Adakah Orang Pribumi Indonesia? Penelitian Ini Menjawabnya
Di Indonesia, ada beragam jenis manusia, mulai dari Jawa yang keling, Sunda yang putih, hingga Papua yang hitam. Lalu, siapa sebenarnya pribumi?
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM - Di Indonesia, ada beragam jenis manusia, mulai dari Jawa yang keling, Sunda yang putih, Tionghoa yang sipit, sampai Papua yang hitam. Lalu, siapa sebenarnya pribumi?
Peneliti Eijkman Institute Profesor Herawati mengatakan, perbedaan fisik diakibatkan oleh adanya pencampuran genetik yang terjadi di tubuh manusia.
Baca: Anies-Sandi Minta Sekda Paparkan Program Pemprov yang Paling Cocok dengan Janji Mereka
Peristiwa ini berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu dari sejumlah gelombang migrasi.
Gelombang migrasi pertama terjadi sekitar 60.000 tahun lalu. Bermula dari Afrika, manusia menyebar ke berbagai daerah. Saat itu, kepulauan yang kita lihat di peta Indonesia belum terbentuk.
Kalimantan, Jawa, dan Sumatera masih menjadi satu dataran luas yang disebut Sundaland dengan luas sekitar 1.800.000 Km.
Kemudian, Wallacea menjadi daerah sendiri yang kini bisa dikenali dengan wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku. Sementara itu, Papua masih satu daratan dengan Australia.
Gelombang migrasi kedua terjadi sekitar 30.000 tahun yang lalu dengan datangnya orang-orang Austro-asiatik. Di antara lain mereka berasal dari Vietnam dan Yunan.
“Kemudian bercampur dengan yang (gelombang) pertama kan atau yang pertama tadi sudah jalan terus ke timur sampai ke Papua,” kata Herawati dalam acara Wallacea Week 2017 di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Senin (16/10/2017).
Gelombang migrasi ketiga datang dari Formosa atau Taiwan sekitar 6.000-5.000 tahun yang lalu.
Meski datang terakhir, Herawati berkata bahwa orang-orang Formosa juga turut berpengaruh terhadap bahasa astronesia yang sekarang digunakan.
Meski demikian, pencampuran genetika tak berhenti sampai di situ.
Diapit oleh Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, Indonesia yang merupakan pusat perdagangan dunia memungkinkan percampuran genetik terjadi lebih banyak.
“Jadi ketika DNA seseorang dites, nanti bisa didapatkan ada China, India, dan Eropa. Kalau Minang kita sudah periksa, ada Eropanya karena itu kawasan maritim,” kata Herawati.