Terima Aduan Pasien di Papua Terbengkalai, Filep Dorong Pengadaan Dokter Spesialis Dipercepat
Pada kesempatan kunjungan ke daerah, Senator Filep Wamafma memperoleh sejumlah pengaduan masyarakat
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
Lebih lanjut, doktor Hukum lulusan Universitas Hasanuddin ini menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan juga seharusnya dimaksimalkan dari pemberian Dana Bagi Hasil (DBH) Minyak dan Gas Bumi (Migas).
“Contoh saja, DBH Migas untuk Provinsi Papua Barat pada 2023 sebesar Rp2.609.393.660 trilyun. Jika dihitung 25% dari DBH Migas, maka dananya kurang lebih Rp652.348.415 milyar di tingkat provinsi. Transfer DBH Migas ke kabupaten-kabupaten masing-masing kurang lebih sebesar Rp66.472.906 milyar. Maka pembiayaan kesehatan di tiap kabupaten sebesar 25% yaitu Rp16.618.226 milyar. Ini belum termasuk 1,25% dari plafo DAU nasional yaitu sebesar Rp59.074.493 milyar di tingkat provinsi, dan Rp36-Rp 51 milyar untuk tingkat kabupaten. Dana ini sangat besar sehingga jika di UGD dan RS tidak ada dokter ataupun dokter ahli, itu kan sangat mengherankan,” tegas Filep lagi.
Senator Papua Barat ini lantas menyinggung juga PP Nomor 106 Tahun 2021 terkait kewenangan pemerintah dalam bidang kesehatan.
“Inisiasi saya terhadap lahirnya PP Nomor 106 Tahun 2021 secara jelas mengindentifikasi kewenangan Pemprov dan Pemkab. Kewenangan itu ialah melakukan pemerataan jumlah fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan Rumah Sakit, penguatan Tenaga Kesehatan, pelayanan kesehatan bergerak khususnya di daerah terpencil bagi OAP, pemberian beasiswa bagi Tenaga Kesehatan OAP, bantuan anggaran pendidikan bagi penyelenggaraan pendidikan Tenaga Kesehatan, pemberian afirmasi Tenaga Kesehatan OAP, jaminan kesejahteraan dan keamanan bagi Tenaga Kesehatan, pemberian stimulan bagi kader kesehatan kampung dari OAP, dan masih banyak lagi,”ujarnya.
“Untuk itulah saya sebagai wakil rakyat, meminta Kementeran Kesehatan (Kemenkes), pemprov, pemkab, supaya mengambil langkah konkret agar mengecek ketersediaan tenaga dokter dan dokter ahli yg sangat minim di Papua. Beban biaya yang besar seharusnya tidak menjadi masalah,” jelas Filep lagi
Filep meminta Kemenkes sesegera mungkin membentuk tim investigasi untuk melakukan eveluasi RS di tanah Papua, terkait pelayanan, tenaga ahli, fasilitas kesehatan, SDM.
Menurutnya, apabila hal ini tidak dilakukan, maka akan menjadi bencana bagi penduduk di Papua dalam hal akses layanan kesehatan.
“Selain itu, pemprov dan pemkab bersama Kemenkes mempersiapkan tenaga kesehatan spesialis, misalnya jantung, penyakit dalam, syaraf dll. Berhentilah melakukan pembangunan fisik yang tidak penting di Papua, dan optimalkan pelayanan kesehatan dan pendidikan sesuai afirmasi Otsus. Sesuai PP 106, maka afirmasi putra-putri Papua supaya bisa menjadi dokter, atau juga untuk pendidikan dokter yang mau mengabdi di Papua tanpa meninggalkan Papua, menjadi hal mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi,” kata Filep.
Akhirnya Senator yang terpilih lagi pada Pemilu 2024 ini memberi pesan, agar dilakukan pengawasan terhadap pelayanan kesehatan di semua rumah sakit di Papua.
“Kita harus akui bahwa kita lemah di bagian pengawasan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya menyuarakan lagi agar pemprov dan pemkab meningkatkan pengawasan dan tata kelola yang berintegritas. Untuk para dokter dan pelayan kesehatan yang sudah dengan tulus mengabdi, pemerintah harus menjamin keamanan lingkungan kerja, memberikan hak-hak yang adil, menghargai juga hasil kerja mereka, agar pembangunan kesehatan di Papua menjadi optimal,” pungkas Filep.