Suara Pedagang Kecil Minta Larangan Zonasi Penjualan Rokok Dihapus, Mendag: Saya Pelajari Dulu
Paguyuban Pedagang Sembako Madura menolak rencana aturan larangan penjualan produk tembakau atau rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan.
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
TRIBUNNEWS.COM - Aturan larangan penjualan produk tembakau atau rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak mendapat penolakan dari paguyuban Pedagang Sembako Madura.
Ketua Paguyuban Pedagang Sembako Madura, Abdul Hamied, memohon agar pemerintah lebih bijaksana dan adil dalam mengambil keputusan terkait larangan zonasi penjualan rokok.
Ketentuan ini tertuang dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan, yang merupakan aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan, pada pasal 434 ayat 1 huruf e.
"Pemerintah harusnya dapat menengahi peraturan yang berpotensi jadi polemik ini karena banyak orang yang akan terdampak. Kalau alasannya demi mengurangi jumlah perokok anak, maka yang ditingkatkan harusnya edukasi dan sosialisasinya, bukan malah menekan dengan larangan zonasi," ujar pria yang akrab disamap Cak Hamied ini.
Cak Hamied menegaskan bahwa para pedagang kecil, pemilik warung kelontong, dan sembako sangat memahami bahwa rokok adalah produk yang hanya boleh dikonsumsi oleh orang berusia 18 tahun ke atas. Para pedagang pun menyadari untuk tidak menjual rokok pada anak di bawah usia 18 tahun.
"Rokok itu produk legal, khusus untuk konsumen dewasa. Kami sadar bahwa rokok tidak untuk dikonsumsi anak di bawah umur 18 tahun. Tapi, bukan serta merta solusinya adalah dengan melarang penjualan," serunya.
Saat ini, diperkirakan ada sekitar 1.500 pemilik usaha sembako dan warung kelontong Madura yang tersebar di Jabodetabek dan sebagian Bali. Secara rata-rata, pemilik usaha memiliki sekitar 3-5 pekerja.
Baca juga: Pelaku Usaha Kecil Menengah dan Ritel Tolak Kenaikan Cukai Rokok, Ini Alasannya
"Bisa dihitung sendiri kalkulasi dampak dari pelarangan zonasi 200 meter penjualan rokok ini bagi perekonomian masyarakat," sambung Hamied.
Menteri Kesehatan menyebutkan RPP kesehatan telah memasuki fase finalisasi dan agar segera disahkan pada bulan Juli. Pernyataan ini membuat pedagang semakin khawatir karena proses pengesahan RPP Kesehatan justru dilakukan secara tergesa-gesa tanpa adanya pelibatan pemangku kepentingan terdampak dan koordinasi dengan Kementerian lain.
"Kami juga sangat menyayangkan tidak pernah dilibatkan oleh pemerintah mengenai poin zonasi tersebut," tambahnya.
Dikonfirmasi terpisah, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan menanggapi permohonan pedagang tersebut dengan jawaban singkat.
"Nanti ya, saya pelajari dulu ya. Terima kasih," ujarnya selepas menghadiri Raker dengan Komisi VI DPR RI.
Cak Hamied berharap kementerian-kementerian terkait dapat berpihak kepada para pedagang kecil dan memahami ancaman rancangan aturan zonasi penjualan rokok yang secara jelas memberikan efek domino negatif bagi para pedagang.
"Yang menyusun aturan itu, apakah tidak pernah cek, turun ke lapangan? Akan ada banyak sekali warung, usaha kelontong, pedagang yang terdampak. Zonasi 200 meter ini ketika diterapkan, yang bakal dipindah sekolahnya atau pedagangnya?" ungkapnya.
Baca juga: Wacana Pedagang Rokok Dilarang Jualan di Jarak 200 Meter dari Sekolah Dinilai Tak Efektif
Cak Hamied menekankan bahwa regulasi saat ini yang melarang penjualan rokok kepada anak di bawah 18 tahun merupakan peraturan yang sudah tepat sasaran dan terbukti dapat diterapkan dengan baik dilapangan.
Namun, zonasi larangan menjual rokok 200 meter dari satuan Pendidikan dan tempat bermain anak hanya membuat regulasi makin tumpang tindih dan menghalangi orang dalam mencari rejeki,
"Toh, semua warga negara punya hak hidup dan hak atas pekerjaan yang sama, kan?" pungkasnya. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.