Indonesia dalam Sejarah: Merangkul Uni Soviet demi Mengakhiri Kekuasaan Belanda di Tanah Papua
Kala itu Belanda belum mau melepaskan Hollandia (nama Papua Barat periode 1910-1962) sebagai bagian dari wilayah kedaulatan Indonesia.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Mei 1963 merupakan peristiwa sejarah penting bagi bangsa ini yang tak akan pernah terlupakan.
Dengan memakan waktu cukup lama, Indonesia berupaya keras untuk dapat merangkul negeri beruang merah, Uni Sovyet (sekarang Rusia) demi memangku ‘Tanah Mutiara Hitam’ (dulu Irian Barat) yang dikuasai Belanda.
Pasca dikumandangkannya Proklamasi Kemerdekaan negara Indonesia oleh Soekarno dan Hatta pada 17 Agustus 1945, Belanda belum mau mengakui proklamasi kemerdekaan Indonesia itu baik secara de facto maupun de yure.
Empat tahun berselang, pengakuan sekaligus penyerahan kedaulatan (soevereiniteitsoverdracht) Belanda atas kemerdekaan Bangsa Indonesia sebagai sebuah entitas negara yang bedaulat secara resmi dilakukan pada 27 Desember 1949, di Istana Dam, Amsterdam, Belanda.
Namun pengakuan dan penyerahan kedaulatan tersebut masih menyisakan permasalahan.
Belanda belum mau melepaskan Hollandia (nama Papua Barat periode 1910-1962) sebagai bagian dari wilayah kedaulatan Indonesia.
Belanda pada saat itu berdalih bahwa pulau beserta suku-suku yang mendiami Hollandia memiliki kebudayaan tersendiri yang berbeda dengan bekas wilayah Hindia-Belanda lainnya.
Tak tinggal diam, Presiden Soekarno pun kemudian merancang misi untuk membebaskan tanah ‘Mutiara Hitam’ Irian Barat (akronim yang diberikan Frans Kaisiepo, yakni Ikut Republik Indonesia Anti Nederland/IRIAN) itu dari tangan Belanda.
Strategi pertama yang dilakukan adalah melalui jalur diplomasi dan bila tak menuai keseuksesan, maka terpaksa strategi kedua yang harus ditempuh, yakni dengan jalur konfrontasi.
Langkah awal pembebasan Irian Barat dilakukan Soekarno dengan melakukan perundingan bilateral secara langsung dengan Belanda pada tahun 1950.
Namun sayang, cara ini tidak menuai keberhasilan. Bahkan secara sepihak, pada tahun 1952 Belanda memasukkan Irian Barat ke dalam wilayahnya.
Kemudian Soekarno membawa permasalahan Irian Barat ini ke forum PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa) untuk mendapat dukungan Majelis Umum PBB pada tahun 1954. Sayangnya upaya diplomasi di forum PBB ini juga tidak menuai hasil yang diharapkan.
Akhirnya, langkah konfrontasi dengan Belanda pun terpaksa dilakukan di samping tetap melanjutkan langkah diplomasi di forum sidang Majelis Umum PBB demi membebaskan Irian Barat agar kembali kepangkuan Ibu Pertiwi.
Pada tahun 1956 Presiden Soekarno melakukan kunjungan Ke Moskow menemui pimpinan Uni Sovyet, Nikita Khrushchev untuk membicarakan permasalahan Irian Barat dan meminta dukungan negara pimpinan Blok Timur ini.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.