Stephen Hawking: Kehidupan setelah Mati adalah Dongeng untuk Orang yang Takut Kegelapan
Kabar ini pertama kali disampaikan oleh anak Hawking, Lucy, Robert, dan Tim pada Rabu (14/3/2018).
Editor: Ravianto
TRIBUNNEWS.COM, CAMBRIDGE - Fisikawan Stephen Hawking meninggal pada usia 76 tahun.
Fisikawan kelahiran Oxford ini meninggal di kediamannya di Cambridge.
Kabar ini pertama kali disampaikan oleh anak Hawking, Lucy, Robert, dan Tim pada Rabu (14/3/2018).
"Kami berduka cita yang sedalam-dalamnya atas meninggalnya ayah kami pada hari ini. Kami akan merindukan dia selamanya," ungkap mereka, dikutip dari Sky News.
Kendati merasa kehilangan sosok sang ayah, ketiga anak Hawking mengaku ikhlas melihat kepergian ayahnya itu.
Lucy, Robert, dan Tim mengaku sangat bangga kepada Stephen Hawking semasa hidupnya.
Baca: Mengenal Motor Neuron, Penyakit Saraf Mematikan yang Diidap Stephen Hawking Selama 55 Tahun
"Beliau adalah ilmuwan hebat dan pria luar biasa yang karyanya akan hidup bertahun-tahun. Keberanian, ketekunan serta selera humornya sangat menginspirasi orang-orang di seluruh dunia," tulisnya dalam keterangan resmi di Sky News.
Pihak keluarga meminta publik tetap menjaga privasi mereka dalam menjalani proses pemakaman Hawking.
Namun pihak keluarga juga sangat berterimakasih kepada semua pihak yang selama ini mendukung Hawking semasa hidupnya.
Stephen Hawking sempat didiagnosis mengidap penyakit motor neuron sejak tahun 1963.
Meski mengidap penyakit syaraf, Hawking tetap melanjutkan studinya di Cambridge University dan berhasil menjadi salah satu fisikawan paling berpengaruh sejak masa Albert Einstein.
Baca: Sempat Merasa Mati, Stephen Hawking Mampu Sejajar dengan Albert Einstein dan Isaac Newton
Kisah inspiratif Stephen Hawking juga pernah diangkat ke dalam film layar lebar 'The Theory of Everything' yang dibintangi oleh Eddie Redmayne pada 2014.
Kendati begitu, pada 2012 lalu Stephen Hawking pernah mengatakan bahwa manusia bisa hidup abadi. Walau pun tidak dalam tubuh yang sama.
"Saya pikir otak seperti sebuah program dalam pikiran, seperti komputer, jadi secara teoritis sebenarnya mungkin untuk menyalin otak ke komputer dan mendukung bentuk kehidupan setelah mati," kata Hawking seperti dikutip The Guardian.
Namun, menurut Hawking, keabadian seperti yang diungkapkan Hawking masih di luar kapasitas manusia saat ini.
Selama ini, berdasarkan kepercayaan yang diyakini, banyak manusia memahami bahwa setelah mati, manusia akan menjadi abadi di alam yang berbeda, bertemu dengan Tuhan serta berada di surga atau neraka sesuai perbuatannya selama hidup.
Ini Dia Jersey Persib Bandung Musim 2018, Bukan Biru-biru tapi Biru-Putih https://t.co/rId8k3wUhW via @tribunjabar
— Tribun Jabar (@tribunjabar) March 14, 2018
Baca: Ini Dia Guru yang Membuka Mata Stephen Hawking Hingga Jadi Fisikawan Jenius
Namun, Hawking menuturkan, "Saya pikir kehidupan setelah mati secara konvensional adalah dongeng untuk orang-orang yang takut pada kegelapan."
Keabadian seperti yang diungkapkan Hawking kerap disebut dengan keabadian digital.
Dalam hal ini, manusia abadi tetapi tidak dalam tubuh biologisnya. Dalam keabadian digital, eksistensi manusia tak lagi tergantung pada tubuh karena tubuh bisa diupayakan.
Keabadian seperti yang dimaksud Hawking sebenarnya sudah sering dibahas, termasuk oleh Ryan Kurzweil, salah satu insinyur di Google.
Baca: Stephen Hawking: Dunia ini Tak Akan Berarti Tanpa Ada Rumah yang Berisi Orang-orang yang Kita Cintai
Dalam Global Futures 2045 International Congress, sebuah konferensi futuristik yang digelar di Amerika Serikat pada 14-15 Juni 2013 lalu, seperti diberitakan Huffington Post pada 20 Juni 2013, Kurzweil mengungkapkan bahwa keabadian digital bisa tercapai pada tahun 2045.
Salah satu teknologi kunci yang mendukung keabadian digital adalah mind uploading atau pengunggahan pikiran ke komputer alias dunia digital.
Sementara itu, keabadian digital mungkin terjadi dan telah banyak dibicarakan, tetapi banyak pertanyaan mendasar yang belum terjawab.
Misalnya, mengapa manusia harus hidup abadi? Apa manfaatnya? Apa masalahnya kalau manusia hidup lalu mati saja seperti yang dialami saat ini?