Supriyani, S.Pd.
Supriyani, S.Pd. adalah guru honorer SDN 4 Baito yang dituduh menganiaya anak polisi di Konawe Selatan, Sultra.
Penulis: Rakli Almughni
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Supriyani, S.Pd. adalah seorang guru honorer yang berasal dari Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Supriyani tercatat aktif mengajar sebagai guru honorer di Sekolah Dasar (SD) Negeri 4 Baito, Desa Wonua Raya, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara.
Nama Supriyani mulai dikenal masyarakat Tanah Air karena dituduh memukul paha muridnya, yakni D (8) yang merupakan anak polisi bernama Aipda Wibowo Hasyim.
Supriyani dilaporkan oleh Aipda Wibowo Hasyim ke Polsek Baito.
Guru honorer berusia 36 tahun tersebut, dituduh Aipda Wibowo Hasyim memukul paha anaknya dengan sapu ijuk pada 24 April 2024.
Kasus tersebut, telah dibawa ke pengadilan dan Supriyani didakwa melakukan penganiayaan terhadap anak.
Baca juga: H. Surunuddin Dangga, S.T., M.M.
Kehidupan pribadi
Supriyani adalah guru yang berumur 36 tahun.
Ia memiliki suami yang bernama Katiran dan menganut agama Islam.
Supriyani dan Katiran juga memiliki 2 orang anak yang masih kecil.
Katiran, suami Supriyani bekerja sebagai petani dan buruh bangunan serabutan.
Karier
Supriyani sudah mengabdi menjadi guru di SDN 4 Baito selama 16 tahun.
Ia menjadi guru setelah lulus SMA.
Kala itu, ia bekerja menjadi guru sambil menempuh pendidikan kuliah.
Baca juga: Komjen Pol. Purn. Drs. H. Susno Duadji, S.H., M.Sc.
Gaji yang diterima Supriyani sebagai guru honorer yaitu sebesar Rp300 ribu.
Supriyani sendiri sudah dijanjikan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian (PPPK) melalui jalur afirmasi.
Kasus
Proses hukum yang menyangkut guru honorer Supriyani menarik perhatian publik.
Kronologi kasus ini bermula ketika Supriyani dituduh melakukan penganiayaan anak oleh orangtua siswa pada April 2024.
Pada tanggal 25 April 2024, Aipda Wibowo Hasyim, anggota Polri melaporkan Supriyani ke Polsek Baito terkait tuduhan penganiayaan anaknya, yakni D (8).
Laporan itu bermula usai ibunda D menemukan bekas luka memar di paha belakang D.
Supriyani sendiri tegas membantah tidak melakukan penganiayaan terhadap D.
Baca juga: Supriyani Mengabdi 16 Tahun dengan Gaji Rp300 Ribu, Disomasi Pemda: Memaafkan Rakyatnya Lebih Mulia
Pada tanggal 16 Oktober 2024, Supriyani resmi ditangkap oleh Kejaksaan Negeri Konawe Selatan.
Ia lalu dipindahkan ke Lapas Perempuan Kendar.
Semenjak itulah kasus ini mencuat dan viral menjadi sorotan publik.
Banyak kejanggalan-kejanggalan terkait dengan kasus ini.
Mulai dari uang damai Rp50 juta.
Supriyani telah menjelaskan soal uang damai Rp50 juta.
Pengakuan Supriyani diberikan setelah dirinya diperiksa Propam Polda Sulawesi Tenggara di Kendari, Rabu (6/11/2024).
Terkait uang damai Rp50 juta, guru Supriyani mengaku dimintai langsung penyidik Polsek Baito.
Saat itu, penyidik Polsek Baito mengatakan, jika guru Supriyani tidak memberikan uang Rp 50 juta maka berkas perkara akan diserahkan ke Kejaksaan Negeri.
Baca juga: Komjen Pol. Purn. Drs. Firli Bahuri, M.Si.
"Kalau yang Rp50 juta penyidik langsung yang datang ke rumah. Menginformasikan kepada saya dan suami saya bahwa masalah ini tidak bisa atur damai dan penyidik akan melanjutkan pemberkasan ke jaksa. Kalau dikasih Rp 50 juta masalah selesai," jelas Supriyani.
Dalam persidangan, Supriyani dan kuasa hukumnya, Samsuddin menegaskan tidak melakukan kekerasan terhadap muridnya.
Kalimat itu mereka ucapkan usai sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo Kabupaten Konsel hingga Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Konawe Selatan, Kamis (24/10/2024).
Menurut Samsuddin, terdapat kejanggalan dalam surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Misalnya, saksi yang masih di bawah umur dinilai masih plin-plan termasuk korban yang memberikan pernyataan berbeda saat ditanya pertama dan kedua kalinya.
Tidak hanya itu, dia juga menambahkan bahwa tidak ada orang dewasa yang menjadi saksi jika perbuatan yang dituduhkan orangtua korban benar.
"Dalam perkara ini Ibu Supriyani tidak melakukan perbuatan itu, ini kan penting sebenarnya. Terserah mau alat buktinya seperti apa tetapi Ibu Supriyani tidak melakukan apa-apa," katanya.
"Bagaimana caranya kita mau akui itu sebagai suatu tindak pidana sementara Ibu Supriyani ini tidak melakukan dan tidak ada orang dewasa yang melihat secara langsung," tambah Samsuddin.
Selanjutnya, dia membenarkan adanya pertemuan antara terlapor dengan pelapor di ruang mediasi PN Andoolo Konsel.
Akan tetapi tidak terjadi kesepakatan apapun di pertemuan itu.
Baca juga: Brigjen TNI Purn. Dr. Hj. Nurhajizah Marpaung, S.H., M.H.
"Bagaimana mau sepakat ketika Ibu Supriyani ini tidak melakukan perbuatan itu," ucap Samsuddin keenam kalinya bahwa terdakwa tidak melakukan penganiayaan.
Pertemuan itu dimaksudkan untuk Restorative Justice (RJ), tetapi Samsuddin beranggapan bahwa dalam RJ terdakwa harus mengakui perbuatannya terlebih dahulu.
Kasus ini juga menjadi sorotan Bupati Konawe Selatan, Surunuddin Dangga.
Orang nomor satu di Konsel itu, menginisiasi kesepatakan damai Supriyani dengan orangtua murid, yakni Aipda WH dan NF.
Saat bertemu, Supriyani dan Aipda WH sepakat untuk berdamai dan saling memaafkan.
Supriyani juga telah menandatangani kesepakatan tersebut.
Surat somasi yang diterbitkan pada 6 November 2024 itu juga ditandatangani oleh Kepala Bagian Hukum Pemkab Konsel, Suhardin, atas nama Bupati Konsel Surunuddin Dangga, dengan cap stempel Pemkab.
Namun, tak lama setelah itu, surat damai itu dicabut oleh Supriyani karena merasa terpaksa dan tertekan.
Akibatnya, Supriyani disomasi Bupati Konawe Selatan.
(Tribunnews.com/Rakli Almughni)