Kelahiran Tsunami, Anak Bungsu Gempa yang Membawa Bencana
Gempa berkekuatan 7,7 skala Riechter terjadi di Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9/2018) malam.
Editor: Anita K Wardhani
TRIBUNNEWS.COM - Gempa berkekuatan 7,7 skala Riechter terjadi di Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9/2018) malam.
Warga sempat dibuat panik sebab gempa tersebut memicu tsunami setinggi 2 meter.
Gempa memang mirip mahluk hidup.
Gempa punya anak-anak. Mereka adalah tanah longsor, tanah merekah, hingga tsunami.
Jika kedua anak pertama mudah muncul tak lama setelah sang induk mengguncang, lain dengan si bungsu. Tsunami baru 'lahir' dan menyerang jika sejumlah syarat terpenuhi.
Tsu berarti pelabuhan, sementara nami berarti gelombang. Dalam khasanah kata-kata Jepang, tsunami berarti gelombang laut mahadahsyat yang menghantam pelabuhan atau dataran di Jepang.
Baca: Korban Gempa Belum Ditangani, Pengungsi: Kami Serba Kekurangan
Karena ombak raksasa ini juga pernah menerjang beberapa wilayah di dunia, nama ini pun populer di seantero dunia.
Sejak tahun 1600-an Sebelum Masehi konon sudah 2.000-an kali tsunami menyerang berbagai pantai di berbagai negara.
Pangkal penyebabnya adalah rekahan di dasar laut. Bisa oleh karena penunjaman atau subduksi lempeng, pergerakan patahan, letusan gunung api di dasar laut, dan tumbukan benda ruang angkasa.
Untuk bisa menimbulkan tsunami, rekahan ini harus sangat lebar dan panjang.
Intinya adalah ketika rekahan dasar laut itu tiba-tiba terjadi, air laut dalam volume besar akan tersedot ke dasar rekahan.
Namun, karena permukaan laut akan segera menemui ketinggian normalnya kembali, air di sekitarnya dalam volume besar akan mengisi penurunan permukaan tersebut.
Proses harmonisasi kembali secara tiba-tiba itulah yang menciptakan efek gelombang ekstrem yang biasa disebut tsunami.
Jika rekahan itu terjadi dekat daratan, akibatnya tentu bisa dibayangkan.