Petani Tembakau Minta Perlindungan Presiden Prabowo untuk Tingkatkan Produktivitas dan Kesejahteraan
Petani tembakau Indonesia berharap Presiden Prabowo memberikan perlindungan lebih baik.
Penulis: Arif Tio Buqi Abdulah
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM – Petani tembakau dari berbagai daerah mendukung langkah Pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen, terutama melalui penguatan sektor pertanian dan perkebunan.
Para petani tembakau merasa optimistis bahwa sektor pertanian mereka akan semakin berkembang dan berdaya saing di pasar.
Ketua Dewan Pengurus Cabang Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (DPC APTI) Kabupaten Bandung, Sambas, menyampaikan selama ini petani di wilayahnya konsisten menanam tembakau dan kopi sebagai sumber pendapatan utama.
Kedua komoditas ini menjadi alternatif penghasilan ketika panen padi dan palawija gagal.
"Di Kabupaten Bandung, sejak September lalu banyak sawah yang gagal panen akibat cuaca. Tapi kerugian petani teratasi dengan panen tembakau yang baik. Tembakau jadi pilihan utama petani saat musim kemarau dengan harga yang stabil dan kualitas yang baik," kata Sambas melalui keterangan kepada Tribunnews, Jumat (8/11/2024).
Namun, rencana petani untuk terus meningkatkan produktivitas terancam oleh berbagai aturan dalam PP No.28 Tahun 2024 dan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (R-Permenkes) terkait tembakau.
Untuk diketahui, Kabupaten Bandung memiliki sekitar 761 hektare lahan tembakau di 17 kecamatan yang menggantungkan perekonomian mereka pada budidaya ini.
Baca juga: Petani Tembakau Jawa Timur Bersatu Tolak Regulasi yang Mengancam Mata Pencaharian
Dengan produksi mencapai 6.800 ton tembakau kering setiap tahunnya, tembakau diolah menjadi rajangan dan krosok untuk dijual.
"Kami khawatir, dengan aturan-aturan yang menekan seperti ini, hasil panen kami tidak akan bisa dijual lagi di masa depan. Kami sangat berharap Pak Presiden Prabowo bisa melindungi sumber penghidupan kami," lanjutnya.
Sambas juga mengungkapkan, kekhawatiran terkait regulasi kemasan rokok tanpa merek yang dianggap merugikan.
Menurutnya, tidak ada industri lain yang bisa menyerap hasil panen tembakau di daerahnya, khususnya untuk varietas unggulan seperti Kayangan, Simojang, dan Himar.
"Dengan aturan kemasan tanpa merek ini, produk legal akan lebih mudah dipalsukan, yang jelas membahayakan masa depan petani," tegasnya.
Senada dengan Sambas, Ketua Dewan Pengurus Nasional (DPN) APTI, Mahmudi, mengemukakan bahwa petani tembakau di berbagai wilayah telah menerapkan sistem tumpang sari.
Langkah tersebut, yakni menanam tembakau berbarengan dengan komoditas pendamping seperti kopi, cabai, bawang merah, dan labu kuning.