Istilah Raja Jawa Viral usai Diucapkan Bahlil Lahadalia, Ini Tanggapan Sri Sultan HB X
Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X enggan menanggapi istilah Raja Jawa yang diucapkan Bahlil. Ia tidak mengetahui sosok Raja Jawa yang dimaksud.
Penulis: Faisal Mohay
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Dalam pidato perdananya sebagai Ketua Umum Golkar, Bahlil Lahadalia menyebut istilah Raja Jawa.
Bahlil meminta para kader Golkar untuk berhati-hati dengan Raja Jawa.
Hal tersebut diucapkan dalam acara Munas ke-11 partai Golkar di JCC, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
"Jadi kita harus lebih paten lagi, soalnya Raja Jawa ini kalau kita main-main, celaka kita. Saya mau kasih tahu saja, jangan coba-coba main-main barang ini. Waduh ini ngeri-ngeri sedap barang ini, saya kasih tahu," ungkap Bahlil.
Selang sehari kemudian, Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X ditanya mengenai istilah Raja Jawa.
Sri Sultan mengaku tidak mengetahui sosok Raja Jawa yang dimaksud Bahlil Lahadalia.
"Masak seperti itu saya tanggapi, tidak usahlah. Saya juga tidak tahu yang dimaksud itu siapa kok," ucapnya, Kamis (22/8/2024), dikutip dari TribunJogja.com.
Ia mendengar adanya aksi demonstrasi yang digelar sejumlah elemen masyarakat di Yogyakarta.
Menurutnya, aksi demonstrasi merupakan hak warga dan dapat dilakukan dengan tertib tanpa merugikan orang lain.
"Karena itu di jalan umum dan sebagainya sehingga dengan sopan, berbaris baik, aspirasinya jelas disampaikan," tuturnya.
Sri Sultan berharap aspirasi dari aksi Jogja Memanggil dapat didengar sehingga tidak ada tindakan melanggar hukum yang dilakukan pengunjuk rasa.
Alam Ganjar dan Butet Ikut Aksi
Baca juga: Tawa Megawati hingga Respons Singkat Sultan HB X soal Raja Jawa yang Disebut Bahlil di Munas Golkar
Aksi Jogja Memanggil diikuti sejumlah elemen masyarakat mulai sivitas akademika, budayawan hingga karyawan, Kamis (22/8/2024).
Aksi ini digelar sebagai protes masyarakat atas revisi Undang-undang Pilkada yang dibuat Badan Legislatif (Baleg) DPR RI.
Putra Ganjar Pranowo, Alam Ganjar turut menjadi peserta aksi Jogja Memanggil.
Alam menyatakan kehadirannya atas kemauan pribadi dan bukan permintaan dari orang tua.
"Oh ya Inisiatif. Mungkin yang membedakan ya saya dengan pihak sana, ya saya tidak disuruh-suruhlah sama orang tuanya," bebernya.
Mahasiswa UGM tersebut ikut long march dari Taman Parkir Abu Bakar Ali hingga menuju Titik Nol Km Yogyakarta.
Baca juga: Organisai Sayap Golkar Siap Ikuti Ritme Program Kerja Bahlil dan Pemerintahan Prabowo-Gibran
Menurutnya, revisi UU Pilkada justru menodai putusan MK yang bersifat final.
"Jadi hal itu kami rasa sudah sepatutnya kami bela bahwa konstitusi harus ditegakkan dan hukum juga harus menjadi dasar-dasar, dasar bagaimana kita bisa bergerak dalam negara ini," tegasnya.
Sementara itu, Budayawan, Butet Kartaredjasa meminta masyarakat terus mengawal demokrasi dan melawan ketidakadilan.
“Situasi negara kita saat ini sudah darurat. Konstitusi kita telah dirusak, dan ini adalah ancaman serius bagi kehidupan bersama,” bebernya.
Aksi Jogja Memanggil merupakan bukti masyarakat memiliki tujuan yang sama yakni mempertahankan demokrasi.
Keputusan Baleg DPR RI membuat revisi UU Pilkada dianggap sebagai skenario untuk menggagalkan putusan MK.
"Kalau MK, ya sudah kita manut keputusanya, dan yang bisa mengubah keputusan Mk siapa, ya MK sendiri bukan baleg yang boneka itu. Itu 100 persen boneka. Mosok kita dikibulin mau," jelasnya.
Sebagian artikel telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Sri Sultan HB X Enggan Tanggapi Pernyataan Bahlil Lahadalia soal 'Raja Jawa'
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunJogja.com/Hanif Suryo)