Lebih Dekat Dengan Siswa Peneliti Khasiat Bajakah untuk Obat Kanker, Diproteksi Usai Karyanya Viral
Tiga siswa jurusan IPA di Sekolah SMAN 2 Palangkaraya, Kalimantan Tengah pembuat obat dari bahan kayu bakambah pun berbagi cerita.
Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Keberhasilan Yazid, Anggina Rafitri, dan Aysa Aurealya Maharani memenangkan medali emas di perlombaan karya ilmiah tingkat internasional di Seoul, Korea Selatan tidak lepas dari imu-ilmu yang mereka dapatkan sebelum diaplikasikan pada saat penelitian.
Tiga siswa jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah SMAN 2 Palangkaraya, Kalimantan Tengah pembuat obat dari bahan kayu bakambah pun berbagi cerita mengenai proses belajar mereka.
Kepada Tribunnews.com, Yazid bercerita kalau ia menerapkan pola belajar yang santai agar pelajaran mudah diserap.
Tidak perlu sambil mendengarkan musik seperti yang banyak anak sekarang lakukan, yang penting bagi Yazid agar cepat memahami pelajaran adalah jangan sampai lepas konsentrasi ketika guru menerangkan.
“Pola belajar yang santai, enggak sih aku gak sambil dengaran musik tapi pokoknya guru megajar dengarkan dengan baik, diperhatikan baik-baik pola belajar di sekolah diiikutin lah. Saya santai gak mau ribet santai saja,” ucap Yazid saat ditemui di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta Selatan, Sabtu (17/8/2019).
Sedangkan Anggina proses belajarnya sangat dipengaruhi oleh mood sehingga ia juga kerap membangun mood dengan scrolling sosial media sebelum memulai proses belajar.
Baca: Mengintip Cara Belajar Para Siswa Pembuat Obat Kanker Berbahan Kayu Bajakah
Baca: Kini Ngehit dan Dijual Jutaan Rupiah, Dulu Harganya Rp10 Ribu Bajakah Tak Laku
“Aku juga main instagram kok, tapi nyisain waktu belajar juga karena belajar gak bisa dipaksa kan harus tahu kapan nih yang enak buat belajar biar semangat,” kata Anggina.
Aysa pun setuju dengan Anggina tentang mood yang mempengaruhi semangat belajar, namun yang paling penting menurut Aysa adalah memahami teori dibandingkan menghapal teorinya.
“Dipahami jangan dihapal penjelasannya tentang apa, jangan dihapal jangan deh tambah baca buku dan browsing, serta kerja kelompok untuk nambah ilmu,” ucap Aysa.
Cara belajar Aysa yang lebih berpusat ke pemahaman membuat ia mendapatkan tugas menjelaskan proses penelitian tentang khasiat tanaman bajakah ketika presentasi memaparkan hasil penelitian mereka disejumlah perlombaan.
“Anggina lebih jago presentasi hasil ujian. Kalau Aysa di background proses awalnya. Yazid lebih ke perkembangan produk,” papar Aysa.
Jalan Panjang Penelitia Bajakah
Berbagi cerita tentang awal penelitian, ide awal pembuatan obat kanker dari tanaman bajakah ini berawal dari pengalaman empiris nenek Yazid yang sembuh dari penyakit kanker payudara setelah mengonsumsi olahan tanaman bajakah.
Kebetulan tanaman bajakah ini memang merupakan tanaman khas dari Kalimantan.
Dari cerita tersebut, Yazid, Anggina, dan Aysa yang tergabung di dalam ekstrakulikuler Karya Ilmiah Remaja (KIR) di sekolah mereka.
Dibantu dengan Ibu Helita pembimbing mereka mencoba meneliti benarkah kandungan bajakah dapat menyembuhkan kanker.
“Dari pengalaman empiris keluarga Yazid lalu kita mengembangkan lagi karena waktu kita uji memiliki beberapa bioaktif, tapi untuk saaat ini kami masih belum bisa buka kandungan atau senyawanya apa,” ucap Anggina.
Kemudian setelah berhasil mengumpulkan bahan dasar dan penitian lebih lanjut, barulah mereka mulai menguji obat yang mereka masukan pada seekor mencit yang sudah lebih dulu dimasuki sel pembentuk kanker.
Hasilnya kanker pada mencit tersebut secara bertahap mulai mengecil dan akhirnya hilang yang menandakan keberhasilan penelitian mereka.
Proses penelitian itu memakan waktu hingga tiga bulan, dengan alat-alat manual yang mereka lakukan di laboratorium SMAN 2 Palangkaraya.
“Setiap penelitian pasti ada yang menghambat, seperti ketika kesusahan mencari bahan dasar tapi pas momentum peneltian berhasil dan pas lomba menang itu jadi momen terbaik kita,” kata Yazid.
Penelitian siswa-siswi inj juga sudah dibuktikan dengan melalukan pengujian laboratorium di Universitas Lambung Mangkurat (ULM) kota Banjarmasin.
Sebelum melaju ke lomba di Korea Selatan, karya ilmiah ini juga menjadi juara di ajang Youth National Science Fair 2019 yang digelar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Bandung.
Penelitiannya Viral, Banyak yang Mencari Bajakah
Lalu setelah kepulangan mereka dari ajang World Invention Creativity (WICO) di Seoul, Korea Selatan mereka pun menjadi sangat viral dan banyak masyarakat yang datang ke mereka untuk meminta obat tersebut.
Aysa pun menjelaskan penemuan mereka itu masih bersifat karya ilmiah dan mereka tidak bisa melakukan produksi obat karena harus ada penelitian yang lebih detil lagi.
“Kita mau menjelaskan ini kan baru penelitian awal jadi belum diproduksi lebih lanjut lagi, harus lebih diperdalam lagi,” kata Aysa.
Kemudian Anggina mengimbau masyarakat tidak asal mengambil akar bajakah di Hutan Kalimantan karena ada ratusan jenis akar bajakah yang tidak semuanya berkhasiat menyembuhkan kanker.
Kedua siswi SMA ini memang sengaja tak menyebutukan secara detil mengenai jenis dan ciri-ciri tanaman bajakah yang mereka ambil untuk menghindari ekploitasi berlebih yang dapat memberikan efek negatif pada hutan kalimantan.
“Tolong dipilah dulu karena kami kan belum terbuka (menyebut jenisnya) jadi itu kan banyak jenisnya jadi takut salah konsumsi gitu, jadi mungkin masyarakat lebih hati-hati lagi,” ungkap Anggina.
Trio Peneliti Bajakah Diproteksi
Tidak hanya secara pribadi, banyak juga yang mencari mereka ke sekolah mereka menempuh pendidikan sampai-sampai pihak SMA N 2 Palangkaraya meningkatkan penjagaan agar anak-anak tetap nyaman mendapatkan pendidikan di sekolah.
“Orang banyak mencari mereka tapi kan mereka tetap focus belajar harus kami monitpr koordiansi dulu,” ungkap Mi’razulhaidi Kepala Sekolah SMAN 2 Palangkaraya kepada Tribunnews.com.
Sekolah juga berusaha melindungi murid-murid mereka karena pasti akan ada pro kontra terhadap hasil penelitian yang bisa saja mengganggu anak-anak tersebut.
“Makanya kita harap yang positifnya saja yang diambil dan ini kan masih sebatas penelitian, ada yang datang ke sekolah minta akar bajakah ya kita juga gak ada,” kata Mi’razulhaidi.