimana pihak pakis hills ini memberikan pemahaman ketika memang itu tidak sepaham itu dari aspek teknisnya apakah mungkin dibongkar atau diganti," ungkapnya.
Perwakilan dari Pakis Hills, Jatnika, mengklaim bahwa mereka telah berkoordinasi dengan masyarakat terkait pembangunan patung.
Mereka juga telah melakukan mediasi dan penjelasan kepada masyarakat untuk menghindari kesalahpahaman.
"Tidak seperti narasi-narasi di luar, dan tim kami sudah ke lapangan untuk mediasi, silaturahmi, dan menerangkan supaya tidak terjadi salah paham, sebagian alhamdulillah mengerti dan kondusif," kata Jatnika.
Pihak Pakis Hills menegaskan bahwa patung tersebut hanya dibangun sebagai ikon wisata yang mengadopsi nuansa Bali, bukanmerepresentasikan tokoh perempuan dari Kerajaan Majapahit.
Patung tersebut juga terbuat dari bambu dengan tangan kirinya mengacungkan pucuk teh, yang merupakan ikon Puncak Bogor sendiri.
"Tidak semestinya dibawa ke arah sana. Kami minta didukung, sebagai pengusaha lokal, seharusnya orang lokal bangga jadi pengusaha di Puncak, itu tidak ada hubungannya dengan Majapahit," tandasnya.